Chereads / The Mistake (balas dendam) / Chapter 17 - 17 Jangan Remehkan Seseorang

Chapter 17 - 17 Jangan Remehkan Seseorang

Lyra memainkan lidah dalam mulut. Sebegitu takutnya sang kakak ia rebut perhatian suaminya?

Walau udah dandan, Lyra masihlah Lyra si jelek. Kakak jauh didepan kok. Ingat Yamaha, eh, sebut merk. Gak apa-apa, yang penting tujuan dan maksud pembicaraan tercapai. Nah, soal merk, yang slogannya selalu didepan lho.

Lyra yang remahan rengginang gak usah ditakutin kok. Santuy aja.

Sepanjang perjalanan Lyra tak absen geleng kepala, tak habis pikir. Kak Jane terlihat kukuh jangan sampai Lyra ke kantor. Namun bukan Lyra namanya gak bisa terobos. Orang itu cepat tanggap.

Sekali terobos mah gini. Ya mau gimana, Lyra berhasil keluar sebagai pemenang.

Untung gak dijambak.

Masih keduluan Lyra sampai soalnya.

Sayangnya sekarang macet dibagian resepsionis. Alhasil Jane langsung tarik tangan Lyra menuju ke salah satu toilet. Mau ngapain tuh, mau jambak-jambakan ya!?

Ayo, Lyra siap kok. Dia bukan orang bodoh nan lugu yang diam aja diperlakukan tak adil. Mumpung bisa lawan.

Ngapain diam kayak patung!?

"Kak, gini, aku bukan perempuan murahan plus bodoh yang bisa kakak perlakukan seenaknya."

Wajah marah Jane terlihat. Sudah merah saking sulit tahan gejolak ngamuk. Lyra ngomong santai?

Oh God, tak sadar diri.

Sambil natap lurus Lyra ia pun berucap. Tangan sudah siap kasih pelajaran hidup ke sang adik. Ayo baku hantam.

"Terus kamu mau apa, balas dendam? C'mon Lyra, kamu udah dapat hoky dengan nikah sama Martin. Bisa gak, biarin kami hidup tenang?"

Ouh, jadi keberadaan Lyra pun udah buat hidup mereka gak tenang. Maksudnya terutama kak Jane. Kalau gitu gak harus repot-repot balas dendam dong. Toh udah buat gak tenang lahir batin. Semacam Lyra itu hantu penasaran yang ingin balas semua hal buruk yang menimpanya.

"Kak, Kakak gak sayang ke Lyra?"

Jane terpaku. Lyra yang sok kuat tadi langsung nangis. Eh, dia gak ngapa-ngapain kok, itu air mata kapan keluar?

Main ngelongsor aja.

Berdehem, angkat dagu dan busung dada. Jane lihat sang adik sok besar. Tahu scene nonya yang lagi marahin asisten rumah, nah begitulah.

Mirip. Cuman bedanya Jane gak berkacak pinggang, scene tersebut ia ganti dengan tatap tajam.

"Aku cinta ke Denes. Kalau disuruh milih, ya jelas aku lebih ke Deneslah. Kamu adik, bukan orang yang akan kasih aku keturunan, harta, dan masa depan. Setiap orang membentuk koloni baru, tidak tetap di tempat awal yang sudah lapuk. Aku perempuan Lyra, kamu juga gitu. Kalau kamu benar-benar adik, harusnya gak ganggu family kakak kamu dong."

Dalam relung hati yang terdalam, Lyra tengah menggerutu. Tega banget sih kakaknya. Tak berperikemanusiaan. Lyra memang gak bisa kasih keturunan, senang, harta, apalagi koloni baru yang sang kakak mau.

Tapi kan dia adik. Kasih sayang berimbang dong. Masa sih timpang sebelah buat suami. Jangan-jangan udah gak mikirin ayah sama ibu mereka. Cih, dasar kacang lupa kulitnya.

Apa saat besar harus terpisah, oleh sebab buat habitat baru. Yang ada keluarga itu makin harmonis, bukan saling benci terlebih bersaing siapa yang lebih sukses.

Memang ya, hidup buat orang ingin nonjol dari yang lain.

Abai ke hal yang sempat Lyra pikir soal keluarga, harmonis dan kebahagiaan, Lyra balas tatapan tajam sang kakak. Gak bisa dibiarin!

"Buat dia minta maaf ke aku. Kalau salah kan harus minta maaf, Kak. Ibu dan Ayah ngajarin gitu. Kalau udah, aku gak baka nuntut Kakak apa-apa lagi. Kita hidup terpisah, biar Kakak mau gimana. Kita putus hubungan," ujar Lyra.

Sesederhana itu?

It's impossible.

Tapi, setelah yang Jane bilang, alasan untuk bertahan sudah minggat. Lenyap!

Tak ada yang bisa Lyra harapkan dari sang kakak. Hati, otak dan pikiran udah buntu oleh cinta ke orang lain. Buta.

Alis Jane mengerut. Minta maaf?

Yang benar saja!?

Beberapa saat kemudian orang tersebut berpikir, lantas tak lama setelah itu Jane pun mengangguk.

"Aku gak janji. Sifat Denes gak sesederhana kelihatannya. Dia itu kejam, keras dan beringas. Tahu batu, nah itulah dia. Jangan terlalu berharap banyak."

Lyra paham, kalau gak ngaku salah mah mana mau minta maaf. Terlebih Lyra langsung main kasar, secara otomatis Denes makin benci ke dia.

"Sudah sampai sini lho Kak. Kita nyamperin orang-orang itu yuk."

Jane melotot, jelas ia tak setuju terhadap ajakan Lyra. Ia bela-belain kesini buat nyegah sang adik bukan keterusan.

Jane menggeleng cepat. Harus bawa Lyra pergi dari tempat itu!

"Gak, ayo pulang. Daripada nemuin mereka mending ke rumah Kakak."

Jujur, Jane gak mau suaminya lihat penampilan Lyra. Orang itu berubah total. Cantik!

Sial banget deh pokoknya.

"Ih Kak, pokoknya harus ikut aku!"

Jane tak berkutik saat sang adik meraih tangan setelah itu menariknya. Kuat!

Ini anak gak punya sopan santun. Jane kakak lho. Sepanjang perjalanan Jane berontak, namun bukan Lyra namanya kalau gak bisa bawa Jane ikut.

Mumpung urusan resepsionis udah kelar. Lyra mah langsung terobos.

Lyra terpaku lihat ruangan mewah. Tadi saat baru sampai pun gitu. Berhenti sebentar untuk sekedar mengagumi gedung elit yang tertangkap indera penglihatannya.

Duar.

Ibarat tersambar petir disiang bolong, Lyra terpaku lihat kakak ipar tengah bercumbu dengan seorang perempuan hot. Sebelas dua belas sama si pacar Martin. Cantik, sexy, dan buat tubuh panas dingin.

Eits bukan demam ya.

Lyra yang ngeh pun refleks tutup mata sang kakak. Ini belum nyampai ke ruangan kerja Martin, baru hampir. Depan, nah begitu.

Terlambat, walau Lyra nutup mata jane, bagaimanapun sudah terlanjur kelihatan kok.

Gak malu apa skinship dekat lorong yang sebenarnya masih terbuka!?

Lyra tak habis pikir!

Oh Tuhan...

"Aku bantu labrak, udah kesel nih," ujar Lyra menggebu-gebu.

Ia sudah siap-siap untuk pukul kepala Denes. Teringat dulu first kiss diambil oleh orang biadab itu.

"Gak usah."

Persis gerakan slow motion, Lyra sampai mengangga dengar penuturan sang kakak. Masih sehat gak sih!?

Denes kasih makan apa kak Jane-nya Lyra!?

Jangan-jangan kena pelet lagi!

"Why?"

Masih tahan, nanti aja ngamuk. Pokoknya Lyra gak bakal labrak kalau bukan sama kakaknya!

Itu otak kak Jane sudah beku!?

"Udah, aku gak apa-apa kok, serius. Pas nyampai rumah baru aku marah. Disini ada banyak orang kantor, gak boleh buat keributan."

Cih, masih mikirin pencitraan. Ya udah, Lyra harus cari jalan lain. Pokoknya orang brengsek itu harus dikasih pelajaran.

Udah tahu di kantor dan tempat terbuka, malah bercumbu panas lagi. Pantas untuk dilabrak!

Ayo, Lyra sudah gak tahan!

Ia harus lakukan sesuatu terlepas mau apapun yang terjadi. Denes big crazy!

*****