Tepat hari ini adalah hari dimana Aisyah harus meninggalkan kota tercintanya, kota Pekanbaru. Kota yang dikenal sebagai pusat budaya melayu. Kota itu juga strategis karena terletak di jalur perdagangan internasional selat malaka dan berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Thailand. Kota yang dijuluki Bumi Lancang Kuning.
Pasti Aisyah akan merindukan semua yang ada di kota itu, kota kelahiran. Tentang kuliahnya di kampus, Aisyah telah memutuskan untuk berhenti dan terpaksa menuruti keinginan Abi nya untuk menuntut ilmu di pesantren. Meskipun hatinya meronta namun, ketetapan Abi tidak bisa diganggu gugat.
Sedangkan Rengganis hari ini akan ikut mengantarkan Aisyah ke Jawa juga bersama sekeluarga. Saat ini mereka telah berada di Bandara dekat rumahnya untuk mengantar Aisyah ke pulau Jawa tepatnya di Jawa timur. Dari kemarin Aisyah hanya diam tidak ingin menanggapi semua anggotanya berbicara, termasuk pada Rengganis.
"Aisyah, kenapa dari kemarin masih cemberut sih," tanya Rengganis yang merasa heran. Tidak tahu saja Rengganis saat ini jika Aisyah sedang bergejolak menahan kekesalan batin. Saat ini mereka sudah menunggu keberangkatan hanya tinggal menunggu panggilan.
"Nggak ada," jawab Aisyah singkat.
"Nggak mau tinggal di pesantren?" tanya Rengganis sekali lagi, Abi dan uminya hanya mendengarkan saja tidak ingin ikut bicara karena tidak ingin membuat mood Aisyah semakin memburuk. Melihat Aisyah yang mau meninggalkan kuliahnya di bidang seni saja membuat hati Abi dan umi merasa lega meskipun Aisyah tidak rela.
"Udah tahu pake nanya sih kak," cetus Aisyah menahan kesal. Kakaknya Rengganis pulang bukannya dia senang malah merasa tertekan. Dia tidak jadi rindu pada kakaknya yang selalu menjadi bahan perbandingan.
Saat akan berbicara lagi, suara operator menginstruksi jika pesawat keberangkatan ke pulau Jawa akan segera lepas landas.
Kemudian Aisyah segera menggeret kopernya. Mereka naik ke pesawat setelah melakukan boarding pass kemudian duduk ditempat masing-masing sesuai yang tertera oad tiket. Aisyah duduk di samping jendela. Wajahnya tampak murung dan tidak ingin mengatakan apapun. Hatinya mendadak merasa gelisah ketika akan meninggalkan kota tercintanya. Bolehkah dia berteriak ingin turun kembali. Namun semua kekesalan itu hanya mampu Aisyah pendam.
Kali ini Aisyah hanya menggunakan hoodie dan juga celana jeans, tak lupa juga sepatu sneaker nya. Itu merupakan outfit andalannya saat bepergian, siapapun yang melihatnya tidak akan menyangka jika dia adalah anak dari ustadz kondang Abdul Rozak.
"Apakah tinggal di pesantren termasuk pilihan yang paling tepat. Bagaimana jika di sana nanti aku nggak betah," gumam Aisyah dalam hati.
Kini pesawat sudah berada di ketinggian kira-kira 20.000 kaki. Abi dan Umi duduk berdampingan di depan Aisyah, sedangkan Rengganis duduk di samping Aisyah yang dari tadi hanya diam tanpa kata. Untuk menghilangkan kejenuhan yang melanda, Aisyah membuka ponselnya yang sudah dia atur dengan mode pesawat, dia ingin memutar lagu kesukaannya agar tidak di ajak bicara oleh kakaknya.
Lagu yang dia putar saat ini adalah lagu miliknya Alan Walker. Anak ustadz pencinta musik internasional? yang tahu pasti akan tercengang dan membully Aisyah tentunya. Apa jadinya jika nanti dia tahu saat di pesantren dirinya sudah tidak bisa memutar musik apapun dan juga bermain ponsel.
"Aisyah," panggil Rengganis sambil menepuk bahu Aisyah pelan. Sedangkan Aisyah telah menutup telinganya dengan earphone yang dia bawa dari rumah, dan kepalanya dia tutup dengan penutup Hoodie sambil matanya terpejam.
Aisyah tidak ingin membuka matanya begitu tahu jika dipanggil kakaknya. Dia masih kesal, andai saja kakaknya tidak pulang saat ini pasti dirinya masih kuliah dan tidak pergi ke Pulau Jawa.
Rengganis tampak menghela napas panjang saat tidak ada jawaban dari Aisyah. Kemudian dirinya lanjut membaca buku yang berjudul La Tahzan karangan dari DR. 'Aidh al-Qarni. Dari buku itu ada banyak pelajaran yang bisa Rengganis ambil hikmahnya, yaitu menjadikan akhlak kita kepada orang tua kita semakin lebih baik. Mendorong kita untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua dan tidak boleh melupakan jasa orang tua. Oleh sebab itu, selama ini Rengganis tidak pernah membantah ucapan Abi dan juga uminya.
Rengganis selalu menurut saat di suruh mendalami ilmu agama di negeri orang, meskipun hatinya saat itu sempat melawan. Buku itu sudah dia baca berulang kali oleh sebab itu dia akan menerapkan hikmah yang dapat dia petik dari membaca buku itu. Agar Abi dan uminya bahagia jika dia menurut.
Berbeda sekali dengan Aisyah yang selalu menyuarakan isi hatinya jika ada hal yang mengganjal. Dia selalu protes apabila keinginan Abi Rozak tidak sesuai dengan keinginannya. Tentu saja hal itu yang menjadi bahan perbandingan antara Aisyah dan Rengganis oleh Abinya.
Saat di kursi belakang tengah perang dingin, Abi dan uminya tampak sedang berbincang-bincang mengenai Aisyah.
"Bi, gimana nanti kalau Aisyah tidak betah dan minta pulang, padahal kita di sana cuma 3 hari untuk mengantar Aisyah saja," celetuk umi Masitoh sambil menghilangkan suasana hening antara mereka.
"Biarkan saja, awal-awal pasti begitu. Dia perlu beradaptasi pada lingkungan baru," jawab Abi merasa yakin jika lambat laun Aisyah akan betah tinggal di pesantren.
"Tapi umi nggak tega, dia kan anak-anaknya sulit beradaptasi dengan lingkungan baru." Umi masih tampak khawatir, berbeda sekali dengan Abi Rozak yang tampak santai saat ingin melepas Aisyah ke pesantren.
"Nggak apa-apa, di sana ramai santri yang dari kota Pekanbaru juga. Pasti Aisyah bisa cepat kenal, dia kan anaknya easy going dan tidak bisa diam," terang Abi Rozak agar istrinya itu merasa tenang melepas anak bungsunya tinggal di pesantren.
"Mudah-mudahan dia tidak marah sama kita lagi besok," ucap umi Masitoh yang merasa bersalah karena dari kemarin Aisyah tidak ingin berbicara apapun pada seluruh anggota keluarganya. Rengganis pun tampak merasa bersalah pada Aisyah karena menjadi bahan perbandingan oleh abinya.
Tak terasa tinggal beberapa menit lagi pesawat yang mereka tumpangi akan melakukan connecting flight ataupun transit di kota Bogor. Karena tidak bisa jika harus melakukan sekali penerbangan.
Aisyah yang mendengar pramugari menjelaskan jika akan sebentar lagi pesawat akan landing. Samar-samar telinga Aisyah mendengar instruksi dari pramugari. Kemudian Aisyah bersiap-siap dan tidak menghiraukan kakaknya yang tengah asyik membaca buku kesukaannya.
Saat menyadari jika Aisyah bergerak, Rengganis menoleh pada Aisyah.
"Syah, mau baca buku ini nggak biar nggak jenuh. Bagus lo ini buat kamu," seru Rengganis yang menawarkan bukunya pada Aisyah. Namun hal itu malah membuat Aisyah kesal. Ia tahu jika buku yang dibaca kakaknya bukan buku kesuksesannya.
"Kakak mau meledek aku?" tanya Aisyah tak terima.