Chereads / Love And Conspiracy / Chapter 29 - Kemarahan Regina

Chapter 29 - Kemarahan Regina

Kerutan tampak pada wajah Regina, memperlihatkan kemarahan yang tak terbendung. Kedua alisnya menurun, ia berpikir keras. Tangan kirinya mengepal, segala kekesalannya merasuk ke dalam jiwanya.

Dentingan waktu terus bergulir, tak terasa Regina menyia-nyiakan waktu tersebut. Sebenarnya, ia tak mau hanya berdiam diri, hanya saja ia tak tahu apa yang terjadi pada Keenan kalau ia bertindak gegabah.

"Bunuh aku! Kamu bisa menukar nyawaku dengannya," kata Regina. Ia tak peduli dengan hidupnya. Selama ini, Keenan telah banyak membantu hidupnya. Mungkin, hanya ini yang bisa ia lakukan. Dia menutup kedua mata, membayangkan kematian menjemput dirinya.

Jay menatapnya sedih, ia tak menyangka Regina begitu setia pada Keenan, sehingga rela menukarkan nyawanya sendiri. Jarang sekali ada seseorang yang berkorban untuk majikannya. Kebanyakan mereka memikirkan keselamatan diri sendiri tanpa peduli yang lain.

"Kamu menang!" seru Jay. Ia mematikan bom waktu tanpa melakukan apa-apa pada Regina. Wanita itu tak mengerti apa yang Jay rencanakan.

"Kenapa kamu tidak membunuhku?"

"Hanya ingin saja."

"Kamu tidak sedang memainkan trik denganku, kan?" terka Regina seraya menyipitkan mata.

"Aku ini sedang berbaik hati, kamu mestinya bersyukur, bukan malah menuduhku sembarangan," kata Jay sambil melipat kedua tangannya ia berjalan mendekati Regina.

"Orang sepertimu tidak mungkin tiba-tiba berubah pikiran," ucap Regina. Jay tersenyum miring.

"Aku berbelas kasih hanya untuk hari ini saja." Jay menyentuh dagu Regina. "Kamu beruntung, kematianmu tidak terjadi hari ini. Itu artinya, kamu berhutang satu nyawa denganku."

"Aku enggak butuh itu. Ayo kita bertarung! Kita selesaikan masalah ini sampai tuntas."

"Kamu ini seorang perempuan. Biasanya perempuan diluar sana bekerja di dapur atau merias diri, tetapi kamu malah hobinya suka berkelahi." Jay menggelengkan kepala, ia tak mengerti.

"Aku tidak suka bergaya memuakkan seperti itu." Regina mengarahkan pistol pada kepala Jay. Akankah ia berhasil membunuh pria itu?

"Kalau dilihat dari dekat, kamu begitu manis. Sayang, kamu sangat galak," bisik Jay. Regina tak peduli apa yang Jay katakan. Ia tak takut dengan topeng yang dipakai pria itu. Regina meludahi wajah Jay hingga mengenai topeng yang dipakai pria itu. Bukan marah, pria itu malah tertawa. "Kamu memang berbeda seperti perempuan lain." Gimana kalau kita…"

"Ucapkan selamat tinggal pada dunia ini karena takdirmu sampai disini saja," kata Regina seraya menekan pelatuk.

Sepasang mata Regina melotot tajam. Pada saat yang bersamaan, tangan Jay bergerak lincah, mengeluarkan peluru dari pistol yang Regina gunakan. Kemudian, ia membuang peluru tersebut. "Beraninya kamu berbuat seperti itu!" Regina tak bisa menyembunyikan amarahnya yang kian memuncak.

"Sekarang, kamu sudah tak memiliki senjata apa pun."

"Aku masih punya ini."

Regina meninju dagu Jay dalam hitungan detik. Sayang, pria itu berhasil menghindar. Meskipun ia tak bisa menggunakan pistol, gerakannya masih gesit. Regina dapat melihat penampilan Jay dengan korek api yang pria itu pegang. "Topengmu itu sangat menjijikkan!"

"Semakin kamu marah, kamu tampak begitu menggoda," ujar Jay, menyentuh wajah Regina.

Kilatan kemarahan mengelilingi tatapan mata Regina, dia paling tak bisa diperlakukan seperti itu. Dia meninju perut Jay tanpa basa-basi. Jay tak dapat menghindar. Ia mengeluarkan darah dari dalam mulutnya. Pria itu masih sempat tertawa. Korek api yang dipegang Jay terjatuh begitu saja.

Regina memutar kedua kakinya dengan cepat, menendang dada Jay. Pria itu memegang kaki kiri Regina. Regina memiliki kebiasaan menendang menggunakan kaki kirinya. Dia tak mau menyerah.

Regina sengaja menjatuhkan diri ke lantai, lalu kedua tangannya memegang lantai. Ia tak ingin membiarkan kaki kanannya menganggur. Regina menggerakkan kaki kanan yang tidak dipegang Jay. Sasarannya adalah perut Jay. Pria itu terlalu peka.

Dia tahu kalau Regina mengincar perutnya, Jay memegang kaki kanan wanita itu dengan gampang. Walau sempat kesusahan karena kedua kakinya tidak bisa bergerak, dia memiliki ide yang brilian.

Regina menggunakan kesempatan itu memutar kedua kakinya bersamaan, kemudian menendang tangan Jay. Tendangan diluncurkan cukup keras, akankah Jay tak dapat berkutik? "Kamu pikir dengan caramu itu dapat menyerangku secara brutal? Itu tidak akan terjadi," kata Jay. Regina dapat merasakan amarah Jay dari suara pria itu.

Jay bersikukuh tak melepaskan kedua kaki Regina, ia berjalan tanpa membiarkan kedua kaki wanita itu terlepas dari genggamannya. Regina terseret, walau dalam kondisi seperti itu, ia masih belum menyatakan kekalahannya. Handphone yang berada di saku Regina terjatuh begitu saja.

Segala amarahnya berkumpul menjadi satu. Ia menggunakan cara yang sama seperti tadi, kedua tangannya menyentuh lantai, berusaha menggapainya. Setelah itu, ia kerahkan kedua kakinya yang masih terjerat dengan sekuat tenaga.

Kali ini, kedua kaki Regina terlepas dari kedua tangan Jay. Ini kesempatan yang bagus untuk melakukan perlawanan. Dia menendang perut Jay. Jay tak dapat berkutik. Pria itu tersungkur ke lantai. Regina berdiri dengan sempoyongan, ia merasa kedua kakinya agak kram.

Dia meluruskan kakinya, rasa kram menghipnotis kedua kakinya tak bisa digerakkan dengan mudah. Disaat seperti itu, Jay mendekati Regina. Pria itu meninju wajah Regina. Seringainya tak ketinggalan dari bibirnya. Regina merasa mulutnya agak sobek terkena tinju tersebut.

Regina tak ingin kematian datang menjemputnya, ia menggunakan kaki kirinya untuk menendang. Hanya saja Jay berhasil menjauh. Kini, giliran Jay yang memakai kakinya untuk melancarkan serangan. Kaki kanannya mengarah pada perut Regina, tendangan yang cukup keras itu menimbulkan luka dalam.

Regina mengepalkan kedua tangan. Bibirnya tersenyum melihat bala bantuan menjemputnya. Ia melihat senapan miliknya yang tadi dijatuhkan Jay. Regina mengambil pistolnya, kemudian memasukkan kembali pelurunya.

Gerakan yang ia anggap cepat, masih kalah dibandingkan Jay. Pria itu tiba-tiba menghilang dari hadapannya. "Hei, dimana kamu?" teriak Regina, dia berpikir Jay masih di sekitar sana.

Tanpa sadar, sepatu kets yang Regina kenakan menyentuh korek api. Wanita itu memungut korek api, kemudian menyalakannya. Jay sudah tak ada disana. "Ah, sial! Kalau dia pergi, gimana caranya aku mencari tuan muda? Aku enggak boleh menyerah. Apapun terjadi, aku akan menemukan tuan muda," gumam Regina.

Ia mengambil ponselnya yang terjatuh tadi. Dia mengubah rencana, ia tak lagi mengejar Jay. Ia mencari keberadaan Keenan. "Tuan muda, di mana kamu berada?" tanya Regina, suara teriakannya begitu kencang.

Hening, satu kata itu yang selalu bikin ia cemas. Akan tetapi, ia belum menyerah. Dia memakai korek yang ia ambil tadi untuk menunjukkan arah. Tak ada siapapun di sekitarnya. Kepalan tangan muncul begitu saja. Ia mengacak-acak rambutnya, frustasi mulai menggerogotinya.

Regina terdiam sejenak, ia hanya berpikir keberadaan Keenan. Dia memusatkan pikirannya dalam satu titik sembari menutup kedua mata, jika ia berada di posisi musuh, tempat mana yang paling dominan untuk menyembunyikan Keenan?

Dia berpikir satu tempat. Dia berlari kencang keluar dari gudang itu, berharap dapat menemukan Keenan. Regina tersenyum ketika melihat karung. "Itu pasti tuan muda." Regina berlarian tak sabar. Dia membuka karung itu.

Apakah Keenan berada di karung itu? Saksikan, aksi Regina selanjutnya dalam menyelamatkan Keenan. Hal-hal yang mendebarkan akan segera tiba.