Chereads / Roger (Sang Pahlawan Kecil) / Chapter 22 - Episode 22. Hampir Tertangkap Basah

Chapter 22 - Episode 22. Hampir Tertangkap Basah

Roger mengikuti Alan turun. Kakek neneknya sudah menunggu di ruang tengah.

"Kakek, nenek," sapanya lalu duduk di sofa tak jauh dari tuan dan nyonya Ravendra.

Hari ini adalah hari pertama dalam sejarah, tuan dan nyonya Ravendra pulang lebih awal. Bahkan sangat jauh dari waktu biasa mereka pulang.

Pukul 1 siang, mereka sudah tiba di rumah. Alan menjawab pertanyaan orang tuanya mengenai Roger, jika anak itu sedang menyelesaikan belajar menggambarnya.

Memang benar, Roger tengah sibuk menggambar, tapi bukan pagi ini, melainkan tadi malam. Alan menemani Roger menggambar pemandangan di sekitar rumah tuan Rames Ravendra.

"Kamu sudah makan?" tanya tuan Rames.

Roger menggeleng. "Belum, Pa. Tadi Roger masih asyik menggambar." Sahut Alan mengambil alih jawaban.

"Alan, kamu ambil kantong di kursi belakang. Mama lupa membawanya, ada makanan di dalam sana," perintah Nyonya Ravendra.

Alan mengangguk. "Baik, Ma," jawabnya.

Roger makan siang bersama kakek, nenek dan pamannya. Makanan yang dibeli sang nenek, membuat Roger ketagihan.

"Enak banget, Nek. Roger suka," pujinya, dengan mulut penuh makanan.

"Kalau begitu makan yang banyak, habiskan," ucap nyonya Ravendra.

Beberapa menit selepas makan, Roger pergi ke kamarnya diantar oleh sang nenek. "Tapi, Nek ... Roger ngga mau pisah sama mami," rengeknya.

"Terserah kamu. Kalau kamu memang mau melihat Riana bahagia, tinggal di sini selamanya. Jika tetap tidak mau, maka saya akan buat Riana menderita." Mungkin ini yang Alvin takutkan.

Brak.

Pintu kamar Roger ditutup dengan begitu keras. Roger cukup takut dengan ancaman sang nenek. Mengapa neneknya ingin Roger tinggal di sana selamanya? Apa itu karena dia telah kehilangan putra sulung yang sudah meninggalkan rumah?

"Mami, kenapa nenek berubah? Kenapa nenek mau jahatin mami? Apa salah mami?" Roger memeluk erat foto Riana. Hanya dengan melihat dan memeluknya, sudah cukup membuat Roger yakin jika Riana selalu hadir di sisinya.

Di tengah malam, Roger menyelinap keluar kamar. Berdiri di depan kamar Alan, berniat untuk menanyakan sikap aneh sang nenek. Namun, kembali diurungkan mengingat Alan adalah anak dari tuan dan nyonya Ravendra.

Roger berbalik arah, kembali ke kamar. Belum sempat membuka pintu, sayup terdengar suara orang yang tengah berbincang.

Roger mendekat ke arah tangga. Gelapnya ruang tengah tidak bisa membuat Roger mengetahui orang yang berada di bawah.

Namun, suara lain jelas seperti suara sang kakek - tuan Rames Ravendra. Apa yang mereka bicarakan? Mengapa harus berbicara di tengah malam dan gelapnya suasana rumah? Siapa pula orang yang tengah berbicara dengan tuan Rames?

"Baik, Bos. Saya pasti melakukannya dengan baik, tidak akan meninggalkan jejak sedikit pun," jawab laki-laki itu.

"Oke. Ingat, jangan sampai ada orang yang tau, lakukan dengan cepat dan aman," perintah tuan Rames.

"Baik, Bos. Kalau gitu, saya permisi." Laki-laki itu pun pergi. Roger masih tidak bisa melihat wajahnya saat laki-laki itu melewati sinar cahaya lampu dari luar rumah.

Tak berselang lama, Roger masih berdiri di sana saat sang kakek naik ke lantai atas.

..

"Roger"

Alvin terbangun karena teriakan Riana. "Ada apa? Kamu mimpi buruk?" tanyanya pada sang istri.

Riana mengangguk. "Roger, Vin. Dia ... dia dalam bahaya," lirihnya.

Alvin memegang kedua bahu Riana, menatapnya dalam, mengatakan hal-hal yang bisa menenangkan wanitanya.

Riana masih khawatir dengan mimpi yang baru saja dialami. Takut akan keselamatan Roger, mengingat kejadian di masa lalu yang menghanguskan rumah orang tuanya.

Alvin memeluk Riana. Berharap pelukan itu sedikit menghilangkan rasa khawatir.

"Kamu tenang ya, jangan berpikir berlebihan. Papa dan mamaku ngga akan mungkin melakukan hal buruk sama Roger," ulang Alvin.

"Tapi, Vin. Mimpi itu terasa nyata, aku ... aku ngga bisa biarin dia dalam bahaya." Rasa khawatir itu kini berubah menjadi tangis. Riana terisak, bulir air mulai membasahi pipi.

"Hei, kamu liat aku! Ada aku di sini, papinya Roger. Ngga mungkin diam saja melihat putraku dalam bahaya," tutur Alvin.

"Kamu percaya sama aku, kan? Roger ngga akan dalam bahaya." Tambahnya.

"Aku mau liat Roger," pinta Riana.

"Kita baru melihatnya tadi siang"

"Itu hanya lewat ponsel, aku mau melihatnya langsung. Melihat Roger benar baik-baik saja," papar Riana.

Alvin menarik napas, dia tidak akan mungkin bisa menahan keinginan Riana. Wanita itu terlalu keras kepala, kegigihannya tidak akan dengan mudah dipatahkan. Maka jalan satu-satunya adalah memenuhi keinginan tersebut.

"Oke, besok pagi kita ke sana saat papa sama mama udah pergi," balas Alvin, menyetujui permintaan Riana.

Setelah permintaannya jelas akan dipenuhi, Riana baru memperlihatkan senyum. "Makasih," ucapnya.

Melihat Riana tersenyum, Alvin merasa senang sekaligus lega. Setidaknya, malam ini dia tidak akan mendengar rengekan Riana mengenai mimpinya tadi.

Pukul 1 dini hari. Alvin mengajak Riana kembali tidur. Dengan alasan takut kesiangan menjenguk sang anak, Riana setuju untuk kembali tidur.

Sebelumnya, Riana bersikeras tidak mau tidur. Dia takut mimpinya tadi kembali hadir.

..

"Katakan sama Om Alan, kamu ngapain tadi berdiri di sana? Untung aja kakek ngga liat." Alan menginterogasi Roger.

Beberapa menit yang lalu, Roger hampir saja tertangkap basah oleh sang kakek. Untung Alan melihat dan mendengar suara langkah kaki. Dengan sigap, Alan langsung meraih Roger dalam gendongan menuju kamar.

Roger sudah lebih tenang. Beberapa menit yang lalu, wajahnya terlihat pucat. Entah apa yang sudah dia ketahui hingga berekspresi seperti itu.

"Roger, liat Om! Kamu percaya kan sama Om Alan?" tanyanya, lalu dibalas anggukan oleh keponakan kecilnya. "Kalo Roger percaya Om Alan, sekarang cerita apa yang kamu lakukan di depan tangga?" ulang Alan kembali menyelidik.

"Tadi ada orang di bawah sana," jawab Roger sambil menunjuk ke arah luar.

"Orang? Siapa?"

"Roger ngga tau, Om. Orang itu bicara sama kakek," jelasnya.

"Kakek?"

Roger kembali mengangguk.

"Apa Roger dengar apa yang mereka bicarakan?"

"Roger ngga denger, tapi kakek bilang buat lakuin sesuatu dengan cepat dan aman." Ceritanya.

Alan mengerutkan kening. Apa yang Roger katakan? Ayahnya meminta seseorang untuk melakukan sesuatu. Kali ini apa lagi yang direncanakan oleh tuan Rames?

Alan kembali menanyakan pada Roger, apa saja yang anak itu dengar. Namun, tidak ada hal lain lagi selain hal yang sudah Roger ceritakan tadi.

Alan berpikir keras, mencoba menebak apa yang kira-kira akan direncanakan oleh tuan Rames.

"Ya udah, Roger jangan takut. Om Alan anter ke kamar ya, Roger tidur udah malem," tawarnya.

"Roger ngga mau tidur sendiri. Roger boleh kan tidur di kamar, Om Alan?" pinta.nya.

Alan tidak bisa menolak, dia juga tidak ingin mengambil resiko. Alan hanya bisa mengikuti keinginan Roger untuk tidur di kamarnya.

"Oke, malam ini Roger boleh tidur di sini. Besok malem tidur sendiri ya? Roger kan udah gede," papar Alan.

Roger mengangguk setuju. Kemudian langsung berbaring di ranjang Alan.

next...