Chereads / Sahabatku Mencintai Kekasihku / Chapter 9 - Bab 9 Tentang Masa Lalu

Chapter 9 - Bab 9 Tentang Masa Lalu

"Dito itu anak tante Lidya," jawabku atas pertanyaan Andra tentang Dito.

"Jadi hubungannya denganmu apa?" Andra masih belum puas dengan jawabanku.

"Aku pernah berpacaran dengannya. Tapi sekarang dia sedang melanjutkan pendidikannya di Belanda," jelasku.

"Mantan pacar maksudnya?" tanya Andra memperjelas pernyataanku.

"Ya … bisa dibilang begitulah." Aku memperjelas pernyataanku. Aku tidak bisa menjelaskan secara detailnya kepada Andra. Yang pasti memang Dito dari awal memintaku untuk bersama laki-laki lain saja dan menganggap hubungan kami sudah berakhir.

"Terus Kamu masih ada rasa sama dia?" Andra kembali bertanya.

"Hmmm … entahlah, mungkin lebih tepatnya berproses untuk sepenuhnya melupakannya." Aku mencoba jujur padanya.

"Jadi ceritanya Kamu masih belum move on nih?" sindirnya.

"Sudah kok, kalau belum move on ngapain juga Aku memberimu kesempatan?" tanggapku.

"Ya kali Kamu cuma mau mempermainkan perasaanku saja," jawab Andra.

"Mana mungkin Aku setega itu, Ndra. Kalau pun Aku berniat mempermainkan perasaanmu, lebih baik dari awal Aku terima saja cowok lain yang mencoba mendekatiku. Biar Aku manfaatin mereka sekalian," ungkapku.

"Iya iya, maaf. Aku hanya sedikit cemburu saja. Karena dia sudah berhasil mendapatkan hatimu seutuhnya, sementara Aku hanya sebagian hatimu saja yang baru berhasil Aku dapatkan hingga saat ini," ungkap Andra.

"Pulang yuk, sudah malam nih!" ajakku.

"Oh iya, ternyata sudah jam setengah 10 saja. Gawat nanti kalau gerbang sudah di kunci. Kita enggak bisa masuk lagi," kata Andra yang baru tersadar bahwa waktu sudah mulai larut malam.

"Nah iyakan, makannya ayo buruan. Tapi nanti jangan ngebut ya di jalannya," pintaku.

"Siap, Bos! Demi kenyamanan dan keselamatan bersama," ucap Andra.

Kami pun segera bergegas kembali ke asrama. Di perjalanan, Andra bercerita tentang hubungannya dengan Dion. "Aku sudah enggak sekamar dengan Dion sejak hari itu dia mengetahui tentang hubungan kita."

"Serius? Jadi dia masih marah dong sama kita?" tanyaku.

"Kayaknya sih gitu. Dia itu kalau sudah marah sampai ngalahin cewek," kata Andra.

"Iya juga sih ya. Masak cowok demen ngambek gitu," tambahku.

"Ya seperti itulah dia. Nanti juga kalau dibiarin bakalan sembuh sendiri," ucap Andra.

"Memangnya sakit, kok dibilang bakalan sembuh sendiri? Tapi Aku kasihan sama Nada. Dia sepertinya masih berharap bisa dekat dengan Dion," ungkapku.

"Sepertinya sih memang Nada masih berharap. Tapi Aku juga heran lo. Si Nada kan banyak yang naksir juga tuh, tapi kenapa masih berharap sama Dion sih? Apa coba bagusnya Dion ini?" kata Andra yang sedang bingung karena sikap Nada yang tergila-gila pada Dion.

"Entahlah, Nada memang tidak mudah di tebak. Bisa dibilang untuk hal asmara, seleranya agak unik. Tapi sebagai teman yang baik, selama pilihannya tepat dan orangnya memang baik, Aku akan mendukung sepenuhnya," ungkapku.

"Uluh … uluh … baik banget sih, Neng. Sudah baik, pinter, sholehah, ... pacar siapa nih?" canda Andra.

"Calon pacar Kamu, bukan? Ups …." Aku mencoba mengimbangi guyonannya.

Akhirnya sampai juga kami di asrama. Ketika kami memasuki asrama, Dion ada di taman dekat pintu masuk. "Wah, ada yang baru balik dari pacaran nih!" sindirnya.

"Ngomong apaan sih, kayak bocah saja main sindir-sindiran. Kalau iri bilang saja, Bos! Enggak usah pakai nyindir-nyindir segala," balas Andra.

"Santai, Bro. Begitu saja marah! Sudah, nikmati saja kebersamaanmu dengan sang pujaan hatimu itu!" celetuk Dion.

Andra tidak menanggapinya lagi, karena takut malah akan terbawa emosi. Aku pun mencegahnya untuk itu. Kutarik tangan Andra agar bisa segera masuk ke asrama. Motornya sudah di parkir di tepat biasanya. Kami terus berjalan, menjauh dari tempat Dion bersama teman-temannya. Hingga akhirnya kami harus berpisah ke asrama masing-masing.

Aku berpesan padanya, "Sabar ya, dia mungkin hanya masih emosi saja, makannya bersikap seperti itu. Meskipun begitu, dia masih sahabatmu. Suatu saat dia pasti akan kembali seperti dulu lagi."

"Iya, terima kasih sudah mengingatkan dan meredam emosiku tadi. Kalau tidak ada Kamu, mungkin aku akan kelepasan dan memukul wajah Dion di depan anak-anak lain," kata Andra.

"Eh, enggak boleh begitu! Bagaimana kalau nanti Kamu malah diusir dari asrama atau dicabut beasiswa yang Kamu terima?" Aku mencoba mengingatkannya.

"Iya juga ya, baru kepikiran. Untung ada Kamu, Yum," ungkap Andra.

Setibanya di kamar, Nada terlihat sedang murung. Kuamati dia, ternyata dirinya baru saja menangis. Terlihat dari matanya yang masih sembab. "Nad, Kamu kenapa? Apa lagi ada masalah?" tanyaku kepada Nada.

"Enggak, Aku enggap apa-apa kok!" jawab Nada tidak ingin terbuka kepadaku. Aku tidak ingin bertanya lebih jauh kepadanya. Karena aku tahu bahwa dia sedang enggan bercerita.

Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidurku. Seperti biasanya, sebelum kupejamkan mataku, aku membuka ponselku untuk melihat apakah ada pesan masuk atau tidak. Ternyata benar, ada pesan dari Andra. "Yum, Kamu baik-baik saja?" tanya Andra kepadaku.

Aku merasa heran, kenapa Andra bertanya demikian. Karena seharusnya pertanyaan itu aku ajukan kepadanya, karena sikap Dion yang masih ketus terhadapnya. "Iya Aku baik-baik saja kok," jawabku.

"Syukurlah kalau begitu. Karena Aku tadi melihat Nada di dekat gerbang masuk asrama ketika Dion menyindir kita," ungkap Andra.

"Hah, serius? Aku enggak lihat ada Nada di sana. Pantas saja dia terlihat habis menangis di kamar. Ketika Aku bertanya dia kenapa, dia tidak menjawabnya," ungkapku.

"Sudah kuduga, Kamu pasti tidak melihatnya. Sebenarnya Aku pun ragu bahwa yang tadi kulihat adalah dia, tapi ternyata dugaanku malah benar," kata Andra.

"Duh, harus bersikap bagaimana ya Aku kepadanya. Walaupun terlihat tegar, tapi Aku yakin bahwa dia pasti sedang rapuh saat ini. Bahkan mungkin sedang berkecil hati," ungkapku.

"Ya sudah tidak perlu dipikir berlebihan. Lagi pula, dia juga tidak ingin Kamu mengetahui bahwa dia tahu kejadian di dekat pintu gerbang tadi. Dia juga pasti paham bahwa Kamu tidak ada niatan untuk merebut Dion darinya. Karena memang Dionnya yang menyukaimu sendiri," jelas Andra mencoba menenangkanku.

"Baiklah, mungkin memang dia butuh waktu untuk mencerna semua yang telah terjadi. Dan dia juga perlu berpikir ulang jika tetap ingin mendekati Dion. Mengingat sikap Dion yang masih seperti itu terhadapat kita," ungkapku.

"Yang penting hubunganmu dengan Nada tidak terganggu. Dia cukup dewasa untuk menyikapi apa yang telah terjadi. Tidak seperti Dion yang masih bersikap kekanak-kanakan." Andra berusaha menyemangatiku.

"Terima kasih ya, telah memberitahuku tentang hal ini. Kalau Kamu tidak memberitahuku, Aku tidak akan tahu alasan apa yang membuat Nada menangis. Dan terima kasih juga atas semangat yang Kamu berikan malam ini. Sudah yuk tidur! Besok ada kelas pagi nih!" ajakku.

"Oke, selamat malam. Mimpi indah ya!" ucap Andra.

"Selamat malam juga. Jangan lupa mimpiin Aku ya, hehehe …," candaku.