Chereads / MATER MORTIS / Chapter 3 - BAB 1

Chapter 3 - BAB 1

Rabu----Pukul 06.30 pagi

Alarm berdering. Setengah terjaga, samar-samar aku mendengar suara radio tumpang tindih dengan dering dari jam. Aku duduk sambil menguap. Memperhatikan kamar sempit dengan hiasan snowflakes kertas buatan Caspar. Ditengah-tengah kamar kusam dan jelek, hanya gantungan itu yang terlihat mewah dengan segala bentuk yang rupawan.

Aku beranjak dari tempat tidur. Kemudian keluar dan semakin jelas terdengar suara wanita menyampaikan berita dari radio.

".... perbatasan antara Milton Keynes dan Luton. Jasad dengan identitas Helena Wilson, 29 tahun ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Setengah wajah hancur dengan isi perut berhamburan. Kepolisian..... "

Suara minyak yang dipanaskan begitu nyaring dan terdengar menyakitkan ditelinga. Fokus ku teralihkan ketika mencium bau daging digoreng yang membuat air liurku hampir menetes. Aku dengan semangat melangkah ke dapur. Menghampiri Caspar yang sedang memasak.

"Selamat pagi, Caspar!" Sapa ku.

Caspar hanya melirik, sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku duduk dikursi makan yang paling dekat dengan dapur. Dengan patuh aku menatap penggorengan seakan peralatan itu telah menumbuhkan ekor lucu yang tengah bergoyang-goyang mengajak untuk bermain.Kami jarang memiliki daging untuk makan. Biasanya Caspar akan membawa sedikit daging dari berburu atau memiliki uang tambahan hasil bertarung nya di arena. Aku pernah menyelinap kesana untuk bertarung beberapa bulan lalu. Walaupun berakhir kemenangan, tetapi Caspar langsung menyeret ku pulang untuk memberikan teguran agar aku tidak mengulangi lagi. Aku masih bisa merasakan adrenalin yang ditimbulkan oleh naluri mempertahankan hidup demi beberapa lembar Pound. Mencicipi tinju dari tangan-tangan kekar pria dewasa. Menakutkan dan membuat orang ketagihan.

"Pagi juga, Rhys." Sahut Caspar. Dia mengangkat daging dari penggorengan untuk ditiriskan diatas tisu.

Aku menatap daging kecoklatan dengan semangat. Baunya tercium lebih menggiurkan dibanding ketika masih digoreng. Disandingkan dengan segelas susu coklat, aku melahap sarapan penuh kenikmatan.

Ditengah-tengah keheningan sarapan kami,, radio yang masih hidup menyiarkan berita hilangnya tiga orang pemuda sejak dua hari yang lalu. Ketiga orang itu adalah anggota aktivis pencinta alam yang sedang meneliti perkembangan flora di hutan Blaze dekat Waldorf. Terakhir mereka terlihat ketika memasuki hutan, dengan bukti ditemukannya video dokumentasi dengan durasi beberapa menit didalam kamera. Sejak saat itu mereka hilang tanpa jejak kaki.

"Akhir-akhir ini banyak orang yang hilang. Sebaiknya kamu lebih berhati-hati lagi ketika ingin keluar."

"Baik."

Caspar sedikit mengernyit. "Jangan bermain di hutan. Bawa Shio kemari untuk sementara, hingga pembunuh itu tertangkap."

"Sungguh?" Seruku. Shio, saudari kecil dari rusa yang pernah ditangkap Caspar beberapa tahun lalu. Ibunya meninggal tidak lama setelah Shio lahir akibat sebuah penyakit. Setelah itu Caspar merawat Shio hingga besar.

Shio adalah keturunan rusa merah yang jarang ada di Inggris. Tingginya dua koma tiga meter dengan berat hampir tiga ratus kilo. Ada tanduk tajam berdiri diatas kepala mirip trisula Posaidon.

" Itu pasti keren!" Kataku. " Aku bisa bermain seharian dengan Shio, lalu tidur bersama."

"Apa kau ingin merobohkan rumah ini?" Caspar menolak dengan keras. "Biarkan Shio tinggal di teras. Tidak akan ada yang mau mencuri dia dengan tubuh sebesar itu."

Yaaah.... Aku mendesah dengan keras. Memikirkan tubuh besar Shio yang bergerak aktif ditengah-tengah rumah kami, bagi ku juga hanya mengundang bencana.

Dengan sisa-sisa semangat bertemu Shio, aku membereskan peralatan makan, meluncur bagaikan peluru kedalam kamar mandi, berpakaian lalu keluar bermain.

Blok tempat tinggal ku hanya empat puluh rumah yang di isi, dengan sembilan puluh orang sebagai penghuni. Hampir seluruh rumah telah menjadi reruntuhan akibat perang sihir yang pecah di seluruh dunia seratus delapan puluh lima tahun yang lalu. Kata kakek Xiao yang tinggal disamping rumah ku, blok tempat kami tinggal dulu adalah kawasan apartemen kontemporer unik yang dirancang oleh Name Architecture. Ada juga area konservasi sangkar burung yang telah runtuh serta istana Buckingham dengan kemegahan yang dipelihara dengan baik hingga kini.

Aku berjalan menelusuri trotoar. Satu--dua satu--dua melangkah cepat sambil menghitung irama langkah kaki. Cuaca hari ini cukup cerah. Ketika aku sampai di halte bus, banyak orang dewasa yang telah berkumpul untuk ikut naik. Seorang laki-laki paruh baya mengawasi ku dengan intens. Rambut setengah botak dengan badan tinggi besar berdiri tidak jauh dariku. Aku tersenyum sambil melambaikan tangan lalu menyapanya. "Selamat pagi, Pak."

Pria itu hanya mengangguk kemudian mengalihkan pandangannya kearah bus yang baru datang dari arah selatan. Aku bersiap-siap untuk ikut naik bersama mereka. Menjaga langkah kaki tetap stabil agar tidak terjatuh oleh dorongan dari beberapa orang yang kurang sabar.

Hutan lebih hening dari biasanya. Tidak ada gerombolan anjing yang berlari bersama sang pemilik. Hewan-hewan kecil seperti pengerat juga tidak ku temui layaknya hari-hari ketika aku mengunjungi Shio. Aku masuk lebih dalam ke hutan. Semakin dalam aku melangkah, keheningan yang semakin meningkat menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ada bau aneh samar-samar tercium dari berbagai tempat. Kadang dari depan, berpindah kesamping kiri, atau kebelakang dan ke kanan ku.

Aku memberengut. Bau ini mengingatkan ku dengan daging sapi busuk yang dibuang Mr. Jackson---pemilik toserba--- dipembuangan sampah ketika kami berpapasan beberapa hari lalu. Kalau benar-benar itu daging busuk lagi yang dibuang sembarangan, aku harus melaporkan ini kepada opsir tampan penjaga hutan.

Savanah tepat berada didepan mata. Danau kecil masih memiliki air sebening kristal seperti biasanya. Tidak ada tanda-tanda anomali, hanya binatang yang jarang terlihat. Sebuah pohon oak yang berdiri disamping danau bergerak berirama dengan rumput-rumput yang tertiup angin dari selatan.

"SHIO!!" Aku berteriak untuk memanggil rusa jantan itu. Terapi setelah beberapa menit berlalu, tidak ada pergerakan sama sekali. "SHIO!!!"

Aku berlari menujutepi danau. Shio sering kali berkeliaran diujung Savanah . Mengejar tupai atau hewan kecil yang sedang mencari makan. Rusa itu akan berlari-lari sebentar sebelum kembali kebawah pohon oak. Namun kali ini, kehadiran rusa itu tidak terlihat dimana pun berada. Membuat ku merasa cemas jika dia diterkam oleh hewan karnivora ketika aku tidak berkunjung selama dua hari kemarin.

Apakah aku harus memberitahu Caspar?

Aku membuang jauh-jauh ide itu. Caspar pasti telah berangkat kerja. Jika aku memaksa menemui, akan membuang-buang waktu lebih lama lagi. Jadi aku putuskan untuk menelusuri sekitar hutan terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada bangkai rusa besar dengan tanduk eksotis.

Aku kembali ke jalan yang aku lalui tadi. Mengawasi savanah dari jauh untuk memastikan Shio memang tidak terlihat di seluruh penjuru. lalu tiba-tiba terdengar semak-semak dibelakang ku bergemerisik. suaranya terdengar berat dan penuh kekuatan. Aku menoleh dengan cepat. berdoa agar tidak menemukan binatang buas atau monster yang akan keluar dari balik semak dan menerkam ku.

Sebuah tanduk mencuat terlebih dahulu. Disusul badan besar yang tidak lazim dimiliki rusa pada umumnya. Aku mendongak,mantap mata besar yang menjulang diatas ku. Tanpa sadar, seluruh kecemasan yang ku rasakan sebelumnya sirna tak berbekas.

"SHIO!!" Seruku gembira.

Rusa itu menunduk. Moncong besarnya menggesek-gesek seluruh wajah. Mengacak-acak rambut coklat yang telah ku ikat rapi. Dia menghenyakkan diri ditanah. Membiarkan aku memeriksa seluruh tubuh, kalau-kalau ada luka akibat serangan dari predator.

"Di hutan berbahaya," kataku ketika selesai memeriksa tubuhnya. "Ada pembunuh gila yang berkeliaran. Karena itu, Caspar memperbolehkan aku membawa mu kerumah. Bukankah itu hebat?"

Shio mengangguk. Berteriak dengan suara yang terdengar mirip pelafalan kaya Shiyo. Kata Caspar, dulu suaranya tidak seperti itu. Tetapi lambat laun, itu berubah seperti itu. Kami pernah membawanya ke dokter hewan. Hasilnya tidak ada hal serius yang perlu dikhawatirkan. Jadi kamu membiarkan saja seperti itu hingga sekarang.

Ketika pertama bertemu, aku percaya Shio kamu memang istimewa.

Bau daging busuk tadi tercium lagi. Shio tiba-tiba berdiri dengan waspada, membuat ku yang bersandar pada tubuhnya terjungkal kebelakang. Aku menggerutu, namun tetap merangkak mendekati Shio. Insting hewan biasanya lebih tajam ketika menghadapi bahaya. Aku sering merasa iri, walaupun kakek Xiao sering melatih kepekaan ku dengan meninggalkan ku bermalam di hutan selama beberapa hari. Ketika disandingkan dengan Shio, aku merasa seperti bayi yang baru belajar tentang dunia.

"Apa ada predator, Shio? Atau monster?"

Shio hanya diam, tubuhnya berbalik arak kesemak-semak tempat dia keluar. Mengawasi dengan waspada. Aku merasa dua akan menyeruduk apapun yang keluar dari semak-semak didepan dengan keras. Dengan tanduk tajamnya, hewan yang diseruduk pasti akan mengalami cidera parah, atau hasil mengerikan nya langsung mati mengenaskan.