Ranjang pangeran yang mewah menjadi tempat peristirahatan bagi Frans. Ia berbaring saking lelahnya setelah membagi kekuatan.
"Darren..." panggilnya lirih pada seorang pengawal istana yang biasa membantunya. Tak butuh waktu lama, yang dipanggil langsung melakukan teleportasi ke sebelah Frans.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Darren. Wajah itu, lebih pantas menjadi bangsawan ketimbang pengawal istana. it Dia dulunya adalah manusia yang diculik ratu tapi dicampakkan begitu saja setelah ratu bosan maka dia memilih untuk tetap di istana sebagai pengawal.
"Darren, tolong ambilkan ramuan di bilik kekuatan," pinta Frans.
"Baik, Yang Mulia."
Bilik kekuatan adalah ruang penyimpanan ramuan bagi pangeran Frans. Ada ahli racik ramuan yang tinggal di sana. Hanya pangeran dan pengawal terpilih yang bisa masuk ke ruangan itu.
"Untuk kekuatan hidup," pesan Frans setelah Darren berbalik. Diapun sedikit mencondongkan badan untuk mengangguk.
Selang beberapa waktu, Darren kembali membawa sebuah botol kaca berbentuk cembung dengan tutup kayu.
"Ergh," Frans merintih, ia duduk perlahan di kasur. Pandangannya blur, Darren membantunya minum ramuan itu. Cairan mulai membasahi kerongkongan Frans. Terasa hangat dan nyaman.
"Segarnya," reaksi Frans. Darren tersenyum.
"Senang bisa membantu," ujar Darren. Kekuatan Frans berangsur terisi kembali. Ramuan itu selalu ia gunakan saat kehabisan tenaga. Kesaktiannya tidak hanya dari lahir, butuh bantuan dari luar salah satunya ramuan.
Ratu dan Frans memiliki bilik sendiri untuk mengisi kekuatan. Ratu bahkan memiliki kesaktian yang jauh lebih dahsyat dari Frans. Ratu berwujud seperti manusia dengan jari kaki dan tangan berselaput agar bisa berenang di air begitupun anaknya, mereka bisa menyamar menjadi apapun.
Dunia air, hanya sedikit yang diketahui khalayak. Mereka hanya tahu mermaid dan siren padahal banyak makhluk lain di dalam air. Dunia Aquarez tidak ada yang tahu kecuali korban penculikan sang ratu. Mereka yang terlepas menandatangani noktah perjanjian untuk tidak membocorkannya ke sembarang orang. Jika sampai tersebar dan ketenangan Aquarez terusik, mereka akan terjebak selamanya tanpa menikmati kehidupan yang tenang di dalam air.
"Aku sudah baik-baik saja," ujar Frans. Dengan cepat, ia turun dari tempat tidurnya untuk segera beraktifitas seperti biasa. Ia berjalan keluar kamarnya kemudian lewat di singgasana raja Elnorez.
"Frans," panggilnya.
"Iya?" tanya Frans, ia sedikit menoleh ke arah Elnorez tanpa memberi hormat. Menurutnya, Elnorez masih terlalu dini untuk menjadi raja hanya karena dia menikah dengan sang ratu.
"Mana pemain harpa itu?" tanya Elnorez. Yang dia maksud adalah Dita dengan nama samaran Isabel.
"Dia pergi ke perairan lain untuk mencari inspirasi," karang Frans.
"Bukannya dia kekasihmu?"
"Iya maka dari itu aku membiarkannya bebas," ujar Frans.
"Panggil dia kemari, aku rindu permainan harpanya."
"Akan kucarikan pemain harpa yang lain untuk menghibur kerajaan," tawar Frans.
"Tidak, aku hanya mau gadis itu."
"Dia adalah Dita, kekasihmu di dunia manusia," Frans berterus terang agar semua masalah cepat selesai. Ia ingin tahu Tian masih mengingat Dita atau sudah lupa. Demi apa seorang pangeran bersedia melakukan ini?
Cinta?
Mungkin...
"Dita siapa?" tanya Tian. Rupanya Tian tidak mengingat Dita.
"Dia gadis yang cantik, mata sipitnya indah, pipinya bulat bagai rembulan. Dia..." Frans menggantung kalimatnya. Yang terucap tadi hanyalah gambaran rasa kagum bukan mendeskripsikan Dita agar Elnorez mengingat kembali wajah Dita dari masa lalu.
"Aku tidak ingat. Menurutku sekarang yang cantik hanya sang ratu."
"Rupanya kamu sudah dicuci otak," komentar Frans.
"Tidak, aku benar mencintainya."
Frans geli mendengar ucapan Elnorez bagai dua orang yang sedang dimabuk asmara. Mengingat ratu Oseanna sangat ahli mencuci otak seseorang. Tian hanya salah satu korban.
"Terserah. Menurutku sang ratu hanya mempermainkan dirimu. Nantinya dia akan bosan lalu membuangmu sejauh mungkin."
"Tidak mungkin," sanggah Elnorez.
"Untuk saat ini masih cinta. Besok?" tantang Frans. Elnorez tidak menjawab, dia pergi dari singgasananya. Masalah ini semakin tidak berujung. Frans nyaris putus asa untuk membiarkan semua ini berjalan begitu saja. Biar Elnorez jadi raja, biar Tian di dunia manusia musnah, biar Dita bahagia dengan dirinya sendiri. Namun semua itu ia urungkan untuk menghargai usaha Dita sampai sejauh ini. Dita tidak hanya berani melawan Oseanna, dia adalah wanita bertanggung jawab dan ikhlas. Dua melakukan semua itu tanpa mengharap imbalan. Dia rela jika pada akhirnya Tian dan dirinya tidak bisa bersama. Dia mencintai Tian dengan tulus, bukan Frans.
*****
Tian masih belum bisa mengingat Dita. Entah bagaimana prosesnya. Ternyata ada suatu kekuatan yang mampu membuatnya lupa akan orang yang paling dia cintai yaitu Dita. Ia masih belum mendapat bayang masa lalu tentang gadis sipit itu meski sekarang mereka sering bertemu.
Tian masih tidak memiliki bayangan baik di keseharian ataupun cermin. Perlahan dirinya mulai terbiasa. Ia merahasiakan ini semampunya agar tidak ada yang menyadari. Dirinya bukan setan, vampir, atau makhluk sejenis. Satu yang ia percaya. Tian adalah Tian yang dulu. Ia lupa akan negeri Aquarez. Sebuah dimensi tak kasat mata di dalam air.
"Tian, ada yang cari."
Suara mama Tian terdengar dari balik pintu. Ia mengangguk malas lalu berjalan ke depan. Sesampainya di sana betapa terkejutnya saat melihat Luna di teras.
"Kamu?" tanya Tian.
"Hai!" ujar Luna sok akrab.
"Kenapa bisa tahu rumahku?" tanya Tian.
"Aku saat itu ngikutin kamu karena penasaran banget kamu sebenarnya siapa? Vampir? Kok bisa ngga punya bayangan?" cecarnya. Mata Tian melotot, ia menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.
"Sstt.." Tian mengingatkan. Luna garuk-garuk kepala. Sering kali ia berbicara dengan keras hingga keceplosan.
"Sorry, ini gue kembalikan fotonya. Mungkin lo mau lihat."
Luna menyodorkan handphonenya, benar saja, dia melihat dirinya tanpa bayang tertinggal di jalan.
"Aku juga nggak ngerti kenapa bisa terjadi?" keluh Tian.
"Tempo hari kamu pucat, sekarang udah kelihatan seger," ujar Luna.
"Banyak hal terjadi, kamu nggak perlu tahu."
Tian terdiam, dia masih terpaku pada dirinya yang masih bingung akan keadaan. Sekarang semua berubah, hanya ada Tian yang seperti kehilangan jati diri. Iapun mempersilakan Luna duduk.
"Aku ke sini mau minta izin karena aku mau bikin konten webvideo tentang diri kamu yaitu Manusia tanpa bayangan," pinta Luna. "Ngga masalah jika kamu ingin honor. Nanti aku kasih," ujar Luna.
"Bukan begitu, aku hanya ingin privasi terjaga."
"Wajahmu nanti aku akan blur," bujuk Luna. Tian masih merasa berat, ia ingin semua rahasia itu terjaga. Namun semua terlanjur basah karena mata jeli Luna sudah menyaksikan semuanya. Untung saja Luna masih mau minta izin, tidak lantas mengincar video banyak penonton tapi mencemari privasi Tian.
"Aku..." Tian menggantung kalimatnya. Biji matanya melirik ke atas. Ia masih berpikir sejenak tentang konten webvideo milik Luna.
Kira-kira Tian mau nggak, ya?
Bersambung...