Sekujur tubuhnya mendadak basah diguyur keringat dingin yang tiba-tiba mengalir deras seperti aliran air terjun. Untuk kedua kalinya pria bermanik senja di hadapannya menanyakan pertanyaan yang menyebabkan kinerja jantungnya berdetak tidak normal.
"Kau butler earl, bukan? Apa maumu?" tanya Veronica dengan sirat ketidaksukaan yang begitu kentara. Putri bungsu keluarga Lindford itu masih bisa menyunggingkan senyum miring⸺menyembunyikan respon tubuhnya yang tidak dapat berdusta. Ia ketakutan.
"Ah … aku tahu! Kau ingin membalaskan dendam nona mudamu itu, benar?"
Melihat riak wajah Kieran yang tiba-tiba berubah menjadi datar sepersekian detik membuat Veronica semakin tersenyum lebar. Ia mengetahui satu hal, gadis angkuh itu pasti telah meregang nyawa. Dan alasan keberadaan butlernya ini karena ia berhasil menjatuhkan sang nona muda.
Mengagumkan!
"Akhirnya! Silvester kau memang sudah sepantasnya mati. Astaga,betapa tidak sabarnya aku menanti jalang sepertimu menemu⸺"
"Anda itu memang … terlalu banyak bicara ya?"
Zrashhh
Tubuh kereta telah hangus terbakar api hitam yang dilemparkan Kieran. Pria itu kini berdiri cukup jauh dari bangkai kereta, memandang lidah-lidah salah satu jenis api dunia bawah yang ditakuti siapapun.
Cukup lama ia memperhatikannya, hingga tiba-tiba saja ia tergelak tawa. Butler berparas tampan itu bahkan sampai membekap bibirnya agar tawanya tidak meledak semakin keras. Karena ia akan tampak tidak beretika.
"Hebat sekali … sepertinya gelar salah satu ahli pedang yang disematkan pada Lindford bukan hanya sebuah omong kosong belaka. Melompat keluar tepat sebelum api mulai menjalar, menandakan Anda memiliki refleks yang cukup baik."
Kieran memandang sosok gadis penuh luka yang bersimpuh di seberang bangkai kereta. Tikus liar yang angkuh itu kini terengah-engah akibat asap yang sempat mengepungnya. Veronica menggeram kesal, tangannya yang gemetar masih menggenggam erat bilah pedang peraknya.
"Kau … dasar iblis sialan!"
"Ya benar … saya memang iblis, persis seperti mendiang pelayan Anda," balas Kieran santai. Alis Veronica saling bertautan begitu mendengar satu kata yang terasa ganjil di telinganya. Tidak hanya itu, sebuah pertanyaan juga muncul bersamaan.
'Bagaimana bisa butler si jalang mengetahui identitas sebenarnya dari Jennette?'
Seutas senyum tersungging di kedua sudut bibir Kieran. Ia memandang sosok Veronica dengan tatapan remeh dan merendahkan, seolah gadis itu adalah seekor serangga rendahan yang mengganggu pandangan. Dan tatapan sepasang iris senja itu berhasil menyulut sumbu kemarahan Veronica.
"Kau! Apa maksudmu dengan mendiang pelayanku?!" seru Veronica penuh emosi.
Sayangnya suara nyaring gadis bersurai senja itu tidak membuat Kieran gentar. Ia justru sengaja melangkah mendekat menuju tempat dimana Veronica berada. Padahal ujung bilah pedang diacungkan tepat di depan mata.
Sepasang iris senja itu menatap salah satu anak manusia yang ternyata menjalin kontrak dengan kaumnya, dan lagi wanita tua itu bukanlah golongan iblis rendahan. Ia adalah mantan ibu para iblis, legenda terdahulu sebelum Lucifer tiba dan mengambil alih tahta dunia bawah.
"Saya tidak tahu Anda sebodoh itu sampai tidak dapat memahami arti ucapan saya," jawab Kieran sembari menarik ujung dagu Veronica yang mulai gemetar,
"Bo-bo-bodoh!! Kau baru saja menyebut putri seorang viscount bodoh! Kau harus mati dipenggal atau menjadi makanan para anjing hutan hidup-hidup," ujar Veronica dengan nada yang semakin tinggi.
"Bukankah saya hanya mengatakan sebuah kebenaran? Siapapun pasti akan berpikir hal yang sama karena Anda tidak mengerti dengan kata mendiang. Padahal sudah sangat jelas arti dari kata tersebut adalah mati."
Kata terakhir dari penjelasan panjang dan lebar Kieran membuat seluruh saraf-saraf tubuh Veronica berhenti bekerja untuk sesaat. Iris abu-abunya memandang manik senja di hadapannya yang berkilat. Bulu kuduknya meremang, tanda bahaya benar-benar telah dibunyikan sirine dalam dirinya.
Namun bukannya menjauh dan melarikan diri Veronica justru melayangkan tebasan panjang guna memisahkan kepala sang butler. Sayangnya bagi Kieran serangan gadis muda di hadapannya tidak lebih dari sekedar sebuah gertakan seekor tikus.
"Ah … sepertinya saya baru saja membuat Anda ketakutan."
"Tutup mulutmu, bedebah! Siapa yang ketakutan … kau lah yang seharusnya gemetar ketakutan karena memilih lawan yang salah," timpal Veronica sembari melepaskan tusukan dan tebasan lainnya.
Lagi, lagi, dan lagi. Kieran berhasil menghindari setiap serangan gadis bersurai senja yang terus menerus memberikan tebasan tanpa henti, tetapi sang butler berhasil menghindarinya seolah ia sedang melakukan sebuah permainan.
"Nona, izinkan saya memberikan satu saran. Terkadang Anda harus menggunakan otak Anda dibandingkan mengikuti amarah yang meluap-luap. Karena itu semua bisa membawa Anda menuju kesengsaraan."
"Salah satunya seperti ini …"
Sretttt
"Argh!" Veronica mendesis saat beberapa luka berhasil mengukir kulit putih mulusnya. Dalam hitungan detik setiap serangannya dibalikan, tidak hanya itu ia bahkan tidak dapat melihat dengan jelas gerakan Kieran.
Tubuhnya tidak lagi dapat berdiri hanya akibat rasa sakit yang telah melampaui kemampuannya. Ia kini bahkan telah bersimpuh di hadapan Kieran. Iris abunya memandang sosok tampan sang butler dengan tatapan sinis.
"Nah … sekarang sesuai perintah tuan muda saya tidak boleh membawa Anda dalam keadaan tidak bernyawa. Sayang sekali padahal saya ingin sekali segera mencabik tenggorokan Anda."
"Tuan mu-muda …?"
"Benar, tuan muda yang Anda begitu cintai itu. duke Alastair Dax Salvador memberikan perintah langsung untuk membawa Anda ke hadapan beliau."
Raut wajah Veronica semakin memucat begitu mengetahui pria yang selama ini ia cinta berada di balik rasa sakit yang ia terima. Alastair yang dicintainya sejak dahulu kala ternyata menginginkan kematiannya.
"Nah … Nona, mari kita per⸺"
Zrashhh
"Aku … tidak akan membiarkanmu membawaku kemana pun!"
Veronica baru saja berhasil kembali menuju daratan dunia nyata. Ia tidak bisa tewas begitu saja, ia harus segera pergi untuk membalaskan seluruh rasa sakitnya. Tentu saja kepada gadis bersurai keemasan yang mencuci otak Alastair sampai membuat pujaan hatinya menaruh dendam padanya.
Ia berhasil memberikan luka pada tubuh Kieran menyebabkan cairan kental merah menyembur dari lengannya yang baru saja kehilangan tangan kirinya. Dalam celah itulah Veronica bergegas berlari secepat ia bisa, meninggalkan sang butler yang hanya terdiam.
"Astaga … aku terlalu banyak bicara."
***
Gadis bersurai senja tengah berlari terseok-seok dengan luka di sana-sini, sebuah pedang yang patah di tangannya. Tepat di belakangnya seorang pria tampan bersurai hitam berjalan dengan tenang.
"Argh-" Teriak Veronica saat sebuah rantai membelit kaki dan merayap hingga akhirnya membelit tubuhnya. Pria itu menarik rambutnya menatap raut babak belur nya dengan tajam tak lupa senyum rupawan yang meremehkan.
"Bagaimana bisa tanganmu sudah kembali," ujar Veronica sembari memandang tangan kanan Kieran yang saat ini sedang menarik keras helaian surai senjanya.
"Anda lupa? Saya itu seorang iblis, menyambungkan tangan merupakan hal remeh-temeh dasar dari kemampuan kami," balas Kieran.
"Oh, Nona … jangan khawatir saya akan memperlakukan Anda dengan baik seperti Anda memperlakukan nona saya sendiri," imbuhnya dengan senyum yang mengerikan.
"JENNETTE!!! JENNETTE! KAU DIMANA??!" Veronica tiba-tiba berteriak histeris memanggil sang pelayan, tapi yang dipanggil tak juga datang. Sebastian justru tertawa keras hingga memegangi kepalanya.
"Nona, bukankah saya sudah bilang? Wanita itu sudah mati." Kieran menekan pipi gadis bersurai senja dengan tangannya yang memiliki kuku setajam cakar seekor singa, sehingga cairan merah anyir telah mengalir di sana⸺Veronica meringis menahan perih.
"Aku tidak akan pernah mempercayai ucapanmu?! Tidak ada yang bisa mengalahkannya!! Dia yang terkuat! Lagi pula bagaimana bi⸺"
Veronica kembali memekik keras ketika tubuhnya dilempar begitu saja pada dinding, ia terbatuk mengeluarkan darah. Bahkan gaun mahal yang kekanakannya dipenuhi noda merah cairan anyir itu.
"Bagaimana bisa? Tentu saja itu karena ia tidak seharusnya …. menentang rajanya sendiri."
"Apa maksudmu dengan raja? Siapa raja itu?" tanya Veronica lagi. Iris abunya kali ini benar-benar bergetar takut ketika dipandang sang butler.
"Nona, jangan pernah berani mengusik seekor singa, karena setenang apapun dia … bagaimanapun dia tetaplah terlahir sebagai seekor singa, bukan seekor kucing," bisik Kieran yang semakin mengeratkan genggamannya pada helaian surai senja Veronica, hingga pemiliknya menangis tersedu sembari memohon ampun.
"Anda bertanya raja siapa? Tentu saja … itu saya! Raja dari dunia miliknya, singa yang menguasai daratan," jawab Kieran dengan seutas seringai menyeramkan sekaligus memabukan.
"Nah …akhirnya tikus liar yang menggigit nona mudaku berhasil tertangkap. Sekarang saatnya kita kembali menuju kediaman pujaan hati Anda. Banyak hal yang ingin duke sampaikan kepada Anda, my Lady."