Hari hampir temaram Aisyah baru saja selesai melaksanakan shalat ashar beberapa menit yang lalu di masjid yang terdekat dengan lokasi pantai. Senja di langit biru tampak begitu indah saat Aisyah mengabadikannya melalui ponsel. Momen seperti itu sangat Aisyah sukai, karena dengan melihat senja hatinya merasa tenang dari semua masalah yang dia rasakan.
Setelah puas bermain di pantai sendirian hari ini, Aisyah segera beranjak pulang karena sudah hampir gelap. Ia takut nanti abinya akan ceramah lagi saat dirinya selalu keluar di hari Minggu. Segera Aisyah menyalakan motor matic Scoopy miliknya, lalu dia lajukan sesuai kemampuannya agar tidak berbahaya bagi keselamatannya.
Meskipun Aisyah tidak pernah berhijab namun untuk urusan shalat dia tidak pernah meninggalkan hal itu. Hanya saja, untuk menuruti keinginan abinya menjadi wanita sholehah yang menutup aurat secara keseluruhan dirinya masih belum bisa.
Saat Aisyah sedang bersedih karena Reza membatalkan janji kencannya, ternyata dua insan di lain tempat tengah bercanda tawa sambil bercengkrama. Berbagi cerita dengan rona wajah yang begitu bahagia. Mereka menghabiskan waktu hanya berdua dan tidak ingin diganggu. Andai saja Aisyah tahu pasti dia akan murka dengan mereka berdua.
"Bang, kapan mau putusin Aisyah?" tanya gadis yang berada di samping Reza. Gadis itu tak lain adalah Salsa sahabat Aisyah. Aisyah tidak tahu jika mereka berdua terlibat affair yang sudah sejak lama terjadi. Reza merasa tergoda dengan Salsa yang menyukai dirinya. Merasa jika Aisyah tidak mengetahui, Reza melanjutkan hubungannya dengan Salsa yang semula hanya sekedar speak kini berubah jadi pacaran. Reza tertarik dengan Salsa yang menurutnya tidak monoton seperti Aisyah yang hanya berpegangan tangan saja.
"Iya kalau ketemuan lagi aku akan bilang , kan aku sama dia udah hampir tiga bulan nggak ketemu, sama kamu terus kan selama ini," sahut Reza tanpa merasa bersalah sedikit pun pada Aisyah yang baru beberapa jam yang lalu telah dia batalkan janji kencannya. Tidak ada yang menarik bagi Reza saat bertemu dengan Aisyah.
"Terus kamu menyesal bang kita bersama terus?" cetus Salsa sambil mencebik kesal. Dirinya ingin jika diantara mereka tidak ada Aisyah lagi. Salsa merasa iri pada Aisyah yang bisa mendapatkan pria yang dia suka.
"Ya nggak gitu sayang, kita kan bersama terus selama ini jadi aku belum sempat memutuskan dia," tutur Reza sambil tangannya membelai rambut blonde milik Salsa. Kepala Salsa lalu bersandar dibahu Reza tangan mereka saling bertautan seakan tidak ingin lepas. Setiap hari Minggu mereka menghabiskan waktu bersama, kali ini Salsa berada di rumah Reza sementara.
"Aku tunggu pokoknya," sahut Salsa yang menekan Reza agar segera memutuskan hubungan dengan Aisyah. Tentu saja Reza setuju karena dirinya merasa nyaman dengan Salsa, meskipun dari segi paras Aisyah jauh lebih mempesona.
Di sisi lain, Aisyah yang sudah tiba di rumah pas adzan magrib mendapat ceramah habis-habisan dari abinya. Seperti biasa Aisyah hanya diam saja, masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Sehingga kadang membuat Abi dan juga uminya sampai mengelus dada merasa kewalahan.
"Kamu tidak tahu waktu ya Asiyah, jam segini kok baru pulang?" sarkas Abi Rozaq dengan mata yang tak lepas memandang putri bungsunya yang memang sulit diberi nasehat. Pikiran mereka selalu bertentangan sehingga terkadang Aisyah pernah tidak ditegur oleh abinya. Hal itu kadang masih belum bisa membuat Aisyah jera.
"Abi, yang penting kan masih ada waktu, belum habis waktu magribnya," sahut Aisyah sambil meraih tangan abinya karena merayu agar tidak marah.
"Dari mana kamu? pantai? main musik sama teman-teman?" pungkas Abi Aisyah yang sudah hafal dengan tabiat anak bungsunya.
"Aisyah, kamu itu seharusnya dengarkan apa yang dibilang Abi," ucap umi Aisyah yang baru saja dari kamar untuk mengambil mukena. Karena akan melaksanakan shalat maghrib berjamaah di masjid depan rumah.
Kali ini Aisyah hanya diam saat uminya sudah mulai berbicara.
"Kapan kamu akan memakai hijab seperti kakak Anis dan Maira?" tanya Abi Rozak.
"Nggak tahu abi, oh ya Asiyah mau mandi dulu terus langsung shalat maghrib. Keburu habis bi nanti waktunya." Aisyah berkata sambil berlalu dari hadapan Abi dan juga Uminya untuk menghindari pertanyaan yang sudah seringkali dia dengar. Bosan, mungkin itu adalah kata yang tepat untuk Aisyah rasakan.
Abi dan juga Uminya hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya. Sepertinya mereka harus lebih ekstra bersabar lagi menghadapi si bungsu. Kemudian mereka berdua segera pergi ke masjid karena adzan sudah dikumandangkan. Selain menjadi tukang dakwah, Abi Rozak juga menjadi imam di masjid Agung depan rumahnya. Mereka menganggap jika Abi Rozak adalah pemuka agama yang banyak disegani oleh semua masyarakat.
Tentang Aiysah, banyak yang mencibirnya hingga saat ini karena tidak pernah menggunakan hijab saat keluar rumah. Mereka pun selalu membanding-bandingkan antara Aisyah dengan kedua kakaknya, Rengganis dan Humaira. Tetapi semua itu tidak pernah Aisyah tanggapi karena dirinya tidak membuang energi hanya untuk orang-orang yang dia anggap toxic.
Setelah selesai membersihkan diri dan menggunakan pakaian santai, Aisyah lalu segera membentang sajadahnya di atas karpet bulu dan menggunakan mukenanya. Dengan khusyuk dirinya menghadap sang ilahi untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang muslim. Setelah salam, Aisyah berdoa pada sang ilahi untuk dirinya memohon ampunan pada yang kuasa karena belum bisa berbuat baik seperti Aisyah yang diinginkan kedua orangtuanya.
Kewajiban telah dilaksanakan, Aisyah melanjutkan membuka buku untuk mata kuliahnya besok pagi. Karena besok dirinya ada kuliah jadwal pagi, oleh sebab itu Aisyah harus belajar terlebih dahulu mengantisipasi jika ada kuis dari dosennya. Saat mengambil buku yang ada di bagian paling bawah, tak sengaja tangannya menyenggol sebuah figura di atas meja belajarnya. Di dalam figura itu ada foto dirinya dan juga teman masa kecilnya yang dia tidak ketahui namanya. Waktu itu saat Aisyah menanyakan nama , anak itu hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. Tiba-tiba dirinya teringat dengan buku yang selalu dia bawa. Entah kenapa jika memegang buku itu hati Aisyah merasa ingin selalu menulis dan memenuhi setiap isi lembar di buku itu.
Dan di belakang buku itu ada inisial H yang sampai saat ini tidak Aisyah ketahui. Siapa H? itu yang selalu ada di dalam benak Aisyah. Terkadang Aisyah menyebutnya di dalam doa dengan Mr.H, dia berdoa agar bisa dipertemukan kembali dengan teman masa kecilnya yang hanya sebulan.
Aisyah ingat jika Mr. H itu adalah anak dari sahabat ayahnya yang kala itu sedang berkunjung ke rumahnya dalam jangka waktu yang lama, hampri sebulan. Sehingga Aisyah merasa senang karena memiliki teman yang sepemikiran dengan dirinya.
Tanpa sadar bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman yang mengembang kala mengingat kejahilan Mr.H waktu itu. Sejenak kebenciannya tentang Reza hilang begitu saja dari benak Aisyah.