"Lihat! Makam ini memiliki nama Alvin Narendra"
Mendengar nama Alvin terucap, Riana langsung menghampiri sang tante. Melihat nisan yang memang tertulis sesuai dengan yang Tante Rena katakan.
Alvin Narendra. Siapa dia? Mengapa nama mereka begitu mirip? Atau mungkin, semua makam itu ada kaitannya dengan keluarga Ravendra?
Banyak pertanyaan muncul dalam benak. Selain penasaran dengan keberadaan Roger, Riana juga penasaran dengan nama yanh yertulis pada nisan tersebut.
"Tante, kita coba keliling sebentar. Mungkin Roger masih ada di sekitar sini," ajak Riana.
"Oke, gimana kalo kita mencar aja? Takutnya keburu mereka pergi," saran Tante Rena.
"Oke, tante ke arah sana, aku ke sana." Tunjuk Riana membagi tugas dengan sang tante.
Mereka mulai mencari di sekitar gunung. Tempatnya begitu luas, mungkin akan sulit untuk Riana mencari Roger. Mungkin juga, anak itu sudah turun ke permukiman warga atau bahkan ... sudah kembali ke rumah.
"Gimana? Tante liat mereka?" tanya Riana, setelah hampir 30 menit mencari, keduanya tidak menemukan siapa pun di tempat itu.
"Ngga ada siapa-siapa, Ri. Gimana kalo kita turun? Mungkin mereka udah kembali ke rumah," saran Tante Rena lagi.
Seharian Riana mencari keberadaan Roger. Setelah keluar dari TPU, dia kembali ke rumah keluarga Ravendra. Namun, rumah itu tetap saja kosong. Ke mana sebenarnya tuan dan nyonya Ravendra membawa Roger pergi? Mengapa tidak ada jejak sedikit pun?
"Udah, Ri. Kita pulang dulu, ini udah malem," ajak sang tante.
Pukul 8 malam, Tante Rena mengantar Riana pulang ke apartemen Alvin. Setelah memberikan kunci mobil, Tante Rena pamit pulang.
Riana duduk bersandar di sofa ruang tengah. Menatap nanar langit-langit rumah. "Roger, kamu di mana, Nak? Kenapa pergi ngga kasih tau mami?" lirihnya, menyeka bulir air yang sudah jatuh membasahi pipi.
"Alvin, kamu di mana? Apa kamu baik-baik aja? Ada apa ini sebenernya?" Riana mulai terisak.
Tidak terdeteksinya keberadaan Roger sudah membuatnya sedih, khawatir, kacau. Sekarang Alvin juga pergi dibawa orang tak dikenal. Bagaimana nasib keduanya?
"Alan. Ya, dia pasti udah pulang." Riana kembali menghubungi adik iparnya. Berharap. Jika Alan sudah ada di rumah dan bertemu Roger di sana.
"Halo, Alan. Kamu ada di rumah, kan?" tanya Riana saat panggilan telfonnya mendapat jawaban dari Alan.
"Roger di rumah ngga? Dia udah pulang, kan?" tanya Riana lagi.
Riana syok saat mengetahui jika Roger masih belum pulang sampai sekarang. Putra semata wayangnya itu, tidak pernah pergi selama dan sejauh ini. Bahkan sampai tidak ada kabar.
Alan menawarkan diri untuk ikut mencari Roger. Dia juga bertanggung jawab karena orang tuanya yang membawa Roger pergi.
Hari berlalu begitu cepat. Mentari sudah menampakkan keindahan sinarnya di pagi yang masih sejuk.
Jika hari tampak begitu cerah. Lain hal dengan Riana. Posisinya yang masih bersandar pada sofa sejak semalam, netra menatap langit-langit. Riana sudah seperti orang stress. Melamun sepanjang malam.
Tok-tok-tok.
Pintu apartemen diketuk seseorang. Riana tidak menghiraukan atau bahkan tidak mendengarkan suara ketukan itu.
Tok-tok-tok.
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Riana masih tidak menghiraukan.
Praang.
Riana tersentak. Pecahan kaca bertebaran di mana-mana. Untung saja, posisi sofa yang Riana duduki cukup jauh dari jendela. Jika tidak, pecahan itu pasti melukainya.
"Surat kaleng?" gumamnya, segera melihat keluar jendela yang kacanya sudah tidak berbentuk.
Riana mengambil surat yang ada di dalam kaleng. Tinta merah menorehkan beberapa kata pada kertas.
[Jangan cari Roger, atau Alvin dalam bahaya].
Surat kaleng yang berisi ancaman itu membuat Riana berfikir. Mungkin kejadian penculikan yang dialami Alvin, ada hubungannya dengan tuan dan nyonya Ravendra.
Ya, pasti mereka. Demi memisahkan Riana dan Alvin, bukankah tuan Rames tidak segan-segan untuk membakar rumah orang tua Riana?
Sebenarnya dendam apa yang menyelimuti tuan Rames dan ayah Riana? Kenapa dulu tuan Rames sampai tega membuat Riana celaka?
"Aku ngga mungkin tenang sebelum melihat Roger baik-baik aja, tapi Alvin ... gimana kalo ancaman surat kaleng itu benar-benar terjadi?" lirihnya.
Satu sisi putra satu-satunya, satu sisi adalah orang yang Riana cintai. Mana yang harus dia pilih? Riana tidak mungkin memilih salah stau di antara mereka. Suami dan putranya, adalah dua orang yang paling berarti dalam hidup Riana.
"Enggak. Kalo misalnya penculikan Alvin ada hubungannya sama orang tuanya, mereka ngga mungkin mencelakai Alvin, bukan?" ujar Riana bermonolog.
"Mungkin, surat kaleng ini cuma gertakan. Aku harus terus cari tau keberadaan Roger," ujarnya lagi.
Riana bersiap untuk kembali ke rumah keluarga Ravendra. Mencari tau keberadaan sang putra, melalui Alan. Mungkin saja dia sudah menemukan petunjuk atau kabar dari orang tuanya.
Tidak tidur semalaman membuat Riana merasa lelah, apalagi setelah kemarin berkeliling hingga malam. Meski begitu, Riana tidak mau menyerah.
Yang terpenting sekarang adalah Roger. Riana tidak peduli dengan dirinya yang merasa sangat lelah juga mengantuk.
Selepas mandi untuk menyegarkan diri, Riana keluar untuk mencari Roger.
Ceklek.
Pintu rumah dibukanya. Riana kembali dikejutkan dengan bercak merah yang berada tepat di depan pintu. Lagi-lagi tulisan yang berisi ancaman.
[Buang semua niat untuk mencari Roger. Saya tidak main-main dengan keselamatan Alvin].
Ancaman itu lagi. Siapa mereka sebenarnya? Apa benar pelakunya tuan Rames? Atau pelaku yang menculik Alvin kemarin? Atau ... masih ada kemungkinan pelaku lain?
Mendapat 2 ancaman sekaligus, tidak membuat Riana takut. Dia semakin yakin untuk menemukan Roger lebih cepat dari mereka.
"Riana," ucap seseorang memanggilnya.
"Tante? Sejak kapan tante di sini?" Riana tidak menyadari kehadiran sang tante. Beliau pasti sudah melihat tulisan itu, karena selama beberapa menit, Riana sempat termenung.
"Riana, apa ini?" tanya sang tante.
"Buang semua niat untuk mencari Roger. Saya tidak main-main dengan keselamatan Alvin," ulang Tante Rena. Membaca bercak kemerahan yang tertulis di depan pintu apartemen Alvin.
"Riana. Ini tulisan ancaman? Siapa yang mengancam kamu?" tanya sang tante khawatir. Beliau memeriksa keadaan Riana dengan memutar-mutar badannya.
"Kamu baik-baik aja, kan? Kapan ancaman ini datang? Siapa yang melakukannya?" tanyanya lagi.
"Riana baik-baik aja, Tante. Kayaknya baru pagi ini," tebaknya.
"Tunggu. Selain ini ... apa ada ancaman lain?" Selidik sang tante.
"Ada, tapi hanya tulisan," jawab Riana.
Melihat ekspresi Riana, Tante Rena sepertinya tidak percaya. Beliau masuk ke dalam apartemen yang memang belum sempat dikunci.
Sempat berjalan kesana-kemari memeriksa sesuatu. Sepertinya Tante Rena belum menyadari dengan pecahnya jendela apartemen.
Tante Rena sempat mengalihkan pandangan ke arah luar, tapi tidak melihat jendela itu karena tertutup tirai.
"Riana, ini sudah siang. Kenapa tirainya belum di-"
"Apa ini? Kaca jendelanya pecah?"
next...