"Keluarga Valdo? Ayo ke sana," ujar Felly sambil memegangi tangannya yang masih berdarah.
"Obati dulu kali lukanya," sahut Peto.
"Pake apaan?" imbuh Arnold.
"Udah deh, yuk berangkat. Gue juga kangen sama nyokapnya Valdo," ujar Felly. Dia tidak peduli lukanya yang masih basah. Dia hanya ingin kebenaran terungkap tentang hilangnya Valdo.
Masih banyak pertanyaan tanpa jawab mengenai Frans bisa semirip itu dengan Valdo. Foto itu meski masih format I'm, dipotret dengan ponsel lawas bernomor 6600 cukup jelas menunjukkan kesamaan antara keduanya.
Apakah teori reinkarnasi itu nyata adanya?
Tentang betapa Felly menjadi budak cinta Valdo selama itu, siapa dia sebenarnya?
Dan masih banyak lagi...
"Valdo duduk sama Felly di sini," ajak Felly begitu sampai di mobil van milik Arnold & Peto. Dia mempersilakan Frans duduk di jok tengah bersama dirinya.
Frans tersenyum kikuk, dia duduk dengan canggung di sebelah Felly karena tidak enak. Dita tersenyum tipis mendengar pembicaraan itu. Pangeran kerajaan Elnorez bisa takluk dengan wanita dewasa. Dita duduk di dekat jendela, tepat belakang supir. Arnold di kursi kemudi, Peto dan Virsha di sebelahnya. Mobil van bertuliskan Arnold & Peto siap berangkat.
Di belakang dua baris kursi penumpang, ada kasur dan peralatan dapur. Mobil adalah kendaraan untuk berpergian sekaligus hidup sehari-hari. Sebagai detektif baru, mereka masih harus berkeliling untuk promosi memberitahukan kalau mereka ada di dunia kriminal. Keberadaan yang masih baru serta sambutan polisi seolah menertawakan mereka.
"Sori ya, sempit," ujar Peto.
"Nggak apa-apa, namanya juga orang banyak," Dita mengangguk pasti. Ketimbang tempat yang sempit, ia lebih memperhatikan sikap Felly.
"Kak Fel, udah jangan dilihat mulu, Frans nggak mungkin ilang," saran Dita. Tingkahnya itu seperti budak cinta. Kalau dipikir dari sisi Felly, posisinya memang sulit. Ia harus mengungkap kebenaran begitu lama, merasakan kehilangan yang amat panjang.
Sementara ia tidak bergeming, Virsha merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Bukan lantaran indigo, ia hanya merasa ketajaman naluri. Mereka melewati jalan tol sesuai petunjuk yang dikatakan Felly. Lokasi rumah Valdo agak jauh dari kota, malah lebih dekat ke pantai.
"Arnold. Tolong pelanin mobilnya," bisik Virsha tertahan agar tidak terdengar. Arnold menuruti perkataan Virsha, kakinya bergerak untuk melepas pedal gas sedikit demi sedikit, juga mobilnya sedikit bergerak ke kiri.
Tiba-tiba sebuah truk kayu besar menyalip dengan kecepatan tinggi dari belakang mereka, untung saja Arnold ke pinggir memberi jalan. Jika tidak, mereka semua akan tertabrak.
"Widih!" seru Peto.
"Gila, kita bakal ketabrak!" pekik Arnold.
"Yah, jangan dong, gue masih banyak urusan di dunia ini," pungkas Dita.
'Dita, semua akan baik-baik saja, jika ragamu musnah di dimensi manusia, kamu akan kembali ke danau,' bisikan itu terdengar di telinga Dita. Suara batin Frans, untuk menenangkan Dita.
Felly tercengang, kejadian tadi cukup membuatnya shock.
"Kita nggak apa-apa, kan?" tanyanya dengan ekspresi bingung.
"Kita masih di dunia ini, kok. Tenang aja," tukas Arnold lega.
"Thank you, Vir," ujarnya pada Virsha. Mobil van itu mulai melambat karena akan masuk gerbang tol. Tidak bisa dibayangkan jika tadi mereka tersambar truk.
Selepas tol, masih panjang lagi perjalanan untuk ke daerah rumah Valdo.
"Ini Felly gimana sih bisa ketemu Valdo? Rumah jauh gini," tanya Peto penasaran.
"Valdo kost di rumah aku, dia memang merantau dari Banten ke Jakarta," jawab Felly.
"Udah satu rumah ternyata," pungkas Dita antusias sambil menyenggol lengan Frans. Tak cuma di laut ternyata Frans punya penggemar, di darat juga.
"Frans, gue..." bisik Dita sebelum dipotong Felly.
"Sstt! Dia Valdo!" desis Felly. Dita cuma meringis karena sungkan. Mau menyanggah tapi Felly terlihat yakin kalah pria itu adalah Valdo.
Dita mengalah, dia kembali menoleh ke arah kaca jendela melihat pemandangan yang silih berganti. Mencoba mencari jawab dari tanya apa yang membuatnya sampai ke tempat ini?
Tibalah mereka di sebuah rumah pinggir jalan besar, pagar tinggi warna tosca, sebuah rumah berbentuk bangunan peninggalan Belanda.
"Ini rumah Valdo," ujar Felly.
"Sesuai petunjuk, Nona." Arnold memarkir mobilnya di pinggir yang sekiranya tidak mengganggu lalu lintas karena letak rumah itu persis di pinggir jalan utama.
Mereka bergegas keluar dari mobil menuju rumah itu, Frans berdiri di belakang Dita untuk menahan canggung. Dia sama sekali tidak ingat apapun tentang rumah itu.
Sesampainya di sana, rombongan itu dipimpin Felly mengucapkan permisi. Keluarlah ibu setengah baya menyambut Felly.
"Nak Felly, apa kabar?" ujarnya seraya memeluk Felly. Terlihat jalinan yang sudah lama terputus dihiasi kerinduan mendalam. Pasti ada hubungan baik di masa lalu antara mereka sementara yang lain hanya menjadi saksi.
"Bunda, aku bawa reinkarnasi Valdo. Wajahnya mirip banget malah cenderung sama," ujarnya.
"Reinkarnasi," gumam Virsha dengan suara lirih, nyaris tidak terdengar karena ia yakin, Frans bukan manusia. Dia adalah pangeran dari kerajaan danau. Dita menyikut Virsha, ia ingin mengungkapkan sesuatu namun saat ini sedang tidak tepat.
"Nak Valdo, sudah lama sekali," mata ibu itu berkaca-kaca. Dia hanya memandangi wajah Frans. Dia masih tidak percaya, laki-laki berbaju putih itu adalah anaknya.
"Anak-anak pejabat itu, mereka sengaja menghilangkan nyawa Valdo," rutuk bunda.
"Bu, tulang belulang Valdo ditemukan lalu aku ketemu pria ini," tunjuk Felly pada Frans.
"Maaf menyela, saya Arnold detektif investigasi yang menemukan tulang belulang di danau," Arnold memperkenalkan diri sebelum melanjutkan. "Hasil forensik masih belum pasti jadi belum bisa dipastikan kalau tulang itu adalah Valdo."
Wanita itu tidak menjawab, ia tampak sangat terluka. Rasanya kehilangan anak yang usianya saat itu masih sangat muda. Diapun memandangi Frans lalu berkata padanya.
"Kamu bukan Valdo!" serunya. Naluri seorang ibu sangat kuat, ia merasa Frans bukanlah Valdo. Dita mengiyakan dalam hati. Dia adalah saksi dari keberadaan Frans.
Felly terperanjat, ia tidak menyangka kalau tindakannya membuat bunda malah semakin sedih.
"Bunda, bukan maksud Felly..."
"Cukup!" hardik bunda marah. "Valdo hanya satu, nggak ada yang bisa gantikan!"
Bunda masuk ke dalam rumah, ia membanting pintu dengan kasar. Semuanya hanya membisu. Terlebih Arnold dan Peto, mereka hanya bekerja mengikuti perintah klien. Segala resiko mereka ambil demi mengais rezeki.
"Sorry semua," pinta Felly.
"Ke pantai aja, yuk. Biar ngga rugi bensin, sekalian jalan-jalan," ajak Dita untuk mencairkan suasana. Lainnya mengangguk setuju. Dita seolah tahu kalau Frans sudah merindukan air.
"Ayo," ujar Felly. Mereka kembali ke mobil untuk bersiap pergi ke pantai. Semesta seolah memberi petunjuk bagi mereka. Masih banyak kisah yang mereka lalui. Ibarat jalan, masih panjang untuk sampai tujuan. Teman semakin bertambah, tujuan Dita untuk membuat Tian kembali menjadi bercabang. Ia lebih penasaran dengan sosok Frans sebenarnya dan Dita di masa lalu juga tentang teori reinkarnasi jika memang benar adanya.
(masih) Bersambung . ....