"Kamu kenapa? Kok diem aja? Masih inget yang kemarin, ya?"
"Aku mau pulang besok, Mas. Please!"
Entah sudah apa saja yang berkelana dalam pikiran Bella sekarang. Masa lalu, kenangan buruk, kekerasan, dan lain sebagainya telah berputar seperti kaset rusak pada ingatannya.
Kebahagiaan yang sedang dirinya rasakan, selalu Bella anggap ini semu adanya dan tak akan abadi. Radit, seperti apa pun sikapnya tetaplah jika mendapat kabar yang tidak dirinya sukai, makan dirinya akan melampiaskannya ke orang lain.
Apa pun kebahagiaan yang Bella rasakan ini, seakan tak bisa dirinya terima secara cuma-cuma mengingat keberadaannya sekarang. Hati Bella semakin gelisah.
"Why? Are you okay, Bel?
Kamu masih perlu perawatan dan pemantauan lebih dari Dokter beberapa hari ini."
"Enggak ... Aku enggak sakit apa-apa, Mas. Mungkin aku hanya perlu istirahat di rumah. Dan aku juga enggak perlu di rawat di tempat ini juga."
Radit masih tak mengerti dengan apa yang Bella katakan barusan. Istrinya yang sejak tadi masih tak terlalu berbicara dan hanya menurut kepadanya, tiba-tiba meminta pulang secepatnya.
Radit masih ingat betul tentang hasil pemeriksaan Dokter yang menyuruh Bella untuk beberapa hari di rawat di RS, tapi sikap Bella seperti sedang menutupi sesuatu.
Pastinya hal ini membuat Radit penasaran. Istrinya yang dirinya kenal adalah wanita kuat. Pembuktiannya bisa dilihat dari pencapaian bisnis Bella yang semakin pesat. Radit tahu merintis usaha itu tidaklah mudah.
"Bel ... Dokter sendiri yang bilang ke aku kalau kamu harus di rawat 2-3 hari lagi ke depan. Bagaimana bisa aku membiarkanmu untuk pulang begitu aja?"
"Tapi, Mas ... Aku enggak bisa tinggal di sini dengan waktu yang lama."
"Tapi kenapa? Kamu enggak suka tempatnya?"
Oh Tidak ... Bella tak tahu harus berkata apa sekarang. Dirinya tak bisa mengatakan begitu saja apa yang dirinya hindari di sini.
Dirinya tak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada Radit tentang persoalannya dan rumah sakit. Tidak, Bella tidak bisa mengatakan hal itu semua.
Tapi, Bella tak bisa semakin lama memenjarakan dirinya sendiri dalam tempat yang sangat Bella hindari. Ruangan yang bisa mengungkit kembali ketenangan Bella yang sudah bertahun-tahun berusaha dirinya kokohkan mulai hancur secara perlahan.
Bella tak bisa.
"Plese, Mas. Aku mohon. Aku enggak minta untuk kita pulang sekarang. Aku bisa mengerti jika kamu sedang lelah. Tapi, aku enggak akan sembuh jika tempatku ada di sini terus."
DEG
Raut wajah Radit tampak terkejut saat mendengar kalimat terakhir Bella. Seperti sebuah petunjuk bahwa ada hal lain yang tidak bisa istrinya jelaskan tentang sebuah Rumah Sakit.
Bella sendiri bisa melihat jika Radit mulai memahami konteks pembicaraannya. Raut wajahnya yang tak biasa. Penuh tanda tanya dan ketekejutan. Bella harap Radit tak kembali menyinggungnya.
"Jangan bilang Bunda dan Ayah, ya?"
"Tentang?"
"Aku sakit. Aku enggak pengen mereka tahu dan membuat mereka khawatir."
Bella mohon untuk kali ini buat Radit mengerti atas ucapannya. Buat Radit tahu apa yang Bella maksud sebenarnya. Luluhkanlah hatinya agar bisa menerima permintaannya kali ini. Bella sangat berharap kali sekali.
Menelangkupkan kedua tangannya di depan dada seperti orang memohon. Duduk bersila di atas brankar tak mempedulikan penampilannya. Memohon kepada suaminya untuk bisa mengabulkan permintaannya. Radit tampak sedang menimang keputusannya.
Mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di atas nakas. Menerawang jauh konsekuensi ataupun dampak yang akan istrinya dapat.
"Besok pulang, ya?" mohon Bella sekali lagi mengharapkan kata 'Ya' keluar dari mulut Radit.
"Harus banget pulangnya?" Radit masih seperti ragu jika menyetujui permintaan Bella sebenarnya. Apa yang istrinya ini sembunyikan hingga sebegitunya ingin pulang.
"Banget ... kalau kamu enggak pengen aku sakit terus."
Radit menjeda kembali percakapannya, berhenti sejenak untuk berpikir. Meyakinkan bahwa ini benar adanya.
"Oke, kita besok pulang," putus Radit mengambil keputusan.
Tarikan kedua sudut bibir Bella terangkat seketika. Kalimat persetujuan yang Radit berikan, memberikannya harapan kembali untuk memulai rumah tangganya.
Selain memikirkan dirinya yang terjebak dengan masa lalu, Bella setidaknya turut senang bahwa suaminya bisa diajak ngobrol disituasi seperti ini.
Kembali ke rumahnya dengan segera dan meninggalkan tempat ini memang sudah menjadi keinginan Bella sejak dirinya sadar berada di tempat itu. Tapi, mengingat Intan dan Radit yang sepertinya sudah sibuk sendiri, Bella tak bisa memaksa semuanya langsung dikerjakan hari ini.
"Makasih, Mas."
***
Semua barang-barang Bella yang berada di ruang inapnya telah selesai dibereskan. Dirinya membersihkan sendiri kamar ini saat Radit keluar sebentar untuk mencari makan.
Jujur, sebenarnya rumah sakit sudah menyiapkan makan untuk Bella setiap waktu, memberikan makanan sesuai dengan kebutuhannya, tapi tidak dengan Radit.
Bella menemukan fakta baru tentang suaminya. Radit ternyata paling tak suka melihat orang terdekatnya sakit jika harus makan masakan rumah sakit yang tak berasa itu.
Argumennya, orang sakit harus dimanjakan dengan makanan enak-enak agar nafsu makannya bertambah, hal itu juga akan mempercepat penyembuhan. Jika orang biasa saja tak suka makanan rumah sakit, bagaimana yang sedang sakit?
CKLEEEKKK
"Kamu udah siap-siap?" celetuk Radit seketika saat melihat semuanya sudah tertata dan tersiapkan.
Bella mengangguk pelan. Berjalan mendekati suaminya yang sekarang sedang
membawa beberpa kantong makanan untuk sarapan mereka berdua pastinya.
Menerima kantung makanan yang Radit bawa dan dirinya letakkan di beberapa piring yang ada. Mengajak suaminya ikut duduk di sofa untuk sarapan bersama. Bella bahkan mulai menjalankan aktivitasnya menjadi istri.
"Kenapa kamu yang beresin? Aku udah mau nyuruh Bibi nanti untuk ke sini beresin barang-barang."
"Infus kamu juga udah di lepas? Kamu itu masih perlu di periksa Bella habis ini. Gimana kalo kamu masih enggak boleh pulang?" ujar Radit yang mulai jengah dengan tindakan-tindakan istrinya yang seenaknya sendiri.
Meski sebenarnya Bella juga belum sepenuhnya pulih dalam kondisinya. Meski dirinya juga masih merasakan beberapa keluhan yang kemarin dirinya rasakan secara jelas. Tidak, Bella tak bisa tapi jika di sini terus.
Bersikap sebaik mungkin dan sebisa mungkin agar tak terlihat masih terlalu sakit. Melayani suaminya menyiapkan makanan. Menuangkan air di sebelah dan memberikan sendok untuk memulai makan. Bella masih tak bersuara sejak tadi.
"Aku rawat jalan aja, ya? Aku cuma butuh istirahat aja kok nanti di rumah. Asalkan enggak di sini aja. Biar enggak nyusahin kamu juga buat rawat aku."
"Kenapa? Aku enggak ngerasa direpotin juga kamu di sini?"
Tidak ... pertanyaan ini benar-benar sangat Bella hindari sejak kemarin. Tak ingin Radit akhirnya bertanya alasan dirinya tetap besihkukuh untuk pulang. Bella tak bisa menjeslakannya sekarang.
Ini sangat sulit dan sangat menantang kemauannya. Semua itu hanya masa lalu yang tak perlu diulas kembali. Tapi, dirinya yang sudah terlanjur terjebak, tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya pergi dan menghindari masalah yang ada.
"Aku ... Aku belum bisa bicarakan ini ke kamu, Mas. Hm ... Maaf, lain kali aja, ya?
*Bersambung