Acara pernikahan selesai diadakan. Riana selalu murung sepanjang sesi acara. Putra semata wayangnya tidak bisa memeriahkan acara tersebut.
Ada sedikit penyesalan, tapi keputusan sudah diambil. Tidak mungkin kembali lagi, maka jalan satu-satunya, Riana harus meneruskan rencana yang sudah Alvin susun.
"Aku tau kamu sedih karena Roger ngga ada di sini, tapi percayalah ... setelah pengorbanan yang kamu lakukan hari ini, kita bertiga pasti akan hidup bahagia bersama," ujar Alvin, kembali meyakinkan Riana.
Riana hanya mengangguk. Kini mereka tengah bersiap memindahkan barang-barang Riana ke apartemen Alvin.
"Sudah, jangan sedih lagi. Cepat selesaikan, agar kalian bisa segera ketemu sama Roger," timpal Tante Rena, ikut nimbrung.
"Iya, Tante," jawab Alvin.
Satu jam kemudian. Alvin dan Riana sudah sampai di apartemen. Riana sedikit terpukau dengan tempat yang akan mereka tinggali.
"Kamu tinggal di sini?" tanyanya.
"Iya, udah hampir 4 tahun," terang Alvin.
"Empat tahun? Itu artinya-"
"Iya, sejak peristiwa kebakaran waktu itu, aku bertekad untuk meninggalkan rumah. Aku ngga mau masa depanku diatur oleh Mama. Selain itu, Papaku sendiri yang merencanakan untuk mencelakai kamu. Jadi, aku ngga bisa tinggal di sana lagi sebelum mereka berubah," ucap Alvin.
Riana memeluk Alvin. "Maaf, karena aku, kamu sampai meninggalkan rumah," lirihnya.
"Itu bukan salah kamu. Semua ini udah jadi keputusanku. Biar papa sama mama tau, jika kebahagiaan hanya bisa dirasakan saat kita bersama orang kita sayangi," balas Alvin, memeluk sang istri dengan erat.
Di lain tempat, Roger tengah duduk di depan jendela, menatap jauh ke arah luar.
Alan sadar dengan sang keponakan yang mulai murung, menghampiri lalu duduk di dekatnya.
"Roger, kamu kenapa?" tanyanya. Hari ini Alan sengaja cuti selama satu hari untuk menemani Roger di rumah.
Mungkin untuk ke depannya, Roger akan tinggal sendiri di rumah saat siang hari. Hanya bersama bibi asisten rumah tangga saja.
Roger menatap sang paman, wajahnya sendu penuh kesedihan. "Roger kangen mami, Om," lirihnya.
"Om Alan bisa telfon mami, kan? Roger pengin video call sama mami," pintanya.
Karena tidak tega melihat Roger sedih, Alan pun mengikuti permintaan sang keponakan. Dia mencari nomor Riana yang sudah disimpan, lalu menekan tombol video call.
"Halo, Alan," jawab Riana diseberang telfon.
"Halo, Kak Riana," balas Alan. Dia bisa melihat jelas wajah wanita yang pernah singgah di hatinya. Aura bahagia tampak terpancar pada wajah Riana.
"Sayang, makan siang udah siap. Kita makan dulu ya, setelah itu baru ke rumah mama." Alan mendengar suara Alvin yang meminta sang istri untuk menikmati makanan yang dia buat dengan panggilan sayang.
Sesaat, ada rasa sakit di hati Alan. Dia baru mendengar, belum melihat kemesraan Riana dan Alvin.
Sebelumnya, saat mereka memberitahu kedua keluarga akan hubungan keduanya, Alan sedikit melihat kemesraan mereka. Dan sekarang, Riana dan Alvin sudah menikah, kemesraan keduanya pasti akan bertambah.
"Ini Alan telfon, sini bentar ya. Roger pasti minta video call," terang Riana.
Beberapa detik kemudian, Alan melihat wajah Alvin di layar ponsel. Alan memang tidak melihat Riana bersanding dengan sang kakak di pelaminan, karena tidak hadir di pernikahan mereka. Sekarang, Alan melihat mereka berdua bersanding meski hanya di layar ponsel, tapi cukup mengorek rasa cemburu yang susah payah Alan kubur cukup lama.
"Alan, ada apa? Apa Roger sedang ada di sana?" tanya Alvin.
"Iya, Kak. Justru Roger yang minta Alan buat telfon Kak Riana, dia kangen sama maminya," jelas Alan.
Kemudian Alan memanggil Roger untuk mendekat. "Itu mami, Om?" seru Roger, terdengar sangat antusias.
Roger langsung mengambil ponsel Alan. "Mami," serunya.
Senyum ceria langsung mengembang di wajahnya. Deretan gigi turut menghiasi rasa bahagianya. Bahagia melihat orang yang dia sayang setelah beberapa hari tidak melihat.
Bahagia melihat sang ibu yang selalu dilihat setiap bangun tidur, kini harus terpisah jarak.
"Sayang, Roger baik-baik aja, kan? Mami kangen banget sama Roger," ucap Riana. Netra mulai berkaca-kaca, kala melihat sang buah hati nun jauh di sana.
Terbiasa melihat setiap hari, setiap jam, kini entah harus berapa lama mereka akan kembali bertemu.
"Roger baik, Mi. Roger juga kangen mami sama papi. Roger pengin tinggal bareng lagi," ungkapnya.
Apa yang Roger ungkapkan, membuat Riana dan Alvin merasa bersalah. Mengorbankan Roger untuk tinggal dengan kakek neneknya, demi bersatunya Riana dan Alvin dalam ikatan pernikahan.
Melihat papi dan maminya diam dan hanya saling memandang, Roger memperbaiki kata-katanya. "Tapi sebelum itu, Roger pengin tinggal di sini dulu. Biar papi sama mami bisa tinggal berdua. Roger seneng main petak umpet sama Om Alan." Ralatnya.
Demi kabahagiaan sang mami, Roger rela tinggal bersama kakek neneknya. Karena Alan juga, Roger betah tinggal di sana. Tuan dan nyonya Ravendra sebenarnya tidak pernah memperhatikan Roger. Sama seperti mereka mangabaikan Alvin dan Alan dulu.
"Roger, mami minta maaf ya. Roger harus tinggal di rumah nenek dulu selama beberapa hari. Nanti, mami sama papi pasti jemput Roger." Sahut Riana.
Tin-tin.
Di tengah percakapan Riana, Alvin dan Roger, terdengar bunyi klakson dari luar rumah. Itu pasti Tuan dan nyonya Ravendra. Hari masih siang, mengapa mereka sudah pulang?
Alan melihat ke arah jendela, melihat suara mobil siapa yang tadi sempat terdengar.
"Kak Alvin, papa sama mama udah pulang. Ngga biasanya mereka pulang jam segini," ujar Alan, memberitahu sang kakak.
"Tumben sekali mereka pulang siang. Ya udah, kamu temui papa sama mama dulu. Kakak mau bicara sama Roger sebentar," pinta Alvin. Bukan hanya Alan yang terheran dengan kepulangan tuan dan nyonya Ravendra, Alvin juga turut mengakui rasa heran Alan karena hal itu.
Alan menuruti permintaan Alvin untuk menemui tuan dan nyonya Ravendra, agar bisa memperlambat mereka masuk ke kamar Roger.
"Roger, denger kata papi ya. Sekarang kakek sama nenek udah pulang. Nanti kalau mereka tanya, apa papi atau mami telfon kamu. Roger bilang aja enggak. Oke?" Alvin meminta Roger untuk berbohong. Bukan kebohongan yang merugikan, itu adalah kebohongan yang baik. Karena semua itu demi Roger juga.
Alvin tidak tau apa yang akan papa dan mamanya lakukan pada Roger, jika mereka tau kalau Alvin dan Riana baru saja menelfon.
Demi kebaikan dan keamanan Roger, maka dia harus berbohong sedikit. Seandainya tuan dan nyonya Ravendra tau, semoga saja mereka tidak melakukan hal buruk kepada cucunya.
Roger mengerti dengan apa yang Alvin katakan, tanpa bertanya alasannya, Roger langsung menyetujuinya kemudian memutuskan panggilan.
"Baik, Pi. Dah mami, dah papi. Roger sayang kalian," ucapnya sambil melambaikan tangan ke arah kamera, sebelum panggilan video terputus.
next...