Sebuah tempat yang dijanjikan pada akhirnya didatangi. Jauh dari peradaban yang sesungguhnya. Entah berada di tempat mana, tetap hanya pasrah yang bisa dilakukan.
Tempat yang penuh dengan batu nisan dan gundukan pusara yang begitu mengingatkan manusia perihal kematian.
"Ma, mengapa membawaku kemari?" tanya Kirana yang sempat menepuk wajahnya secara kasar untuk beberapa kali.
Perkiraan Kirana hanyalah mimpi, tetapi rasanya sakit saat ia menepuk dan menampar pipinya sendiri.
Pertanyaannya sederhana, mengapa Anindya bisa berkomunikasi dengan Karin, sedangkan Kirana tidak bisa karena nomornya telah diblokir sejak lama.
Namun, Anindya membuatnya rumit serta berbelit. Mengajak Kirana berjalan melewati gang-gang perumahan berdasar tanah dan hanya dihuni seorangan saja dalam setiap rumahnya.
"Kamu akan tahu setelah kamu mengikuti Mama, Nak," jawab Anindya.
Anindya masih terus berjalan hingga pada sebuah tempat paling pojok yang suasananya cukup gelap.
