"Mas Radit foto sama siapa?"
Tanpa disadari jari-jemari Bella mulai meremas ujung bajunya secara perlahan. Tatapannya yang masih menyorot jelas pada foto yang sekarang sedang ada di tangannya. Tanpa berkedip, Bella masih memperhatikan.
Pandangan Bella semakin lama semakin berkaca-kaca. Menatatap langit-langit kamar untuk mejaga agar air matanya agar tak tumpah sekarang. Merasakan sesak di dada, hal ini sungguh mengejutkan dirinya pribadi.
Dirinya yang masih duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya yang masih memegang dengan kuat foto itu. Menatap nanar melihat suaminya yang terlihat sangat bahagia di tempat sana. Kesenduannya seketika terpecahkan saat ada seseorang yang menelponnya.
Abel. Nama itu terpampang jelas di laman utama ponselnya. Hendak mengangkat panggilan yang sedari tadi berdering, naas Abel lebih dulu menutupnya dan kembali mengirimkan pesan.
Meski saat ini pikirannya mulai berkecamuk. Meski foto itu kembali membuatnya ragu atas keseriusan Radit selama ini. Walaupun Bella selalu berusaha untuk menepis perasaannya pada Radit, tapi semua itu berasa bertolak belakang terhadapnya.
"Enggak! Aku enggak boleh begitu mudah terpancing dengan hal seperti ini. Mungkin saja ini adalah foto lama yang tak sengaja aku temukan.
Mas Radit pasti orang yang baik. Dan aku enggak boleh berpikiran buruk tentang suamiku," tegas Bella meyakinkan dirinya.
Meyakinkan bahwa semuanya tak akan seberat yang dirinya bayangkan. Meyakinkan kembali kalau Radit memang benar-benar hanya untuknya. Menepis segala ketakutan dan kecemasan yang ada. Bella ingin dirinya tak terlau terpengaruh dengan hal-hal yang bisa merusak rumah tangganya.
Bangkit dari ranjang tidur dan kembali bersiap-siap. Bella harus segera pergi ke kantor karena Abel sudah sangat menunggunya.
***
"Kak Bella!" panggil Abel saat melihat kakak iparnya mulai memasuki ruangan.
"Kak Bella kenapa? Kok kayak murung gitu? Kakak habis nangis, ya?"
Langkah Bella terhenti seketika saat pertanyaan itu muncul secara jelas terdengar di pendengarannya. Abel yang hendak menghampirinya pun juga ikut mengurungkan niat dan mengamati dirinya lebih lekat.
Bella seketika merasakan kecanggungan beberapa detik. Mengalihkan pandangannya agar tak lama-lama dikunci oleh tatapan Abel. Mencoba mengalihkan perbincangan agar Abel tak meneruskan pertanyaan itu. Mengingat Abel yang selalu jeli melihat suatu perubahan yang ada, ini juga boomerang bagi Bella.
"Ehm ... Pagi, Bel." Bella menyambut Abel dengan meluncurkan senyum manisnya. Melanjutkan lagi langkahnya dan duduk tempat meja kerjanya.
"Kamu masih pagi udah tanya-tanya aja, sih? Kayak wartawan aja," sambung Bella sambil sedikit terkekeh. Melanjutkan lagi aktivitasnya sambil mengeluarkan beberapa laporan yang memang harus dirinya rekap.
Dari tempat semula, Abel masih diam tak bergeming mengamati Bella jauh lebih dekat. Mendengarkan alasan klise yang Bella berikan hanya untuk mengalihkan pembicaraannya.
Bella sudah tahu jika Abel sangat tahu jika dirinya ingin menghindari pertanyaan itu sekarang. Secara, ini adalah kantor. Abel adalah karyawannya di sini. Bukan sebagai adik ipar yang memang perhatian dengan kakak iparnya.
Tatapan Abel masih melekat pada Bella, membuatnya sedikit tak enak hati setiap hendak melakukan pekerjaan lainnya.
"Abel ... Udah? Enggak capek dari tadi berdiri? Kamu enggak ada kesibukan lain, kah? Selain mengawaasi setiap gerakan Kak Bella dari tadi?"
"Enggak ada. Semua udah selesai sebelum Kak Bella sampai."
Bella menghembuskan napasnya gusar. Menghadapi Abel memang bukan persoalan mudah untuknya. Kedekatannya dari pertama merekrut Abel sebagai pegawainya, memang memiliki daya tarik sendiri sehingga mereka bisa saling dekat.
Abel yang selalu bersikap manja tapi berusaha untuk lebih dewasa ketika turun lapangan memang sangat Bella haragai. Tapi, inilah yang tidak Bella sukai dari sisi Abel yang lain.
Abel selalu tak terima jika ada orang lain yang membuat Bella sedih. Selalu merasa dirinya paling superhero untuk memberantas masalah-masalah Bella. Padahal, semua itu tidak selalu menyelesaikan masalah.
"Oke ... Abel tahu kalau ini bukan tempat dan waktu yang tepat untuk Abel menempatkan posisi Abel sekarang. Tapi Abel enggak suka kalau Kak Bella sendih kayak gini," ujar Abel seperti cenayang.
"Terima kasih, Abel. Karena kamu selalu perhatian sama Kakak," tutur Bella lembut merasa bangga dengan kedewasaan Abel saat ini.
"Kalo Kak Bella sedih karena Abang, Kak Bella ngomong sama Abel, ya?
Karena cuma Abel yang bisa ngomong serius dengan Abang. Bukan Mama maupun Papa juga."
Sungguh, Bella dibuat kagum dengan tidakan Abel ini. Merasa ada penguat di balik kesedihannya yang sedang berusaha dirinya tutupi.
Menghalau semua keresahan yang sempat terlintas di pikiran, membiarkan agar dirinya lebih enjoy lagi daripada meresahkan banyak orang. Ini waktunya Bella lebih semangat.
Senyum indah itu semakin lama semakin merekah. Pipi Bella semakin lama pun juga semakin merona. Mendapatkan dukungan rohani maupun jasmani memang sedang dirinya butuhkan sekarang.
Ya ampun ... andai dirinya masih memiliki adik, pasti dirinya juga merasa sehangat ini dengan adiknya.
"Makasih, Sayang."
Setelah dirinya kembali semangat dalam menjalankan aktivitasnya sehabis mendapat dukungan dari Abel, Bella pun kembali menjalankan tugas.
Abel tak ingin mengganggunya sekarang, dan dia pun pergi ke tempatnya dan membiarkan Bella mulai fokus kembali.
Merekap pengeluaran dan pemasukan satu bulan ini dengan total pesanan yang membekudak banyak membuatnya mulai kualahan. Padahal beberapa pekerjaannya pun juga sudah digarap oleh Abel sebelumnya, tapi bagian Bella masih juga banyak.
Memutuskan untuk lembur malam ini memang bukan perihal yang janggal. Mengirim pesan atau sekedar telepon sebentar suaminya, mengabari bahwa dirinya akan pulang malam karena pekerjaan yang belum terselesaikan memang bukan pertama kalinya bagi Bella.
Sama dengan hari ini, Bella pun melakukan hal demikian.
"Masih jam 10 malam, aku terusin sekalian enggak masalah, deh kayaknya. Lagi pula juga tinggal sedikit lagi dan habis itu selesai. Mas Radit enggak masalah, deh mungkin aku pulag larut malam."
Bella pun kembali berkutat di depan laptopnya. Hendak menyelesaikan segala keperluannya di sini setelah itu baru pulang dan menyambut malam indah bersama suami.
Pikirannya saat ini, dirinya tak ingin menunggak beban hingga besok. Biarkan keesokan harinya menjadi hari baru dan memberikan kesan menyenangkan kembali dari pada pagi ini. Melanjutkan kembali tangannya yang mulai menari-nari.
TOK TOK TOK
Ketukan pintu itu seketika menghentikan aktivitas Bella seketika. Mengerutkan keningnya seperti ada yang janggal. Ini tak mungkin terjadi, memgingat hanya dirinya yang ada di kantor bersama pak satpam yang berjaga 24 jam.
Jujur, seketika Bella pun mulai was-was. Takut ada orang jahat yang saat ini datang dan sedang berdiri di depan pintu. Mengingat pintunya yang tak terkunci, Bella lebih takut lagi.
BRAAAKKK
"Bella!"
"Mas Radit?"
Bola mata Bella membola sempurna setelah melihat siapa orang yang ada di depannya sekarang. Ekspresi lawan bicaranya yang sudah sangat tak meyakinkan. Nada panggilannya yang membuat Bella menelan salivanya susah. Bella tak yakin saat ini.
"Ayo pulang sekarang!"
*Bersambung ...