Chereads / DIARIES OF HOROR / Chapter 13 - Chapter 13# Pertama Melihat Pocong!

Chapter 13 - Chapter 13# Pertama Melihat Pocong!

Empat belas tahun yang lalu, saat harga bakwan goreng masih seratus rupiah. Aku sudah berkelana dari kota kecilku menuju kota yang menjadi ibukota Jawa tengah, Semarang. Namanya juga orang udik, eh anak udik (masih18th)

Layaknya anak udik yang mau berpetualang ke kota besar, emak membekaliku dengan bermacam-macam peralatan tempur, seperti sepatu kulit harga diskon, celana dalem 10ribu tiga, gelas thermos, tak ketinggalan pula IMF (Ibu memberi fulus). Dan sebuah ritual khusus, tahlil…, mex! *emot melongo*

Emak melepasku dengan sedih, tanpa mengeluarkan airmata, emak sesenggukan sambil menitip pesan ke telingaku; "Le, ngko nak wis tekan Semarang ojo lali ngirim khabar yo. Eling…, kowe bakale ning negorone uwong, ojo dianggep ning latare dewe?"

Aku mengangguk pelan, sambil mengusap iler yang mengalir disela bibir, ku cium tangan emak yang habis menggoreng ikan asin. Dua orang saudaraku ikut melepas kepergianku dengan raut muka sedih kehilangan, padahal dalam hatinya riang gembira, karena dengan kepergianku otomatis mereka kehilangan saingan mereka dalam berebut makanan dimeja makan. *emoticon gemes*

Tlogosari, sebuah perumahan yang kala itu sudah cukup rame, namun saat sekarang tahun 2013, menurut kabar burungnya sohibku, Tlogosari sepuluh kali lipat lebih rame dari tahun 1998. Sumpeh lu mex!" (langsung sms sohib)

Di Semarang ini pula aku ikut kursus pelayaran, dengan iming-iming dipekerjakan di kapal pesiar setelah lulus, aku begitu antusias dan optimis bisa mengabulkan cita-cita menjadi pelaut. Dengan program dasar bahasa Inggris serta teori seputar perhotelan dan praktek bagaimana menjadi waitress handal kapal pesiar, aku melalui hari-hariku bersama sohib seperjuangan yang datang dari seantero Jawa tengah.

Aku tinggal dan ngekost disalah satu rumah tingkat dua dipojokkan perumahan Tlogosari. Namanya juga dipojokkan, meski sudah banyak rumah berderet, namun baru beberapa rumah yang dihuni. Aku tinggal bersama empat personil, satu dari Purwokerto city, satu dari Solo berseri, satunya lagi dari New york Karto hadiningrat (Jogja).

Nah, dari ke empat personil boyband sohibku itu, sohib dari Jogjaku ini yang paling unik. Aku bilang unik, karena sohibku dari Jogja ini memiliki kombinasi sifat yang langka, mengaku takut dengan cerita ghaib/hantu, tapi hobi sekali nonton film honor, eh horor sekaligus gemar mendengarkan cerita horor diradio MS radio tiap malam jum'at, suatu kombinasi yang langka. *kagum*

Nama sohib Jogjaku ini Iskandar. Aku lupa nama lengkapnya, yang jelas nama panjangnya Iskandaaaaaaaaaaaaarrrr. Cerita-cerita konyol bin menggemaskan dan membuat bulu ketek serta bulu selangkangan bisa berdiri dimulai, Aku yang tadinya sama sekali gak pernah memikirkan masalah hantu-hantuan, jadi ketularan parno gara-gara tingga se-kost-an dengan Iskandar ini.

Suatu hari…, jrengggg…jrengggg…. auuuuuu…., (diiringi musik film Dracula dan lolongan srigala, biar tegang..), malam itu kebetulan pas malam jum'at kliwon! Jrengggggg…!!!

Seperti biasa, kami berempat yang tidak mempunyai kegiatan lain setelah pulang dari program pelayaran ditempat kursus, ngumpul dikamar Iskandar berempat. Kami sengaja rame-rame mendengarkan acara di MS radio yang berjudul 'nightmare on the air'. Sebuah acara yang tayang tiap malam jum'at, dan setiap malam jum'at kliwon tiba, acara tersebut makin spesial dengan narasumber paranormal, dan tentunya cerita yang teramat seram.

Jujur, tadinya aku sama sekali nggak terpengaruh tiap kali mendengarkan acara curhat langsung tersebut diradio. Nah, saat ada seorang penelpon yang bercerita tentang pengalamannya melihat penampakan sosok 'pocong', barulah aku kerap membayang sosok yang sering digambarkan menyeramkan tersebut.

Rumah kost yang kami tinggali berlantai dua, dilantai bawah ada tiga kamar, satu kamar diruangan belakang dekat dapur, satu ditengah bawah tangga, satunya lagi berdempetan dengan kamar mandi. Adapun lantai dua hanya memiliki dua kamar, satu kamar dipinggir teras atas, sedangkan kamar satunya terletak di sudut ruangan tengah agak dibelakang dengan jendela yang sangat lebar.

Aku menempati kamar sebelah belakang dilantai dua, sedangkan Iskandar menempati kamar pinggir teras lantai dua, sedangkan kedua sohibku lainnya menempati kamar dilantai bawah. Sudah menjadi rutinitas, setiap malam jum'at datang, kami ngumpul berempat dikamar Iskandar.

Saat kang Parno mulai menjangkiti

Momen terkonyol sekaligus menegangkan dimulai, saat asyik mendengarkan MS radio dengan cerita seputar pengalaman ghaib, temanku dari Purwokerto city si Ario sengaja memecah keheningan kami dengan membanting pintu.

Darrrr..!"

Kami semua terlonjak kaget sambil memaki panjang pendek.

"Eh, gw mau ke kamar mandi, ada yang mau ngikut nggak?", celoteh si Ario mulai keluar soknya, padahal dia mencari teman untuk ke kamar mandi. Iskandarpun menyambut ajakan Ario, mereka berdua ke kamar mandi bareng-bareng. Tinggal aku dan sohibku dari Solo si Iwan dikamar.

Saat itulah, terdengar suara gedebak-gedebuk diruangan tengah lantai dua, aku yang merasa bising mendengarnya keluar untuk menegur Ario dan Iskandar, karena aku mengira mereka berdua sengaja bikin gaduh diruang tengah. Ketika aku keluar kamar, diruangan tengah lantai atas nggak ada siapa-siapa, aku menuju kamar mandi untuk mencari keduanya, ternyata dikamar mandi atas tidak ada siapa-siapa, kosong!

Tiba-tiba bulu kudukku berdiri, tanpa menunggu perintah dari presiden republik ini, aku langsung bergegas kembali masuk ke kamar. Aku menceritakannya ke Iwan, saat itulah Iskandar dan Ario datang dari kamar mandi, langsung ku tanyai keduanya.

"Eh, kalian berdua kemana? Kok gak ada dikamar mandi?"

"Kami berdua kencing dikamar mandi bawah Rab, soalnya keran dikamar mandi atas rusak"", jawab Iskandar sambil benerin resletingnya yang sepertinya macet.

Nah lo…, aku membathin sendiri. Jadi, siapa tadi yang bergedebak-gedebuk ria diruangan tengah?

Selang beberapa hari sejak kejadian tersebut, aku selalu merasa parno jika sendirian tinggal didalam rumah kost yang cukup spooky itu. Apalagi saat itu mulai masuk musim kawin hujan, makin menambah suasana seram rumah kost tersebut, ditambah lingkungan yang sepi karena baru beberapa unit rumah saja yang berpenghuni. *gigit jari*

Siang itu, gerimis melanda kawasan perumahan Tlogosari dan sekitarnya, kebetulan hari itu hari sabtu, gak ada kelas. Kami berempat seharian dirumah, karena gerimis bertahan sampe sore hari, jadi ototmatis acara malem mingguan tidak bisa dimulai dari sore. Selepas maghrib, gerimis reda, kamipun sibuk dengan acara malam mingguan kami masing-masing. Ario yang berpacaran dengan penjaga wartel langsung take off ke TKP (Tempat Kediaman Pacar), sedangkan Iwan mudik ke Solo dalam rangka kangen dan hari senin sudah berencana balik lagi ke Semarang.

Iskandar dan aku yang sama-sama zombi (zomblo abadi), memilih jalan-jalan saja ke simpang lima. Sebagai penggemar minuman teh poci dan sesekali godain ciblek si pelayan uhuy, kami juga suka menghabiskan waktu dengan mengagumi keramaian kota Semarang dimalam hari. Maklum anak udik. *emoticon memelas*

Saat itu handphone belum merakyat, baru kalangan orang berduit saja yang memilikinya. Sebagai kaum ploretariat sejati, aku dan Iskandar berkomunikasi jarak jauh dengan Ario menggunakan telepati (yang ini ngaco).

Bersambung~