"AKU sama sekali tak menduga, Jake bisa melakukan hal sebusuk itu." Om Hendri berdiri dari duduknya.
"Ya Tuhan, kau ini wanita pengusaha yang hebat, Darling! Aku tak menyangka kau akan tertipu seperti lalat tertarik oleh madu begini!" Ucapan om Hendrri seperti menembus kabut kesadaran Aira.
Sekujur tubuh Aira terasa memanas. Kata-kata lelaki tua itu benar-benar tepat mengenai sasaran.
Sebenarnya sejak dulu Aira selalu ragu untuk menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Dari kecil Aira Aurelia sudah merasa kalau dia berbeda dengan gadis yang lain.
Semua berbedaan itu berasal dari kesalahan fatal yang dilakukan oleh mamanya. Kesalahan Hana juga menyebabkan Aira harus kehilangan papa Haikal. Lelaki paling tulus yang pernah menyayanginya.
Seperti disambar petir rasanya, tatkala Aira tahu kalau lelaki yang sangat dihormatinya itu bukanlah ayah kandungnya.
***
AIRA ternyata bukan anak Haikal. Tak ada yang paling menyakitkan dari semua itu bukan?
Begitu mengetahui rahasia kelam mamanya. Aira bagai ditusuk ribuan pedang. Rasanya begitu nyeri dan ngilu.
Aira adalah anak hasil hubungan gelap antara Hana Aura dengan Sandi Lakaran. Apa yang lebih menyakitkan dari pada itu?
Kenyataannya, Aira memang anak haram. Status yang disandangkan kedua orang itu ke pundaknya, adalah status paling rendah yang dianggap tabu oleh banyak orang, sampai kapanpun.
Masa kecil dilewati Aira dengan penuh kebingungan. Diasuh oleh seorang mama yang mengalami gangguan jiwa, sampai tak diakui oleh keluarga besar papa biologisnya adalah perjalanan hidup yang pernah dilalui Aira
Bukan hanya itu. Setelah Mama kandungnya meninggal, Aira dibesarkan oleh Nenenk dan tantenya. Sikap neneknya yang terlalu protektif dan skap tantenya yang selalu menuruti semua kemauan ibunya, membuat Aira benar-benar kehilangan pegangan.
Gadis itu gamang. Ia tumbuh dan meremaja menjadi pribadi tertutup yang terbiasa mengalah dalam banyak hal. Walau hatinya memberontak, walau logikanya sekalipun tak menerima.
Gadis itu sangat terlatih untuk menahan diri. Sesuka dan sebesar apapun harapannya pada sesuatu, tak akan pernah diperlihatkannya pada siapapun dengan alasan apapun.
Aira sudah bertemu banyak tipe orang. Semua tipe dan kepribadian orang-orang itu lalu lalang dalam kehidupannya menjelang dewasa.
Lalu dia bertemu dengan Jake, lelaki masa lalu yang dulu pernah tumbuh besar bersamanya. Jake satu-satunya lelaki yang sudah tahu semua rahasia hidup Aira.
Lelaki muda itu sama sekali tak merasa keberatan. Bukan hanya Jake, ibu dan adik perempuannya pun, bisa menerima kehadiran Aira di tengah-tengah mereka.
Ternyata Jake sama saja dengan yang lain. Laki-laki itu mengkhianatinya. Jake main gila tepat di saat-saat terakhir menjelang pernikahan mereka dilangsungkan.
Apakah nasib buruk ini adalah hukum karma dari kesalahan yang pernah dilakukan Hana Aura mamanya dengan Sandi Lakaran ayah biologisnya?
Ingin Aira meraung, mempertanyakan nasib buruknya pada Tuhan. Mengapa hidup jadi seberat ini?
Tak cukupkah semua kebaikan dan sikapnya yang selalu mengalah pada keadaan, mematahkan mata rantai hukum karma itu?
Aira memutuskan untuk pergi meninggalkan Jake. Tak ada kebaikan yang berasal dari awal yang buruk.
Om Hendri setuju dengan keputusannya. Lelaki tua itu, benar-benar tak ingin Aira mengalami nasib yang sama seperti yang pernah dialami Hana Aura, mamanya.
Hendri menatap sosok gadis yang tertidur nyenyak di ranjangnya. Mau tak mau lelaki itu seperti diseret untuk kembali pada peristiwa lama yang tak akan terlupakan itu.
Nasib buruk yang dialami Hana Aura, berawal dari pertemuan yang tak semestinya dilakukan dua makhluk berlainan jenis, yang masih sama-sama terikat tali pernikahan.
Dari kerinduan Hana Aura dan Sandi Lakaran yang sudah tidak bisa lagi ditepis. Kerinduan yang lahir dari bayangan dan khayalan yang terbentuk sekian lama. Dosa cinta pun akhirnya mengguratkan tinta hitam, di atas lembaran putih janji pernikahan.
***
DI SUATU malam, puluhan tahun yang silam.
["Aku menunggumu, di sini."] Sebuah tulisan muncul di pesan whatsapp.
["Ya, aku akan datang."] Tulisan yang lain membalas dengan cepat.
["Kapan?"] Sebuah pesan baru muncul kembali.
["Ketika dadaku tak sanggup lagi menampung beban rindu yang sarat."] Lelaki yang membaca pesan itu tersenyum.
["Aku tidak akan ke mana-mana,"] balasnya sambil menghembuskan asap rokok, dari celah bibirnya yang kering.
["Ya, aku tahu."] Wanita yang tengah mengetik pesan itu nampak gelisah memendam rindu.
***
DISEBUAH tanggal, di suatu siang yang terik, di pusat kota yang ramai.
Udara terasa begitu kerontang. Seorang lelaki duduk di belakang setir. Dengan awas matanya mengamati pool taksi onlen yang berada di seberang jalan.
Lelaki itu, Sandi Lakaran. Ia sengaja memarkir mobilnya di seberang pool taksi onlen. Ia tengah menunggu seseorang yang belakangan telah menjadi sosok paling berarti bagi jiwanya.
Sudah lebih lima buah taksi keluar-masuk dari pool itu, namun sosok yang ditunggunya belum juga kelihatan.
Ini rokok ketiga yang dihisapnya sambil selonjoran, menunggu kedatangan.
Hawa panas kota dan kepulan asap rokok saling berpacu menghantarkan gelegak di jiwa Sandi yang kini terasa harap-harap cemas.
Janji pertemuan itu adalah hari ini, dan Sandi sudah menunggu hampir satu setengah jam.
Sandi Lakaran adalah head editor, sekaligus admin yang pengelola sebuah grup komunitas penulis onlen.
Dua hari ke depan, dia dan beberapa admin yang lain akan menggelar acara temu penulis novel digital. Mereka mengusung tema kepenulisan, untuk mengisi acara pertemuan itu.
Walau setiap hari selalu sibuk mengurusi para penulis onlen asuhannya, di kenyataan sebenarnya, Sandi bukanlah pribadi yang menyukai keramaian.
Bila boleh memilih, ia lebih suka tetap menjadi sosok belakang layar yang tak perlu muncul ke permukaan.
Ada sembilan belas orang admin lain yang membantu Sandi mengurus semua kebutuhan para penulis, selama menjadi tamu mereka di acara itu.
Setelah semua persiapan acara selesai, Sandi berencana menyelusup dan pergi ke cottage, menikmati kesendiriannya kembali.
Untuk memudahkan maksudnya itu, Dia pun memesan tempat yang letaknya tak begitu jauh dari lokasi acara.
Anggota yang dikelola Sandi dengan sembilan belas admin lainnya, terdiri dari para penulis platform, yang memosting tulisan mereka secara on going setiap harinya.
Para penulis novel onlen yang dibayar platfrom tempat mereka berkarya, setelah menyelesaikan tugas harian satu bulan penuh, tanpa jeda.
Keikutsertaan Sandi berawal dari ketertarikannya menjadi penulis di gital, hingga dia kemudian direkrut menjadi head editoroleh platform dimana dia berkarya.
Sekarang Sandi sudah membawahi beberapa editor akuisisi untuk membina dan melayani kebutuhan para penulis onlen itu.
Apresiasi yang diberikan pembaca onlen pada dunia kepenulisan digital, kian hari kian bertambah. Para penikmat novel onlen bisa menikmati dengan mudah beragam karya yang dipublish di platform itu.
Sebagian besar anggota kemudian berinisiatif mengadakan pertemuan dalam bentuk workshop, untuk mewadahi diskusi terkait kegiatan tulis-menulis virtual.
Ketika beberapa penulis mendesak para admin untuk mengadakan workshop secara tatap muka, ratusan anggota di grup kepenulisan itu antusias mendaftarkan diri mereka untuk mengikuti acara.
"Min kopi darat dong!" Salah seorang anggota memberi usulan.
"Aku setuju. Sudah saatnya kita bertemu. Setelah sekian lama bersama-sama menghadapi suka duka dunia kepenulisan platform." Yang lain ikut berkomentar.
"Wah, pasti seru tuh! Aku nggak bisa membayangkan bagaimana hebohnya kita semua bila bertemu dalam suatu acara." timpal anggota lainnya.
"Aku juga setuju, asal tetap ada materi tentang kepenulisan yang diberikan pada kita." Komentar itu lama tak berjawab. Beberapa saat chatting room berubah hening.
Tak berapa lama barulah sebuah komentar muncul merespon tulisan yang sekian lama menggantung.
"Boleh juga, aku rasa itu juga bagus. Sehingga acara yang digelar sifatnya tidak hura-hura belaka." Sebuah icon jempol dikirim lagi oleh penulisa lain yang sedari tadi hanya menyimak saja.
"Tentukan tanggalnya, biar nanti kita ajukan ke admin grup." Tak ada lagi yang menulis setelah komentar itu. chatting room kembali hening.
Menjelang malam, setelah bebersih diri sepulang dari kantor, SandiLakaran membuka laptopnya. Lelaki itu tersenyum simpul, saat membaca percakapan anggota grup dari awal hingga komentar terakhir yang dibiarkan menggantung.
"Apakah pertemuan ini bermanfaat?" bathin Sandi. Selama ini Sandi bukanlah pribadi yang suka keramaian.
Mengelola sebuah acara bukan perkara main-main. Apalagi bila melibatkan sekian banyak orang di dalamnya.*
~ Happy reading Beib ~