"Aku sendirian aja kalau gitu. Gimana, seperti yang Kakak bilang, sekarang di kantor. Mana kelihatan lagi, untung kita yang pergokin, kalau orang lain udah difoto."
Lyra menaik turunkan alisnya, gak puas saat kakaknya bertingah bak orang bodoh gini. Bikin gemas kepengen nampol. Siapa tahu, waras tuh otaknya.
"Jangan."
"Kakakku yang cantik. Mau ditindas atau lawan? Banyak kok orang yang lebih baik buat Kakak. Daripada si brengsek itu."
Urat leher Lyra timbul. Sekarang sang kakak terlihat iya-iya aja diginiin!?
Tak memikirkan soal kakak yang terus mencegah, Lyra pun langsung menghampiri si orang brengsek Denes, ingin ia pelintir lehernya!
"Ehem."
Dua insan tersebut beralih ke Lyra. Say goodbye to kiss hot. Tangan si perempuan yang semula meremas kuat dada bidang Denes pun terhenti.
Kesal gak aktivitas panasnya dihancurin Lyra!?
Orang itu menatap jijik kancing baju presdir Alkhair Corp yang terbuka tersebut. Gak mikir soal kakaknya apa!?
"Gak tahu malu. Ingat tempat, istri, sama keluarga dong. Untung gak aku fotoin," seloroh Lyra.
"Lyra?"
Ck, Lyra sangat ingin berdecak. Si 'itu' kok sama aja sih dengan sang kakak yang habis lihat hantu?
Gak percaya banget Lyra bisa berubah.
Emang dia cantik banget...?
Sampai gak dikenal gitu?
Jane tiba tepat disamping Lyra. Pandangan orang tersebut nanar.
"Jane? Aish sial!" Denes berteriak.
Ceklek.
Cilup ba, Arsy keluar bersamaaan lihat hal yang tak layak dipandang. Jane nangis dan Lyra yang mencak-mencak. Sudah siap ngamuk!
"Ada apa, Arsy?"
Nah itu Martin. Akan bagaimanakah orang-orang tersebut...?
***
Lyra menatap jijik. Harusnya saat ini mereka perang?
Bukannya malah berunding bak meja bundar. Apa sih yang ada dalam pikiran Arsy?
Ini anak terlalu baik atau gimana?
Padahal emosi Lyra usah nyampai ubun-ubun. Tinggal keluar kan tamat. Sesuatu yang ditahan buat greget. Gak enak.
"Mr Alkhair. Ada yang ingin Anda sampaikan sebelum kami hakimi?"
Lyra yang sebelumnya mencak-mencak berubah bingung. Ini anak kok jadi jaksa agung?
Itu, si Arsy, lho.
Lebih baik orang tersebut masuk dunia hukum ketimbang pegawai multifungsi, kang tampan. Kasihan juga gak di anggap tuannya. Padahal dari perawakan terlihat pintar. Masa sih gak tertarik ngelawan?
Minimal cari keadilanlah.
Si empu yang ditanya menatap lurus. Setelah mendengus orang itu pun berucap.
Hey, yang harusnya marah adalah Jane, Lyra dan Jinan Corp. Buat hal tak senonoh di perusahannya. Orang yang jadi pasangan orang itu ternyata adalah sekretaris Denes.
"Ini tak seperti yang kalian pikir. Sekretaris itu yang salah, dia menggodaku."
"Dan kau mau-mau aja digoda. Kan bisa ngelak," celutuk Lyra.
Sedangkan Jane natap datar. Haruskah ia terjebak situasi begitu?
Dasar!
Denes langsung lihat Lyra yang ngangkat sebelah alis. Sebuah tatapan nyalang. Siapa yang salah, orang itu tak sadar diri.
Masih ada muka natap nyalang ke Lyra?
Cih. Udah putus urat malu.
"Sudah ku bilang aku gak salah, jaga mulutmu. Tanya ke Jane, dia anggap aku salah atau gak."
Martin sontak tersenyum. Ia tahu jawaban Jane. Apalagi kalau bukan bela mati-matian sang suami?
Denes adalah orang licik. Orang yang berada di wilayah kekuasaannya harus ikut peraturan yang ia buat, termasuk harga diri.
"Aku tak menyalahkan Denes, biar ku kasih peringatan ke sekretarisnya agar gak macam-macam. Ini soal rumah tangga kami, tolong jangan ikut campur."
Tuh dengar?
Lyra melongo. Fiks, kakaknya dipelet. Kena guna-guna pemikat perempuan sampai goblok mendekati tak waras. Lyra tahu benar bagaimana sikap sang kakak. Gimana malah jadi doggy penurut coba?
Sifat aja keras mirip batu.
Arsy meringis walau hanya sebatas ia sendiri yang dengar. Ia tak bisa bersikap sesuai yang ia pikir.
Suami selingkuh kok dibela?
Apa 'aku hanya punya hati' alasannya?
Makan hati terus dong kalau gitu.
Setelah perdebatan cukup panas, akhirnya Lyra ngalah. Itupun sebab Martin melotot padanya. Kasih isyarat biar diam.
Damn. Sekarang malah Lyra yang mati kutu. Dekat sang suami langsung kalah total. Nasib banget sih.
Sampai kepergian sang kakak, Lyra terlihat kesal. Ia mau ngamuk, ke siapa biar puas?
"Arsy, aku ingin bicara denganmu."
"Ehem."
Belum juga selesai ngomong, Martin udah main kode keras. Mau tak mau Lyra iyain.
Ngalah dua kali. Kurang apa coba?
Arsy disuruh meninggalkan Martin dan Lyra.
"Aku mau ngomong soal Kak Jane. Janji gak macem-macem. Daripada sama si brengsek itu lebih baik Kakak sama Arsy. Itu anak masih jomblo kan. Kasihan tahu, kamu jadiin kaki tangan terus. Dia gak dapat pasangan hidup, memangnya kamu mau tanggung jawab?"
Entah darimana asal pemikiran Lyra. Yang jelas ia gak mau sang kakak gitu terus. Ia aja miris apalagi kak Jane.
Sayang udah terikat, makanya kayak orang dungu.
"Arsy selektif, mana mau dia barang bekas."
Lyra tersinggung lahir batin. Kak Jane disebut barang bekas?
Dasar!
Sambil mencak-mencak Lyra natap Martin ganas.
"Jaga mulut kamu. Kakakku orang baik, banyak kok janda hot. Tahu istilah janda kembang, nah kak Jane janda taman bunga." Lyra nyolot, pokoknya dia gak terima!
Kalau tak setuju ya beginilah, Lyra akan mempertahankan isi pikirannya sampai air liur kering.
Otak beku pun siap debat. Pagi apalagi. Tahan banting pokoknya.
"Bunga layu," koreksi Martin. Ia jengah oleh sikap sang istri.
Orang itu masih respek ke Jane setelah perbuatan buruknya. Kalau begini siapa yang goblok?
Lyra mendekat ke Martin. Tangan bergelayut manja seperti donky yang bergantungan dari satu dahan ke dahan yang lain.
Bedanya yang ini cuman satu, yaitu lengan presdir tampan yang tengah menatap kesal.
"Mau layu atau gak, aku tetap mau rekomendasiin kak Jane. Siapa tahu Arsy tertarik. Kita kan benci ke Denes. Nah, bagus lho ambil kak Jane dari dia. Biar dia dapat karma, aku tenang, kamu senang dan kita menang. Bukankah gitu?"
Martin terlihat berpikir soal yang Lyra bilang. Kalau dipikir-pikir benar juga sih. Kenapa gak kepikiran?
Terdengar menarik.
Bagus tuh kalau dipraktikin.
Siapa tahu manjur.
"Kamu yakin? Ku pikir itu berikisiko. Secara tak langsung kau mengorbankan Arsy."
Sekarang giliran Lyra yang bungkam. Benar, tuh kan jadi serba salah. Ia harus apa?
Lyra bukan orang yang tegaan soalnya. Si ganteng gak boleh jadi korban.
Ya udah, mau gimana lagi?
"Maaf, aku kasihan ke Kakak. Dia kena guna-guna tuh, makanya tunduk."
"Dia diancam atau buat perjanjian. Hidupnya pasti tak tenang," ujar Martin.
Sungguh, rasanya Lyra kepengen nangis. Hidup sang kakak pasti sulit. Ia gak bisa bantu?
Ia teringin lakukan sesuatu, entah apapun itu, yang penting ia ingin. Tolong bantulah. Tak harus jahat dibalas jahat kan?
Lyra masihlah orang polos baik lho.
Lihat saja yang terjadi kedepannya. Lyra dan Martin Jinan.
*****