Chereads / Love And Conspiracy / Chapter 34 - Gelora berkepanjangan

Chapter 34 - Gelora berkepanjangan

David bersimbah darah, dia memegang perutnya yang terasa nyeri. Pria itu tersenyum melihat Regina. "Pak David, apa yang terjadi?" tanya Regina, kekhawatirannya memuncak. Pria itu menggenggam tangan Regina dengan lemah.

"Re-regina, dengarkan a-aku… baik-baik."

"Iya, aku mendengarnya," sahut Regina dengan cemas.

"Ka-kamu harus… uhuk… uhuk," David terbatuk-batuk, ia terlihat memprihatinkan.

"Aku akan membawamu ke rumah sakit. Kamu harus bertahan."

"Ja-jangan. Regina, dengarkan aku sebelum se─ uhuk… uhuk..."

Kondisi David kian melemah. Regina tak tega melihatnya seperti itu. Dia menggendong David seperti membawa karung beras. Kemudian, ia membetulkan motornya. Motor yang tadi tertabrak pohon, tak memiliki kerusakan yang parah.

Namun, ada sedikit lecet pada bagian lampu depan dan spion kiri tidak berada pada posisi yang sebenarnya. Dia tak memedulikan kondisi motornya, ia segera membawa David ke rumah sakit terdekat.

Dia mendudukkan David, tangan kirinya memegang punggung David agar tak terjatuh. Sedangkan tangan kanannya memegang kendali motornya. Walau agak susah, ia tetap menyalakan motor lalu menancapkan gas. Motor pun melaju dengan kecepatan penuh.

Setibanya di rumah sakit, Regina menggendong David pada punggungnya. "Suster, Tolong! Suster! Dia harus mendapatkan penanganan yang darurat. Dia terkena tembak," teriak Regina. Beberapa suster langsung menghampirinya dan membawa David.

"Harap tenang ya, kami akan segera menanganinya," ucap salah seorang suster, seulas senyuman tampak pada bibirnya.

Regina duduk di kursi berwarna putih, menunggu suster keluar dari ruangan itu. Pikirannya pecah antara memikirkan Keenan dan David. Kepalanya berdenyut tak karuan.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Hingga saat ini aku belum menemukan tuan muda dan sekarang malah David terluka. Aku bahkan tidak tahu siapa yang membuatnya seperti ini," gumam Regina.

Dia berdiri, lalu berjalan mondar-mandir. Beberapa menit kemudian, ia terhenti. "Apa mungkin aku harus meninggalkan David dalam keadaan seperti ini? Kalau aku tidak meninggalkannya, aku tidak akan menemukan tuan muda. Namun, jika aku tidak menemaninya, kalau David mengalami sesuatu yang buruk dan aku tak ada disisinya, maka kasihan juga," batin Regina.

Ketika kebingungan merasuki hati dan pikirannya, ponselnya berdering. Ia melihat nomor yang tertera pada layar ponselnya. Keningnya berkerut karena tak mengenal nomor itu. Ia mengira orang iseng yang mencoba mempermainkannya.

"Halo, siapa ini?" tanya Regina, suaranya terdengar galak.

"Ini aku. Berani ya, kamu membentakku," kata Keenan bersuara lantang.

"Ah, Tuan muda?" Regina melembutkan suaranya. Dia menggigit bibir bawah.

"Iya, ini aku."

"Ini beneran tuan muda?" Regina hanya ingin memastikan bila ia tak salah mendengar.

"Regina, apa kamu ingin gajimu aku kurangi?" ucap Keenan. Dia jengah dengan ucapan Regina.

"Ini, beneran tuan muda. Tuan muda di mana? Apa tuan muda baik-baik saja?"

"Aku tidak apa-apa."

"Syukurlah kalau begitu. Aku takut setengah mati." Regina bernafas lega. "Tuan muda di mana sekarang? Aku akan ke sana untuk menemuimu," ucap Regina.

"Kemarilah. Banyak hal yang ingin aku diskusikan bersamamu."

"Tetapi…."

"Kenapa? Ada masalah?"

"David terluka, Tuan muda."

"Apa kamu bilang? Di mana dia sekarang?"

"Dia ada di rumah sakit bersamaku."

"Biar aku ke sana. Tunggulah aku!"

"Baik, Tuan muda." Panggilan pun dimatikan secara sepihak oleh Keenan. Regina dapat tenang seketika, ia duduk di kursi sembari tersenyum lebar.

******

Keenan menghentikan taksi, lalu ia naik dengan langkah yang tergesa-gesa. "Tujuannya ke mana, Pak?" tanya sopir itu.

"Langsung saja ke rumah… hotel aja," ucap Keenan. Ia ingin meletakkan barang-barang yang ia beli di hotel.

"Baik, Pak," ucapnya ramah.

"Agak cepat ya."

"Waduh, enggak bisa, Pak. Di depan ada polisi yang berjaga."

"Sial! Putar mobilnya, lalu lewat jalan yang lain saja."

"Saya masih baru jadi sopir. Jadi, saya kurang tahu jalan alternatifnya."

"Aku tahu jalannya. Ikuti saja arahanku!

"Baik, Pak."

Sopir itu mengikuti arahan dari Keenan dan tak lama mereka telah sampai di hotel. Tanpa membuang waktu, ia bergegas ke kamar hotel. Dia meletakkan kartu hotel hingga pintu kamar terbuka. Kyra tengah membuka pakaiannya. Rasa tidak nyaman ia rasakan. Ada aroma yang kurang sedap yang berasal dari bajunya.

"Aaaah! Ka-kamu kalau membuka pintu, gedor dahulu dong," kata Kyra seraya menutupi tubuhnya dengan selimut.

Keenan menyeringai, sepertinya, kepergiannya ke rumah sakit akan sedikit lebih lama. Keenan mendekati Kyra. Dia tersenyum melihat wajah wanita itu yang malu-malu. "Ke-kenapa masih di sini? Keluar dahulu sana!"

"Ini hotelku, kenapa aku harus pergi?" ujar Keenan. Ia meletakkan barang belanjaannya pada meja, lalu berbaring di sebelah Kyra.

"Kamu dari luar. Mandi dahulu sana!" ucap Kyra sambil mendorong Keenan. Pria itu terlalu kokoh untuk terjatuh dari tempat tidur. Dia menutup kedua matanya.

"Aku cukup lelah dan jangan mengusikku!"

"Sofa itu masih lebar. Kamu tiduran di sana saja."

"Enggak minat. Tidak seempuk disini," kata Keenan. Ia memeluk perempuan itu.

Kyra tak bisa berkutik dipeluk. Keenan semakin mempererat pelukannya. "Ini sangat menyebalkan!" Keenan membuang selimut yang menutupi tubuh polos Kyra.

"Dasar brengs*k! Kamu pasti menggunakan kesempatan ini untuk berbuat mesum." Kyra memukul-mukul dada bidang Keenan. Pria itu membuka mata, menangkap tangan Kyra.

"Dari awal aku mengenalmu, kamu selalu susah untuk diatur. Tak bisakah kamu menurut sedikit saja?"

"Aku bukan perempuan gampangan yang seenaknya dapat diperlakukan seperti itu."

"Oh ya? Kalau begitu, aku menantangmu untuk keluar dari sini. Kalau kamu bisa meloloskan diri dariku, aku akan membiarkanmu pulang ke rumahmu."

"Walau kamu tidak mengatakan seperti itu, aku tidak ingin berada di sini." Kyra menatap Keenan tajam. Ia menggigit lengan Keenan dengan sekuat tenaga. Pria itu semakin tak ingin melepaskan Kyra. Dia mendorong Kyra hingga menindihnya.

"Kamu tidak akan bisa lolos dari sini."

Keenan mencium rakus bibir Kyra. Gerakannya tak stabil. Leher menjadi pusat perhatian khusus bagi pria itu. Ia memperluas ciumannya hingga berada pada daerah Kyra yang sensitif.

Kyra mengeluarkan suara seksinya karena menerima perlakuan seperti itu. "Mulut laknat, kenapa kamu bertindak yang tak seharusnya kamu lakukan," umpat Kyra di dalam hatinya. Keenan menyeringai.

"Tenang, kita masih punya banyak waktu."

"Aku tidak mau berlama-lama denganmu."

"Kamu sudah tidak sabar, ya?" goda Keenan.

Kyra merutuki dirinya dengan sebutan bodoh. Kenapa malah mengatakan sesuatu yang seolah-olah mengundang Keenan untuk berbuat bejat? Dia tidak bermaksud mengatakan itu.

"Bukan itu maksud aku. Aku tidak ingin…"

Keenan mencium bibir Kyra sekali lagi. Gerakannya lebih stabil dibandingkan yang tadi. Meskipun stabil, ia tak dapat melepaskan Kyra. Kedua tangannya berselancar indah, Kyra merasakan sensasi yang bergejolak. Perempuan itu mengerang.

Dia menggelengkan kepala, mencoba agar tidak terpengaruh dari tindakan Keenan. Dia berusaha menguasai dirinya. Namun, gerakan tangan Keenan membuatnya terasa sulit. Justru tubuhnya seperti magnet yang tak bisa berjauhan dengan Keenan.

Tubuhnya mengkhianati hatinya. "Bodoh! Bodoh! Aku tidak boleh seperti ini. Keenan adalah iblis. Aku harus melakukan cara agar tak termakan trik liciknya," batin Kyra. Akan tetapi, Keenan tak memberikan kesempatan Kyra untuk meloloskan diri.

Saat Keenan sudah tak kuat menahan hasratnya lagi, ponselnya berdering, mengganggunya seketika. Akankah hal itu dapat menghentikan perbuatan Keenan?