Sedangkan Mbak Rini hanya tersenyum melihat tingkah Aisyah yang dia yakin pasti Aisyah tidak akan betah tinggal di pesantren. Aisyah tampak begitu menonjol di antara mereka semua. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bak artis menambah kesan menonjol bagi anak santri yang lainnya.
Santri yang lain tampak mengintip dari kamar mereka masing-masing saat mengetahui jika ada santri baru. Mereka terkagum saat melihat wajah Aisyah yang begitu mempesona. Berbeda dari mereka pada umumnya yang berkulit sawo matang.
"Mbak Rini, apa tidak ada kamar pribadi gitu di sini?" Aisyah masih saja protes. Sedangkan Rengganis tidak berani mengatakan apapun karena dia yakin jika saat ini hati Aisyah sedang dongkol tak karuan.
"Maaf Mbak Aisyah, kalau di pesantren memang begini kamarnya," sahut Mbak Rini dengan sopan. Meskipun Aisyah bukan siapa-siapa namun menghormati sesama adalah prinsip bagi santri pada umumnya. Yang tua saling menghormati dengan yang kecil.
"Umi, bagiamana ini? Lihatlah! Di sini tidak ada kasur mi," rengek Aisyah lagi. Hatinya merasa nyeri dan ingin menangis. Dia tidak bisa jika tidur berdesakan di tempat yang sempit. Saat di rumahnya saja dia tidak pernah tidur dengan kakaknya kemarin meskipun Rengganis ingin sekali tidur dengan Aisyah.
"Aisyah, tinggal di pesantren memang begini. Ini namanya melatih diri kamu supaya tidak sombong dan ingat dengan Yang Maha Kuasa," tutur Umi Masitoh berusaha memberi ketenangan pada Aisyah. Tangan Umi Masitoh terulur mengelus pundak Aisyah agar tidak marah lagi.
"Aisyah, lama-lama pasti kamu akan terbiasa," sahut Rengganis yang berusaha membujuk Aisyah.
"Kakak bilang begitu karena tempat kakak di sana pasti nyaman dengan kasur empuk kan. Makanya kakak bisa bilang begitu," cetus Aisyah tak suka. Rengganis langsung terdiam saat adiknya marah, apa yang dia katakan dari kemarin selalu salah dimata Aisyah.
Mbak Rini hanya menyaksikan saja Aisyah protes. Ingin ikut berbicara pun takut dimarahi Aisyah.
Saat Aisyah sedang protes, dari luar terdengar suara Nyai Aminah memanggil Umi Masitoh. Aisyah langsung diam tidak melanjutkan aksi protesnya yang bakalan tidak berubah.
"Mbak Masitoh, monggo ke ndalem makan dulu. Nikmati jamuan dari kami yang sudah disiapkan mbak-mbak santri," ucap Nyai Aminah yang memberi tahu untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan mbak-mbak santri.
"Oh iya mbak, maaf lo merepotkan," sahut Umi Masitoh seraya berjalan mendekati Nyai Aminah dan tidak menghiraukan sejenak Aisyah yang sedang menahan kesal. Jika diladeni sampai nanti maka Aisyah tak kunjung diam protesnya.
"Tidak kok mbak, ayo mbak Anis dan juga mbak Aisyah kita nikmati hidangan dari mbak-mbak," ajak Nyai sekali lagi. Sudah menjadi tradisi bagi keluarga Nyai Aminah jika ada tamu yang datang selalu menjamu tamunya dengan berbagai makanan. Karena memuliakan tamu akan membukakan pintu rezeki.
Lalu Aisyah pun mengikuti langkah kaki Rengganis yang sudah mendahului dirinya. Sedangkan Mbak Rini kembali masuk ke ndalem meneruskan tugasnya yang belum selesai. Kali ini memang jadwalnya Mbak Rini bersihkan rumah Kyai Umar.
Akhirnya mereka tiba di meja makan yang cukup besar. Muat untuk dua belas orang. Anak Kyai Umar ada dua, satu laki-laki dan yang kedua perempuan. Saat ini hanya anak kedua Kyai Umar yang ikut bergabung makan bersama karena anak beliau yang laki-laki sedang mengajar di santri putra.
Aisyah langsung mendudukkan diri di kursi tersebut. Langsung saja Kyai Umar mulai memimpin doa makan secara bersama. Lalu Kyai Umar dan Nyai Aminah langsung menyuruh mereka semua untuk segera menyantap hidangan yang telah disediakan.
Tampak mereka semua mengambil lauk pauk dan juga nasi yang ada dihadapan mereka masing-masing. Sedangkan Aisyah hanya menatap makanan itu dengan tatapan datar. Kali ini tidak ada menu yang dia suka. Sebenarnya banyak sekali menu yang sudah disiapkan. Ada ikan goreng dan sayur-sayuran yang belum pernah Aisyah lihat saat berada di Pekanbaru.
Umi Masitoh sudah menduga jika anak bungsunya itu sangatlah susah sekali selera makannya yang tidak bisa beradaptasi di beda tempat. Berbeda dengan Rengganis yang saat ini sudah memakan menu yang sudah tersaji.
Tak ingin membuat yang lain curiga, lalu Aisyah mengambil sedikit nasi dan kuah sayur yang ada dihadapannya. Lalu dengan sangat pelan Aisyah memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya. Rasanya begitu aneh bagi Aisyah karena dirinya belum terbiasa. Berbeda sekali dengan masakan yang dimasak Umi.
****
Akhirnya mereka semua telah menyelesaikan makanan yang ada di meja. Lalu mereka semua beranjak dari tempat duduknya masing-masing.
"Oh ya Zak, nanti kamu sekeluarga bisa tidur di kamar tamu milik pesantren ini. Tempatnya begitu luas kok untuk bertiga," ucap Kyai Umar memberi tahu.
"Iya, nanti aku akan ajak mereka tidur di sana. Oh ya aku nitip anakku Aisyah, jika dia selalu bersalah ingatkan lah jangan dibiarkan. Karena saat dirumah dia jarang menurut padaku," terang Abi Rozak sambil tersenyum. Kyai Umar tampak menghela napas panjang dan membalas senyuman Abi Rozak. Mereka berdua tengah mengobrol dan para wanita kembali mengobrol di ruang tamu termasuk Aisyah.
"Iya, akan aku ingatkan dia kalau berbuat salah. Tapi aku yakin dia hanya perlu beradaptasi dengan lingkungan saja. Kebanyakan santri yang dari luar Jawa memang begitu, awalnya merasa sedih pasti lama-lama dia tidak ingin pulang karena sudah merasa nyaman," terang Kyai Umar. Abi Rozak menganggukkan kepalanya paham mendengar ucapan sahabatnya.
"Di rumah dia selalu suka bermain musik saat sedang kuliah ataupun diluar jam kuliah. Bahkan dia melakukan les musik tanpa sepengetahuanku, aku sudah merasa kesulitan mendidik dia. Oleh karena itu aku pindahkan dia di sini," lanjut Abi Rozak.
"Kamu hanya perlu bersabar Zak, ingat dulu kan, kita bahkan merasa terkekang saat berada di pesantren." Kyai Umar berucap sambil mengingat masa lalu saat di pesantren.
Dan Abi Rozak langsung tergelak mendengarkan ucapan Kyai Umar barusan.
****
Sementara itu saat di pesantren Putri tengah heboh karena kedatangan Aisyah, lain halnya di pesantren putra. Para santri sedang bersungguh-sungguh mendengarkan penjelasan dari anaknya Kyai Umar.
Mereka semua tampak tidak berani berucap, karena aura anak kyai Umar begitu kuat dan juga tegas. Siapapun yang tidak mendengarkan penjelasannya harus menjelaskan sendiri di depan, dihadapan teman-teman mereka. Jelas saja mereka semua takut.
Beda halnya Jika anak Kyai Umar tengah mengajar di santri putri, semua mbak-mbak santri berteriak histeris kegirangan karena bisa melihat wajah tampan milik anak kyai Umar. Siapapun pasti akan tergoda, anak Kyai Umar memiliki paras yang nyaris sempurna. Tidak ada cacat dalam dirinya, hanya saja cinta yang belum dia miliki hingga saat ini. Sudah sering kali Abi nya mengajak ta'arufan bersama anak dari para sahabatnya, namun dirinya menolak karena suatu alasan.