Chereads / The World First Accelerator / Chapter 4 - Kakak dan Adik

Chapter 4 - Kakak dan Adik

Ketika Nemesis semakin dekat dengan kota. Dia sudah melihat beberapa personil militer bersenjata lengkap berjaga didepan barikade depan kota. Beberapa mayat hewan buas tergeletak didepan mereka.

Saat hendak memasuki kota, Nemesis dihentikan oleh salah satu petugas.

"Hei nak berhenti!"

Petugas itu melihat Nemesis heran. Dia berfikir tak ada manusia yang selamat diluar kota. Ketika melihat Nemesis berusia sekitar 20an dia terkejut.

'Bagaimana pemuda ini bisa selamat diluar sana, bahkan kami bersusah payah melindungi kota'

"Ada apa pak?"

Nemesis juga bingung mengapa dia tiba-tiba dihentikan. Tapi, setelah dipikir kembali memang dirinya sedikit mencurigakan. Menggunakan sepeda melintasi bahaya sepanjang jalan dan tidak terluka oleh hewan buas. Nemesis berusaha tetap terlihat tenang.

"Oh tidak, syukurlah kau selamat nak. Silahkan lanjutkan"

Sambil menghela nafas lega, Nemesis melanjutkan memasuki kota. Awalnya dia sedikit cemas ketika petugas curiga padanya. Itu sangat tiba-tiba dan Nemesis belum menyiapkan cerita.

Ketika Nemesis memasuki kota, dia melihat sekeliling dan tampak sepi. Tidak banyak lalu lintas pejalan kaki seperti biasanya. Hanya ada beberapa patroli petugas dari militer dan polisi setempat. Kendaraan tampak rapih diparkir di pinggir jalan.

Jika dibandingkan dengan di luar kota seperti berbeda dunia. Sambil terus mengayuh sepedanya, Nemesis menuju lokasi apartemen adiknya. Silvia adiknya tinggal sendiri karena dia lebih dekat dengan kampusnya.

Kota Petra memiliki universitas Petra didalamnya dan adiknya salah satu mahasiswi jurusan farmasi disana. Saat sedang melihat-lihat situasi kota, tak terasa Nemesis sudah sampai didepan apartemen tempat adiknya tinggal. Dia memarkirkan sepedanya lalu naik lift ke lantai 11.

Sesampainya di lantai 11 Nemesis menuju tempat Silvia. Dia mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya seseorang merespon dari dalam. Ketika pintu terbuka, itu menampakkan senyuman ramah seorang gadis anggun berkulit putih dengan rambut hitam diponi. Namun, ekspresi nya berubah seketika saat menatap tajam kearah Nemesis.

Silvia adiknya memiliki wajah mirip Nemesis. Dia cantik bahkan diantara teman-teman sekampusnya.Namun, wajah Nemesis jelek sekarang saat mengingat beberapa kali dia tidak menjawab telepon darinya. Wajahnya tampak suram mengingat dirinya akan dimarahi sepanjang malam. Itu juga salahnya karena sibuk menyelamatkan warga desa.

"Ehem, Sil.. Silvia.. Tersenyum ok.. okay?"

Nemesis memaksakan senyum saat dia melihat Silvia benar-benar marah. Silvia melangkah maju mendekati Nemesis lalu dia mencubit pinggangnya.

"Stop.. Stop!! ok.. ok.. aku minta maaf"

Cubitan Silvia memang benar-benar sesuatu. Nemesis meringis kesakitan sambil terus mengusap pinggangnya.

"Hmph.. masuk!"

Ruangan Silvia bersih dan rapih, sifatnya berkebalikan dengan Nemesis. Ada beberapa wewangian juga didalam ruangan. Membuatnya merasa nyaman dan tenang.

Nemesis melihat sekeliling dan berhenti didepan sofa lalu membaringkan tubuhnya. Dia terlalu lelah beberapa hari yang lalu. Untungnya sejak kejadian ini, semua pekerjaannya ditunda. Banyak juga beberapa pelanggan yang mencabut pesanannya atau tidak merespon.

"Enaknya, Silvia tolong siapkan teh hangat"

Silvia menatap Nemesis kesal lalu mendengus pergi ke dapur menyiapkan teh. Sementara Nemesis berbaring di sofa sambil memejamkan matanya. Dia memikirkan kembali kejadian aneh yang dialaminya. Nemesis merasa dirinya sudah berbeda.

Kekuatannya terus meningkat setiap hari. Nemesis merasakan didalam tubuhnya terdapat arus hangat seperti listrik dengan beberapa gelombang kejut saat dia sedang bertarung.

'Apakah aku menjadi manusia super?'

Nemesis membuka matanya perlahan sambil memandang keluar jendela apartemen.

"Ka, ini tehnya"

Disadarkan oleh suara Silvia, Nemesis terbangun dari lamunan. Lalu dia menyeruput teh buatan adiknya perlahan.

"Jadi jelaskan sekarang! kenapa kaka tidak menjawab telepon kami!"

Silvia membentak Nemesis saat hendak menyeruput teh keduakalinya.

"Pfftt.. Sabar Silvia Sabar dulu sebentar"

Nemesis tersentak kaget oleh Silvia. Ketika tiba-tiba dibentak olehnya.

'Anak ini!, punya selera komedi juga ternyata'

Dengan mengambil sapu tangan dari sakunya. Nemesis membersihkan sisa-sisa air saat dia menyemburkan teh.

"Silvia, seharusnya kau melihat berita. Tempat tinggalku berbahaya-"

Sebelum Nemesis menyelesaikan kalimatnya Silvia memotong.

"Makanya kenapa kaka ga jawab telepon!! kami khawatir!!"

Nemesis tersentuh dengan perkataan adiknya. Dia berdiri lalu berjalan mendekati Silvia. Perlahan Nemesis memeluknya.

"Berhenti sialan!! baju kaka basah!!"

"Sialan Silvia, bisakah kamu tidak merusak momen romantis ini!!"

"Diam kaka bodoh, cepat ganti baju! dan aku butuh penjelasan!"

Menuju ke kamar adiknya, Nemesis cemberut. Dia entah beruntung atau tidak memiliki adik seperti Silvia. Silvia selalu tampak anggun ketika bersama dengan teman-temannya. Namun, tidak untuk Nemesis.

Setelah berganti pakaian, Nemesis menceritakan semuanya selain kejadian yang dialaminya. Dia masih merahasiakan kebangkitan dirinya. Nemesis tentu saja waspada, banyak ilmuwan di sana masih meneliti partikel dari ledakan meteorit itu. Dia tidak ingin menjadi kelinci percobaan mereka.

Walau saat ini Nemesis bisa diartikan seperti manusia super. Namun, masih ada senjata api dan dia tidak mau mengambil resiko. Nemesis percaya bahwa akan ada beberapa orang mengalami kejadian seperti dia. Saat beberapa orang sudah mengalami kebangkitan, barulah dia berbicara.

Silvia lega mendengarkan apa yang Nemesis jelaskan. Tentunya dia masih tetap khawatir, Silvia berharap kakaknya lebih mengutamakan dirinya dulu daripada menyelamatkan orang lain.

Nemesis setuju dengan Silvia, dulu ketika dia masih malas, dia tidak akan repot-repot dengan mereka. Tapi, berbeda sekarang, dia memiliki kekuatan untuk membantai hewan-hewan buas itu. Dia bersemangat melakukannya seperti sedang olahraga.

Dia juga merasakan jika terus membunuh hewan buas, kekuatannya akan terus menambah. Nemesis seperti mengalami kenaikan level dalam arus energi aneh dalam dirinya setiap kali membunuh hewan buas. Semakin kuat hewan buas yang dibunuh, dia merasakan arus itu semakin bertambah kuat.

Silvia juga heran dengan kakaknya. Meskipun dia tahu kakaknya masih rutin berolahraga. Namun, pekerjaannya merusak tubuh dan gaya hidupnya. Jadi seharusnya tidak sekuat sekarang. Dia lebih memikirkan untuk mencegah kakaknya dari melakukan hal bodoh.

Saat hari menjelang sore, Nemesis mulai memperingati Silvia untuk tetap dirumah dan waspada. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi dari pengalamannya. Malam hari adalah waktu bencana sebenarnya. Hewan buas sangat aktif pada malam hari.

Nemesis mulai mengeluarkan beberapa peralatan pertahanan diri. Kali ini dia tidak bisa ceroboh karena Silvia bersamanya. Meskipun masih ada petugas militer dan polisi berpatroli, dia tidak terlalu yakin dengan mereka. Hanya dengan kekuatannya sendiri Nemesis yakin. Kecuali ada seseorang kebangkitan yang ikut bergabung dengan militer kota, dia akan merasa sedikit aman.

Namun, sejak fenomena itu, Nemesis terus mengecek berita dan belum ada kasus kebangkitan serupa dengan dirinya. Setidaknya dia berharap ilmuwan berhasil membuat sesuatu serupa dengan mengalami kebangkitan. Jadi mereka tidak curiga pada dirinya saat menggunakan kekuatan.

Perlahan hari mulai gelap, sedangkan Silvia makin cemas saat kakaknya memberitahu kengerian sebenarnya pada malam hari. Dia tidak tahu pada malam hari adalah mimpi buruk. Silvia berfikir mayat hewan buas tergeletak pada saat siang hari adalah hasil tentara membantai mereka dengan sekejap. Namun, dugaan itu salah saat Nemesis menceritakan pengalamannya. Kawanan hewan buas itu rata-rata memiliki kecepatan ekstrim dan mereka juga sulit terlihat pada malam hari.