Tanpa disadari waktu satu tahun berlalu dengan sang cepat. Kini Rowena telah tumbuh menjadi seorang ksatria pedang yang hebat. Sesuai perintah Basille II satu tahun yang lalu ia diharuskan untuk mengikuti Perang Richella.
Selama tinggal bersama Edgar, Rowena menjadi tahu satu fakta penting kalau sebenarnya Basille II sengaja mengirimnya ke dalam Peperangan Richella untuk menghabisi nyawanya tanpa mengotori tangannya.
Semenjak gelarnya dicabut dan diusir dari istana, Rowena sudah bertekad untuk tidak akan pernah menitihkan air matanya lagi dan akan segera membalaskan dendamnya kepada seluruh anggota kerajaan Edelle terutama Basille II dan sang ratu.
Hari ini Edgar mengantar Rowena ke tempat pelatihan Ksatria kerajaan. Di tempat itu sudah dipenuhi oleh para bangsawan-bangsawan serta rakyat jelata yang mengantar anaknya yang sebentar lagi akan menghadapi maut di Medan perang. Rowena hanya memandang semua hal itu dengan tatapan datar. Entah mengapa hatinya sudah membeku sejak hari itu.
Edgar yang melihat Rowena yang terus memandang seorang wanita rakyat jelata yang tengah memeluk putranya sambil menangis tersedu-sedu pun memukul punggung perempuan itu dengan kencang. Rowena langsung menoleh ke arah Edgar dan meringgis kesakitan.
"Pak tua gila! Kenapa kau memukul punggungku secara tiba-tiba?" jerit Rowena.
"Aku tahu kau tengah meratapi nasibmu karena orang tuamu sama sekali tidak mengantarmu kesini seperti mereka. Tapi ingatlah ada pak tua ini di sini."
"Hey, Pak Tua! Sepertinya meskipun aku telah tinggal bersamamu selama satu tahun tapi kau masih saja belum mengenal diriku. Selain itu kuharap kau tidak akan menangis jika aku tidak kembali lagi ke sini."
"Kurasa kau tidak sebodoh itu untuk mati konyol di medan perang, kan?" bisik Edgar.
Rowena menunjukkan senyum liciknya di wajahnya. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Edgar. "Tunggu aku di Duchy Ellien. Setelah aku menemukan kesempatan aku akan segera kabur ke sana. Kemungkinan aku akan pergi kesana satu tahun lagi."
Edgar hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian Rowena pun pergi meninggalkannya dan berjalan masuk ke dalam tempat pelatihan pasukan ksatria kerajaan sembari memegang pedang pemberian Edgar.
Duchy Ellien merupakan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Terania. Tempat itu terletak sangat jauh dari Kerajaan Edelle. Jadi dapat dipastikan jika saat Rowena kabur dari Medan perang, para prajurit istana pasti tidak akan dapat menangkapnya. Hal yang paling memungkinkan untuk terjadi adalah ia akan dilaporkan gugur dalam pertempuran itu.
Sebelum masuk ke dalam kejamnya Medan perang, semua anak-anak rakyat jelata sampai bangsawan diharuskan untuk mengikuti pelatihan pasukan. Di hari pertamanya mengikuti pelatihan pasukan, Rowena benar-benar mengalami diskriminasi yang sangat parah hanya karena dia seorang perempuan.
Tidak ada seorang pun yang mau latihan bersamanya saat pelajaran berpedang apalagi berbicara dengannya. Mereka semua menjauhi Rowena. Bagi mereka seorang perempuan yang mengikuti perang akan membawa kesialan bagi hidup mereka. Pelatihan yang menyedihkan itu hanya berlangsung dalam seminggu.
Sekarang pertempuran yang sebenarnya telah dimulai. Kenyataannya pertempuran ini benar-benar tidak seperti yang dibayangkan Rowena selama ini. Mungkin selama ini ia terlalu naif dalam membayangkan situasi perang yang akan ia hadapi. Di perang kali ini tidak ada yang namanya rasa belas kasihan ataupun hati nurani.
Mereka hanya akan menghabisi nyawa tentara musuh dengan membunuh, membunuh, dan membunuh. Perang yang penuh dengan darah dan tidak ada habisnya. Rowena yang awalnya mengira bisa kabur dari sana harus menguburkan niatnya itu jauh-jauh di dalam lubuk hatinya. Jangankan untuk kabur, untuk mencari makan dan tidur saja sudah sangat sulit bagi dirinya.
Selama peperangan sesama rekan tentaranya itu selalu saja mengganggu Rowena bahkan pada suatu malam mereka pernah ingin melecehkan Rowena meskipun pada akhirnya Rowena berhasil menghajar mereka habis-habisan. Bisa dibilang kehidupan Rowena hampir sama seperti saat dirinya berada di istana.
Lima tahun berlalu dengan sangat cepat bagi Rowena. Ia tidak sadar kalau tahun ini ia sudah menginjak umur 16 tahun. Biasanya di usia itu kebanyakan para wanita sudah mulai menikah atau mengurus anak tetapi berbeda dengan Rowena yang masih harus menghadapi peperangan membosankan yang tidak pernah selesai itu. Sudah hampir setengah pasukan tentara Edelle yang gugur dalam peperangan kali ini.
Rowena terus berpikir tentang masa depannya yang sepertinya akan terus berlanjut seperti ini dan nasib Edgar yang sudah menunggu dirinya selama empat tahun itu di Duchy Ellien. Apakah orang tua yang satu itu sudah pergi dari sana atau dia sudah mati? Terkadang beberapa pertanyaan itu masih terus mengganggu pikirannya.
Akhirnya masa-masa yang dinantikan oleh Rowena tiba juga. Ketika ia melihat penjagaan di barak yang mulai melonggar, ia pun memutuskan untuk segera kabur dari sana. Sebelum melaksanakan rencananya, ia mengubah rambutnya yang pendek seperti laki-laki menjadi warna hitam dengan sihirnya. Lalu ia juga mengemas semua barangnya.
Ketika hari sudah gelap, ia segera melancarkan aksinya. Rowena berjalan mengendap-endap menghindari para prajurit Edelle lainnya. Setelah berhasil keluar dari barak Edelle, Rowena berusaha berlari sekencang mungkin untuk kabur dari sana.
Langit yang gelap serta suara hewan liar menemani Rowena dalam aksi melarikan dirinya. Napasnya terengah-engah saat berlari tetapi ia sama sekali tidak berniat untuk berhenti. Karena jika ia berhenti sekarang masih ada kemungkinan kalau ia akan tertangkap oleh tentara Edelle.
Beberapa jam kemudian fajar pun menyingsing. Kini Rowena sudah sangat jauh dari barak Edelle. Yang harus ditaklukkannya sekarang bukanlah para prajurit Terania melainkan rumput-rumput panjang berduri yang sedari tadi menghambat perjalanannya.
"Sial! Kenapa rumput berduri di sekitar sini sangat banyak? Sampai kapan aku harus memotong semua rumput-rumput menyebalkan ini?" gerutu Rowena sembari memotong rumput-rumput panjang di sekitarnya dengan pedang kesayangannya.
Dari kejauhan Rowena melihat cahaya yang berarti kalau sebentar lagi ia akan sampai di ujung Padang rumput berduri itu. Ketika sampai di ujung sana ia langsung dikepung oleh beberapa ksatria yang memakai baju zirah dengan lambang kerajaan yang pernah ia lihat sebelumnya. Itu adalah lambang Kerajaan Sunverro.
Saat masih di barak Edelle, Rowena pernah membaca surat kabar yang berisi tentang Kerajaan Sunverro. Dalam surat kabar itu tertera kalau Pangeran Mahkota Sunverro sudah memenangkan beberapa pertempuran dalam menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di benua barat. Melihat para pasukan Sunverro ada di Hutan Richella yang merupakan daerah benua Utara dapat disimpulkan kalau pasukan Pangeran Mahkota Sunverro sekarang sudah bergerak maju untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di benua Utara.
Para pasukan Sunverro menganggap Rowena adalah pihak musuh yang ingin membunuh sang pangeran mahkota. Tanpa basa-basi lagi mereka langsung menangkap Rowena dan menyeretnya ke hadapan pangeran mahkota Sunverro. Selain ditangkap tas yang dibawanya selama perjalanan kabur juga digeledah oleh seorang pria yang Rowena yakini sebagai Komandan pasukan.
"Fuck! Padahal aku hanya ingin kabur dari neraka yang menyedihkan itu tapi sekarang aku malah masuk ke neraka lainnya," gumam Rowena saat diseret.