Chereads / Love And Conspiracy / Chapter 27 - Superhero datang

Chapter 27 - Superhero datang

Kedua tangan keenan dimasukkan pada saku celana. Cara berjalan serta bergaya seperti itu sudah menjadi kebiasaannya. Dia meraih tangan Regina seperti seorang pangeran yang menyelamatkan seorang putri.

Tatapan Keenan dengan senyuman tersungging pada bibirnya, mungkin dapat menghipnotis jutaan kaum hawa. Regina merasakan gugup, bukan ia memiliki perasaan terhadap Keenan, melainkan ia tahu arti tatapan pria itu padanya.

Dia menggertakkan gigi seraya melebarkan senyuman seakan tak merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Dia menggigit bibir sambil menundukkan kepala. "Regina, kamu telah membuat kesalahan yang besar," bisik Keenan.

"Mampus aku! Dia pasti akan menghukumku," batin Regina. Pria itu menundukkan kepala mengarah pada polisi-polisi itu. Padahal, Regina yang bersalah, namun dia malah yang meminta maaf. Keenan menundukkan kepala Regina, menyuruhnya meniru apa yang ia lakukan.

Polisi-polisi itu saling menoleh satu sama lain. Keenan menunjukkan ketulusannya dengan membungkuk agak lama. "Regina, kamu sudah menjatuhkan harga diriku, awas saja kamu ya nanti," batin Keenan. Ia telah menandai Regina seperti polisi mengingat-ngingat wajah buronan.

"Maaf atas ketidaknyamanannya."

"Apa kamu walinya?" tanya seorang polisi yang paling senior di antara mereka. Dia terluka pada perut dan kedua tangannya. Jika ia lebih lama bertarung dengan Regina, mungkin kedua tangannya sudah patah tulang.

"Sebenarnya, dia adalah adik saya. Harap dimaklumkan, ia masih labil dan sulit dikendalikan," ucap Keenan.

"Kamu tahu, kesalahan apa yang dilakukan adikmu ini? Selain tidak mematuhi rambu lalu lintas, ia juga tidak membawa SIM dan STNK. Selain itu, dia berkeinginan kabur dari petugas. Dia juga mengatakan kalau berasal dari agen rahasia, tetapi keanggotaannya tak terdaftar disana. Bahkan, ia menyerang kami semua, tak ada rasa hormat sama sekali. Menurutmu hukuman apa yang pantas untuk orang seperti itu?"

"Maafkan saya karena kurang mendidik adik saya dengan baik. Saya berjanji ini yang terakhir kalinya dan tidak akan terulang lagi," kata Keenan sembari mengepalkan tangan.

Akan tetapi, para polisi itu tidak memberikan kebebasan pada Regina. Motor tetap akan diambil. Keenan masih memiliki satu opsi terakhir, ia memberikan kartu namanya pada polisi-polisi itu.

"Ada apa ini?" tanya seorang kepala polisi yang tak sengaja melihat mereka.

Seorang polisi senior yang tadi diserang oleh Regina menceritakan kronologinya. Kepala polisi itu melihat kartu nama yang diberikan Keenan pada mereka. Anehnya, ekspresi wajahnya berubah menjadi ramah. Bahkan, ia menundukkan kepala pada Keenan.

"Jadi, kami boleh pergi dan membawa motor adik saya?" tanya Keenan.

"Tentu saja boleh. Silakan, kalau mau diambil. Kamu tidak perlu sungkan," ujar kepala polisi itu sembari menundukkan kepala. Polisi-polisi yang lain cukup kaget dengan tingkahnya. Selama ini, kepala kepolisian selalu bersikap biasa saja dan terbilang cuek.

"Kalau begitu, kami permisi dulu," kata Keenan, mengambil kembali kartu namanya.

"Te-terima kasih banyak, ya," ujar Regina dengan menunjukkan sikap hormatnya.

"Kita ketemu ditempat biasa," bisik Keenan seraya menepuk pundak Regina.

"Habis deh aku!" Regina menepuk kening, ia tak tahu apa yang akan Keenan lakukan terhadapnya.

******

Tempat usang berdebu menjadi pilihan terbaik bagi Keenan dan Regina bertemu. Suara knalpot motor Regina memecah keheningan. Ia turun dari motor menunggu kedatangan Keenan.

Tak lama, pria itu turun dari mobil. Regina langsung menghindarinya. Ia tak mau wajahnya babak belur dipukuli Keenan. "Kenapa? Takut kupukul?" ujar Keenan. Regina menganggukkan kepala seraya menggigit bibir bagian bawahnya. "Sini!"

"Enggak, ah. Aku bicara di sini saja," kata Regina. Ia tampak ketakutan.

"Regina, jangan membuat darahku makin mendidih!" bentak Keenan.

Kesabarannya telah habis menghadapi wanita itu. Suara lantangnya mempercepat detak jantung Regina dalam sekejap. Kendati sempat ragu, ia pun menghampiri Keenan dengan berjalan pelan.

"Tuan muda, jangan marah ya. Lain kali, aku hati-hati. Jangan pukul aku, ya," tutur Regina sembari menundukkan kepala. Dia membayangkan tubuhnya penuh luka. Jika hal itu terjadi, Regina tak ingin melawan, membiarkan Keenan melampiaskan kemarahannya.

"Siapa yang akan memukulmu? Aku tidak pernah memukul perempuan, apalagi perempuan seperti kamu pasti akan membuat kesalahan yang sama. Tanganku terlalu kotor jika menghabiskan tenaga untuk memukulmu."

"Ja-jadi tuan muda tidak jadi menghukumku, kan?"

"Siapa bilang?" Keenan menaikkan salah satu alisnya.

"Tu-tuan muda, bisa gak request hukuman? Aku akan membersihkan gudang ini dengan bersih dan kinclong. Aku rasa hukuman itu sesuai," kata Regina sambil menunjuk-nunjuk daerah yang kotor.

"Itu terlalu ringan. Kalau bukan karena kartu nama yang tertulis nama wilson, kamu tidak akan bisa selamat. Menurutmu, hukuman membersihkan tempat yang sempit ini sesuai dengan perbuatanmu?" Keenan melotot tajam seakan sedang memburu mangsa. "Aku punya ide."

"A-apa hukumanku?" Dia berharap hukuman yang diberikan Keenan tak berat, bahkan lebih ringan dibandingkan apa yang wanita itu katakan. Senyuman licik ala Keenan menyebabkan bulu kuduk Regina merinding. Dia menelan ludah sesaat. "Sepertinya, ini akan sulit," batin Regina.

"Menjadi pengasuh Chiano selama sebulan. Itu yang paling cocok untukmu.

"Hah? Apa nggak ada hukuman yang lain, Tuan muda?"

"Hmm… ada sih."

"A-apa itu? Aku akan melakukannya, asalkan jangan menugaskan aku untuk mengurusi Chiano. Anjing itu bikin repot." Dia teringat kembali pertemuan beberapa kali dengan Chiano. Setiap kali ia bertemu Chiano, ia bersin dalam waktu yang cukup lama. Dia alergi dengan bulu binatang.

"Kamu kembali ke polisi tadi, lalu menyerahkan dirimu untuk diadili," kata Keenan sambil tersenyum lebar.

"Kenapa enggak sekalian aja kirim aku ke penjara?" Regina menatap Keenan kesal.

"Terserah pilih yang mana. Aku orang yang berbaik hati."

"Aku lebih baik mati dibandingkan kehilangan motorku," ujar Regina, membuang muka.

Bagi Regina, motor melebihi nyawanya sendiri setelah uang. Didalam hidup Regina hanya tiga yang berharga dalam hidupnya, yaitu: uang, motor, dan handphone. Dia tidak mau dipisahkan oleh ketiga benda itu.

Jika ada pencuri yang ingin mengambil satu diantara ketiga benda itu, Ia rela menghajar habis-habisan hingga membuatnya pingsan. Dia paling sadis kalau berhubungan dengan itu semua.

Keenan paling tahu kelemahan Regina, namun pria itu tak pernah peduli. Keenan bukan sosok pria yang memperdulikan hidup seseorang, ia lebih sering menyengsarakan mereka. Namun, kehadiran Kyra mampu mengubah sedikit demi sedikit sifat itu.

"Tuan muda, bukankah penyelidikan terhadap perempuan itu belum selesai? Sebaiknya, hukumanku ditunda dulu saja." Regina tak kehabisan ide.

"Boleh juga. Sekalian hukumanmu ditambah ya. Aku ingin kamu mengawasi seseorang untukku."

"Siapa orangnya?"

"Perempuan itu. Aku ingin kamu seret dia untuk bekerja di green house. Setelah itu, bantu aku mengawasinya."

"Kalau itu aku setuju. Aku akan mengawasinya 24 jam penuh."

"Namun, menjadi pengurus Chiano jangan kamu lupakan. Mengerti?"

"Aku..."

"Tidak ada bantahan sejenis apapun! Udah sana pergi!"

"Dasar pria arogan, gaya bicaranya mirip seperti setan!" batin Regina.

Sebelum Regina meninggalkan tempat itu, mereka dikejutkan oleh bayangan seseorang. "Siapa di sana?" ujar Keenan.

Firasatnya tak enak. Regina mengambil pistolnya, ia bertindak hati-hati dalam menembak. Siapakah sosok itu sebenarnya? Senyuman licik tampak pada wajahnya.

Akankah ia menjadi lawan yang berbahaya untuk Regina? Keenan tak bisa berdiam diri, ia merasa bahaya akan menjemputnya. Mungkinkah sesuatu terjadi pada kedua orang itu?