Kirana terdiam di sudut ruang. Duduk seraya mengangkat kaki ke atas sofa. Sudah hampir satu jam lamanya ia terdiam sembari menahan sesak dalam dada. Telinganya sudah coba menuli, tetapi tak mampu untuk membiarkan suara tangis pilu beserta teriakan mengerikan tidak mengetuk gendang telinganya.
"Sudah, ya, jangan nangis lagi."
Kirana memberanikan diri untuk mendongak. Ia baru tahu bahwa Rintik masih memiliki adik, iya, adik tiri lebih tepatnya. Entah, Kirana kesulitan memahami silsilah keluarga ini saking rumitnya.
"Mereka jahat, Kak," adu salah satu adik Rintik yang paling kecil.
"Mereka bukan jahat, Sayang. Mereka hanya menunjukkan kasih sayangnya, tetapi dengan cara yang berbeda," jelas Rintik berusaha memberi pengertian bocah kecil yang dituntut dewasa oleh keadaan.
Kirana tidak tahu mengapa Rintik bisa berani meninggalkan kedua adiknya, padahal tahu bahwa cara didik kedua orang tuanya amat keras jika tengah berada dalam satu rumah.
"Ki, kamu bisa pulang dulu kalau mau."
