Chereads / Cruel Of Love / Chapter 4 - Stalker

Chapter 4 - Stalker

Amelia menatap kosong langit-langit kamarnya, mengingat kembali pembicaraannya siang tadi. Ditatapnya wajah Robi yang sudah terlelap, membuatnya semakin merasa bersalah.

Apa yang harus aku lakukan?—batinnya.

Amelia berjalan ke luar kamar, dia harus membuat keputusan secepat mungkin sampai semuanya semakin berantakan.

Perutnya yang rata akan segera membesar karena ada janin yang terus berkembang, selagi itu belum terjadi, dia harus membuat sandiwara seolah itu adalah anak dari Robi—suaminya.

"Halo ...," sapanya dengan sedikit berbisik.

"Halo, Baby. Apa kamu sudah pikirkan kembali?"

"Apa kamu sungguh-sungguh akan membantuku?"

"Tentu, asal kamu penuhi syarat dariku. Bukankah aku selalu membantu?"

Sebenarnya Amelia ragu, tapi dia tidak akan tahu jika belum memulainya. Bukan saatnya mundur, selagi ada kesempatan tidak boleh disia-siakan—pikirnya.

"Oke, aku terima ...."

"Ha ha ha, nah ... begitu, dong. Aku tunggu kamu di hotel kenanga. Jangan terlambat, aku tak mau menunggu terlalu lama."

"Ya, aku akan datang."

"Pakailah baju yang kubelikan terakhir kali, rasanya itu akan terlihat seksi jika kamu pakai nanti."

"Ya, nanti aku pakai."

"Bye-bye, Honey ... Love you."

"Love you too ...."

Tidak akan ada yang bisa kembali jika sudah terjebak dalam lingkaran perselingkuhan, apalagi ada benih yang sudah tertanam di rahim Amelia.

Amelia tidak menampik bahwa dia juga menikmatinya, tapi justru kini dirinya sendiri yang kelimpungan karena semuanya sudah terlanjut terjadi.

Amelia kembali menuju kamarnya, lalu kembali tidur di samping suaminya yang masih terlelap.

Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tapi semuanya sudah terlanjur terjadi. Dia sendiri sadar bahwa dirinya terlalu egois karena tidak mau merugi.

"Maafkan aku, Mas ...," lirihnya.

***

"Bagaimana kalau kita coba ke Dokter hari ini, Mel?"

Amelia yang sedang minum sampai tersedak saking kagetnya. "Nanti saja, Mas."

"Lebih cepat lebih baik, Mel."

Amelia mencoba mencari alasan, setidaknya untuk mengulur waktu agar Robi mengurungkan niatnya mengajak pergi memeriksakan diri.

"A-aku sebenarnya sedang ikut pijat alternatif, Mas."

"Loh ... kenapa kamu enggak cerita sama Mas?"

"Aku pijat sebelum Mas pulang, jadi saat Mas sudah pulang, aku sudah siap."

"Tapi 'kan tidak ada salahnya mencoba cara medis, Mel."

"Emh ... apa tidak bisa kita coba bulan ini saja untuk menunggu, Mas? Kalau tidak berhasil juga, kita ke Dokter."

Sejujurnya Robi ingin segera memeriksakan diri, tapi dia tak kuasa memaksa Amelia jika memang istrinya itu bilang demikian.

"Oke, kita tunggu sampai bulan ini. Semoga saja berhasil."

"Semoga, Mas ...."

Robi melanjutkan sarapannya, dia harus kembali memeriksa hasil pekerjaannya di kantor. Berat sebenarnya meninggalkan Amelia, tapi dia tidak ada pilihan lain karena sudah jadi kewajibannya sebagai pemimpin perusahaan.

"Mas mampir ke kantor dulu, ya."

"Ya, Mas. Enggak apa-apa."

"Atau kamu mau ikut saja? Mas sebentar, kok. Setelah selesai, kita nonton atau Shopping, gimana?"

Amelia berpikir sejenak. Sebenarnya dia malas bepergian, apalagi dia sedang memikirkan banyak hal terutama tentang janin yang dikandungnya. Namun berdiam diri di rumah membuatnya malah semakin jenuh, siapa tahu dengan sedikit berjalan-jalan akan memperbaiki mood-nya.

"Boleh, Mas. Aku ganti pakaian dulu."

Amelia bergegas menuju kamarnya, berganti pakaian agak longgar dan memoles sedikit make-upnya agar terlihat lebih segar.

Robi begitu terpana melihat betapa cantik istrinya, meski tak memakai pakaian seksi seperti kebanyakan wanita di luar sana, menurutnya tak ada yang bisa menandingi aura kecantikan Amelia.

***

Sesuai janji Robi, setelah pekerjaannya selesai, dia mengajak Amelia pergi ke pusat perbelanjaan. Sebenarnya Amelia tak berminat membeli sesuatu, toh semuanya sudah dia miliki.

"Mau Shopping dulu?"

Amelia menggeleng. "Enggak ah, Mas. Aku lagi enggak berminat."

"Lalu kamu mau apa? Kalau makan siang ... " Robi melihat arlojinya. "Masih terlalu pagi."

"Jalan-jalan aja, Mas ... cuci mata."

"As your wish, Honey."

Amelia ingin mengenang masa-masa di mana dia hanya bisa berjalan-jalan mengelilingi Mall ketika hidupnya susah, dengan itu saja sudah menghiburnya kala itu.

Melihat aneka baju, tas dan sepatu yang selalu jadi impiannya terpajang cantik tanpa bisa disentuh, atau hanya menghabiskan waktu di samping restoran cepat saji demi merasakan aroma wanginya makanan yang tak pernah bisa dia nikmati.

Kehidupan masa lalunya terlalu suram, sampai rasanya dia takut jika harus kembali pada masa itu. Masa dimana diselimuti rasa gelisah menunggu giliran untuk dijual pada seorang muncikari, bahkan dia merasa terus terselimuti kegelisahan walau dalam mimpi sekalipun.

Semua saudarinya sudah berkecimpung dalam lingkaran setan itu, mengikuti langkah ibunya, hanya dia yang selamat berkat Robi.

Tidak bisa dia bayangkan jika Robi sampai tahu kebenarannya, bisa saja dia akan langsung diceraikan dan kembali hidup susah seperti dulu. Membayangkannya saja sudah membuat dia bergidik mengeri.

Meski lelaki itu bilang akan bertanggung jawab meski Robi membuangnya, tapi itu semua belum tentu benar, Amelia masih ragu akan hal itu. Lagi pun, ada rahasia lain yang belum diketahui siapa pun, termasuk lelaki itu.

Sebuah restoran sederhana menjadi tempat singgah pilihan Robi untuk mengisi perut yang mulai lapar, melepas sedikit penat sebelum nanti kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi Mall sesuai permintaan Amelia.

"Masih mau jalan-jalan?"

"Enggak ah, Mas ... capek."

"Setelah makan siang, bagaimana kalau kita nonton? Mas lihat ada film terbaru tayang, siapa tahu seru."

"Aku sih ikut saja, Mas."

"Ya sudah, makan saja dulu ... lapar."

Untuk sesaat Amelia lupa dengan masalah yang sedang membelitnya. Bisa menghabiskan waktu bersama dengan suami memang selalu menjadi kegiatan favoritnya, tapi tentu saja tidak seperti dulu saat semua cinta dan perhatiannya hanya tertuju pada Robi.

Semuanya bermula saat dia mulai terhisap dalam lautan birahi liar. Mungkin benar kata orang, jika ibunya saja seorang pelacur, tidak menutup kemungkinan anak-anaknya memiliki tabiat yang sama—pikirnya.

Robi memang bisa memberikan cinta dan limpahan materi untuknya, tapi laki-laki itu bisa memenuhi birahi terpendamnya yang terkubur dalam-dalam.

Bila boleh jujur, selama pernikahan mereka, Amelia tidak pernah merasakan kepuasan pada suaminya. Bisa dibilang, itu alasan kuatnya sampai terjerumus kala itu.

Amelia tahu betul bahwa dirinya kotor, tapi dia pikir, apa salahnya mencari kebahagiaan demi dirinya yang sudah merasakan pahitnya hidup susah?

***

"Mas ke kamar kecil dulu, ya," ucap Robi.

"Aku beli popcorn dulu ya, Mas."

"Iya, Mel."

Amelia mengantre untuk membeli makanan kecil sebagai teman nonton nanti. Siang itu cukup ramai yang datang, tapi kebanyakannya sepasang muda-mudi yang menghabiskan waktu bersama.

Saat sedang mengantre, seseorang datang menghampirinya dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Mel ...."

Amelia terkesiap. "Ka—kamu!" pekiknya.

"Meski kamu pakai baju seperti itu, tapi tetap saja cantik," pujinya.

Amelia mengedarkan pandangannya, mencari sosok Robi yang belum juga kembali.

"Kenapa? Mana Robi?"

"Bukan urusan kamu!"

"Wah, sedih deh dengarnya. Aku beruntung sekali hari ini, bisa bertemu bidadari secantik kamu— ."

"Stop it!"

"Hei, galak banget."

"Kamu ngikutin kami?!"

"Aku tidak sesenggang itu, Mel."

"Lalu, kenapa kamu ada di sini?!"

"Aku tak sengaja melihat kalian, jadi kuputuskan untuk melihat kecantikanmu dari dekat."

"Astaga, cepat pergi ... nanti Robi tahu."

"Oke ... oke, Love you," bisiknya.

"Cepat!"

"Balas dulu ... love you."

Amelia semakin panik saat melihat Robi sedang berjalan menuju ke arahnya. "Love you too, cepat pergi!"

Pria itu langsung berlalu pergi penuh dengan kemenangan, meninggalkan Amelia yang rasanya berdebar tak karuan karena takut Robi melihatnya tadi.

"Ayo masuk, pintu teaternya sudah dibuka."

"A-ayo, Mas."

Amelia segera menggandeng Robi pergi, menjauh dari tatapan seseorang yang masih saja mengawasi mereka dari kejauhan secara diam-diam.

"Kamu cantik, Mel," gumamnya.