Keenan dan Regina berdiri, mereka tampak tegang, menatap dokter secara bergantian. "Bagaimana keadaan teman saya, Dokter?" tanya Regina. Kerutan begitu jelas pada dahinya.
"Apa sesuatu terjadi dengannya?" sahut Keenan.
"Untuk saat ini, pasien sudah mulai stabil, tetapi…"
"Tetapi apa, Dok?" tanya Regina. Ia tak berhenti mencemaskan David.
"Dia hanya butuh banyak istirahat," ucap dr. John, menampakkan sederet senyuman. Keenan dan Regina merasa lega. "Seiring berjalannya waktu, dia akan baik-baik saja," kata dr. John.
"Terima kasih ya, Dok," ujar Regina.
"Kalau begitu saya permisi dulu," kata dokter tersebut, meninggalkan kedua orang itu.
"Aku sudah bilang, dia pasti baik-baik saja."
"Pak David memang tangguh. Aku terlalu meremehkannya," kata Regina, tersenyum malu.
"Aku haus. Kamu belikan kopi sana," ucap Keenan.
"Uangnya?"
"Pakai uangmu. Aku hanya bawa kartu kredit."
"Dasar boss pelit!" kata Regina seraya mengerucutkan bibir.
"Heh, aku mendengarnya. Awas ya, kupotong gajimu nanti!"
"Iya, aku pergi sekarang." Regina pergi tergesa-gesa. Keenan memasuki kamar itu, dilihatnya David yang terbaring lemah. Pria itu membuka mata, ia tersenyum memandang Keenan.
"Tuan muda!" panggil David bersuara lemah. Dia hendak bangun dari ranjang rumah sakit.
"Tidak usah. Kamu tidur saja. Kamu masih lemah," kata Keenan. David mengangguk, lalu ia kembali pada posisi tidurnya.
"Tuan muda, maaf."
"Kamu tidak salah apa-apa. Tidak perlu minta maaf."
"Ini semua salah saya karena telah bertindak ceroboh," sesal David, wajahnya kelihatan sendu.
"Sudah kubilang, itu bukan salahmu. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri."
"Saya ingin menanyakan sesuatu pada tuan muda."
"Katakanlah!"
"Apa mungkin tuan muda tahu siapa pelakunya? Jika dilihat, cara kerja si pelaku tertata rapi dan terencana dengan baik. Dia selalu tahu pergerakan tuan muda, saya, dan Regina."
"Itu yang membuatku bingung hingga sekarang. Kenapa semuanya begitu kebetulan? Insiden yang aku alami serta luka yang kamu derita, itu pasti saling berkaitan."
"Insiden apa yang dimaksud tuan muda?" tanya David, ia mencemaskan Keenan.
"I-itu…"
"Tuan muda, ini kopinya. Americano pakai sedikit gula dan es yang banyak," kata Regina, memberikan segelas kopi pada Keenan. Dia selalu tahu kesukaan Keenan. Pria itu mengambilnya. "Pak David sudah sadar. Gimana keadaan pak David?"
"Aku nggak apa-apa. Aku nggak akan mati semudah itu."
"Kamu ini, terus membuat kita khawatir." Regina memukul dada David agak lembut.
"Aaah!" teriak David.
"Pak David, ada apa?"
"Itu kamu yang bodoh. Sudah tahu dia sakit, kamu malah memukulnya," sahut Keenan, agak sebal dengan tingkah Regina.
"Ya... Maaf. Aku lupa. Sekarang enggak apa-apa, kan?"
"Aku enggak apa-apa," jawab David.
"Tuan muda, duduk saja disini. Biar aku yang berdiri," ucap Regina.
"Aku berdiri saja. Sebenarnya, banyak hal yang ingin kukatakan dan ku tanyakan pada kalian."
"Aku juga. Banyak yang ingin aku ceritakan. Aku sungguh tidak mengerti, kenapa bisa sekacau itu? Semuanya terlihat sempurna. Apa orang itu peramal ya, bisa tahu pergerakan kita? Aku jadi takut, jangan-jangan dia tahu kalau kita ada disini," ujar Regina ceplas-ceplos.
"Begini, mari kita urutkan dulu kejadiannya agar mengerti," kata Keenan.
"Kejadian pertama itu, aku dan tuan muda ke gudang, tiba-tiba ada seseorang yang menyerangku. Saat aku bertarung dengannya, dan mencari keberadaan tuan muda, tuan muda malah menghilang. Tak lama, David datang menolongku. Nah, yang jadi pertanyaannya, dimana tuan muda saat itu? Kenapa tuan muda bisa menghilang?" tanya Regina.
"Aku juga tidak ingat. Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di tepi laut."
"Laut? Laut yang mana, Tuan muda?" tanya David dengan kening berkerut.
"Kalau tidak salah 5 kilometer dari gudang."
"Itu agak jauh. Apa tuan muda sama sekali tidak mengingat wajah orang itu?"
"Sama sekali tidak. Anehnya lagi, saat aku membuka kedua mata, aku melihat perempuan itu ada disana, ditengah lautan seorang diri. Aku pikir dia bunuh diri."
"Perempuan itu? Siapa?" tanya David dan Regina bersamaan.
"Apa kalian lupa dengan seorang wanita yang ingin aku selidiki dan meminta kalian mencari tahu asal-usulnya?"
"Ah, perempuan itu." Regina masih mengingat foto Kyra yang diberikan Keenan tempo lalu.
"Kenapa satu-persatu terhubung oleh nona itu?" tanya David. Ia mulai berpikir keras.
"Ada yang lebih membingungkan."
"Apa itu, Tuan muda?" tanya Regina.
"Saat aku menyelamatkannya, dia terlihat linglung. Bahkan, aku menggoyang-goyangkan badannya, ia tak merespon."
"Hah? Kenapa bisa seperti itu? Apa mungkin dia sedang terlibat masalah yang berat, sehingga dia begitu kacau?"
"Aku rasa bukan. Jika mengingat kembali apa yang dikatakan tuan muda waktu itu, terlalu kebetulan jika dikatakan pemicunya adalah stres," ungkap David.
"Awalnya aku berpikir seperti kamu, Regina. Namun, lambat laun tak semudah itu ditebak. Aku melihat kondisinya seperti mayat hidup."
"Mayat hidup? Zombie?"
"Regina, bisa nggak kamu lebih serius?" Keenan terlihat kesal.
"Kalau begitu apa dong? Nggak mungkin kan, kalau seseorang membawanya kesana?" ucapnya asal. Namun, kata-katanya yang asal, membuat Keenan dan David saling menoleh.
"Kamu benar, Regina. Tidak mungkin ia kesana sendirian kalau bukan seseorang yang membawanya, tetapi aku tidak melihat satu orang manapun di tempat itu."
"Ada satu kemungkinan. Saya rasa orang itu mempengaruhinya dengan metode agak kejam."
"Ah, aku tahu. Mungkinkah itu hipnotis?" kata Regina.
"Hipnotis gak pernah separah itu, tetapi kita tidak boleh mengesampingkan kecurigaan ini," ungkap Keenan. Regina menganggukkan kepala.
"Kalau bukan hipnotis, lalu apa? Tidak ada hal kejam di dunia ini selain hipnotis," kata Regina.
Keenan menopang dagu. Dia mempertajam ingatannya. "Tak hanya perempuan itu yang aneh. Aku merasakan setelah menyelamatkannya, hasratku tiba-tiba terbangkitkan."
"Mungkin saja tuan muda melihat bagian tubuhnya yang sexy, lalu kamu nggak bisa mengontrol diri sendiri," tanggap Regina agak malas yang seakan mengerti kebutuhan seorang pria. Sedangkan David hanya mendengarkan saja, dia sedang berpikir keras, mencoba memahami semua permasalahannya.
"Bukan itu!" Keenan mengepalkan tangan, lalu memukul kepala Regina. Sorotan matanya tajam.
"Anggap saja aku salah bicara." Regina tersenyum lebar. Kendatipun Keenan jengkel dengan Regina, ia berusaha melupakannya karena masalah yang ia bahas saat ini sangat penting. Ia tak mau kehilangan petunjuk apapun.
"Aku merasakan ada aroma disana. Aroma kuat itu yang dapat mengendalikan hawa nafsu." Keenan tak berpikir jernih, saat mengingat kembali perbuatan binatangnya.
"Aroma yang dapat mengendalikan hawa nafsu? Sepertinya, aku pernah mendengar di suatu tempat," ucap Regina.
"Setelah aku dan dia menghabiskan malam bersama, keesokan harinya, ia tak mengingat apapun," kata Keenan. David dan Regina cukup terkejut dengan pernyataan Keenan. "Menurut kalian kenapa?"
David berpikir keras, dia mulai mengerti skema yang dirancang oleh si pelaku. Sedangkan Regina tersenyum lebar. Entah apa yang perempuan itu pikirkan. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mungkinkah skema yang rumit itu akan terpecahkan juga?
Apa yang dialami Kyra, tak mudah dipahami tanpa mengetahui seluk beluk dari tujuan si pelaku.