Jin sedang meminum kopi hitam di restoran hotel tempatnya menginap bersama Rea. Hotel ini jelas mewah dan pemandangannya indah, restorannya saat ini menghadap ke arah kolam renang yang berada persis di pinggir laut. Ya laut, karena hotel ini memang sedikit lebih tinggi dan berada di pinggiran tebing yang tidak terlalu curam. Bahkan sesekali percikan air laut bisa masuk ke area kolam renang kalau ombak terlalu tinggi.
Jin sengaja memberi waktu Gia untuk menyendiri. Satu pribadi itu memang yang paling sulit untuk diajak bekerja sama tapi Jin mencoba memahami. Bagaimanapun dia sosok yang baru saja hadir di kehidupan Rea sedangkan Gia memang sudah disana sejak lama. Jin juga memberi kabar pada orangtuanya di Jakarta. Belum apa-apa ternyata rindu juga pada mereka. Tidak lama, nampak Gia celingukan dan mendapati sosok Jin membelakanginya, dia berjalan mendekat.
Gia duduk sedikit keras masih menyilangkan lengan di depan dada. Walau kaca mata hitam menutup matanya tapi tentu Jin tahu dia masih belagak marah kepadanya. Jujur saja walau sebenarnya tadi saat di kamar Jin juga sudah mengamati, tapi penampilan Gia ini memang jauh berbeda dengan dua pribadi lainnya. Gia jelas jauh lebih berani dan tidak segan menunjukkan seluruh tato di tubuhnya yang berarti juga tubuh Rea. Bayangan itu terlintas begitu saja membuat telinga dan wajah Jin memerah.
"Kenapa lu?" Tanya Gia.
"Ah, kenapa? Gak apa-apa kok. Panas aja ini." Jawab Jin sekenanya.
"Gua mau surfing di Pantai Kuta sekalian mampir ke tempat tato temen gua di Legian." Kata Gia.
"Lu bisa surfing?" Tanya Jin.
"Ya liat aja nanti." Tantang Gia singkat.
"Dan lu punya temen disini?" Jin tentu saja kaget.
"Iya ada lah. Temen tato juga. Waktu belajar tato juga salah satunya sama dia. Lagian kenapa sih banyak tanya banget?" Gia menjelaskan.
"Ya gak apa-apa sih. Cuman ternyata banyak yang gua belum tahu tentang lu." Jin bicara.
"Ya banyak banget emang." Gia tiba-tiba berdiri dan pergi meninggalkan Jin yang membuatnya bingung.
"Bentaran doang." Komen Gia singkat sebelum Jin bertanya.
Jin melihat kemana arah Gia pergi yang ternyata mengambil makanan yang sudah disediakan di prasmanan. Jin yang lapar memilih untuk ikut mengambil makanan juga. Lumayan kan bisa makan bersama dengan Gia, pikirnya.
Jin yang baru saja meletakkan piring di depan Gia yang sudah mulai melahap makanannya,
"Nama gua Agnia Savita Kirania. Umur gua 29 tahun. Seperti yang lu pernah tahu gua memang artis tato. Dan gua cukup jago di bidang itu. Lu gak perlu ngenalin diri, gua udah tau semua dari diari." Cerita Gia tiba-tiba.
"Hahaha. Gua jadi bahan ghibah banget ya kayanya?" Komen Jin.
"Ya kita kan harus tahu apa aja yang udah dan akan terjadi di masing-masing pribadi. Biar gak bingung kalo ketemu orang lagi. Awalnya sih diari itu gak sengaja. Rea kan emang suka nulis dan dia sering nulis semua isi hati dia di laptopnya. Sampe suatu ketika Uri juga pake tuh laptop untuk ngerjain tugas dan dia gak sengaja baca tuh diari. Dia iseng tulis juga disana dan kebaca sama Rea. Akhirnya mereka kasih pesan tulisan ke gua untuk ikut baca dan nulis juga. Akhirnya diari itu jadi kebiasaan dan gak lama setelah itu pas Rea ke Dokter Dita ternyata hal itu didukung sama dia. Katanya supaya kita sadar sama kehadiran masing-masing dan ya memudahkan komunikasi."
Jin hanya mengangguk saja tanda mengerti. "Ya selama kalian ngobrolin yang baik-baik tentang gua sih gak masalah kok. Hahaha." Jin tertawa sendiri pada ucapannya.
Mereka berdua pergi ke pantai Kuta diantar oleh Pak Made, supir mereka selama di Bali. Perjalanan itu sangat sunyi. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Begitu tiba mereka berjalan menuju Pantai Kuta.
"Kalau pagi ini gua jalannya sama Uri dia pasti lebih milih buat maen ke mall itu. Hahaha." Jin menunjuk mall yang berada di depan Pantai Kuta.
"Hahaha, iya pastinya dan siap-siap aja duit lu bakalan abis sama dia." Jawab Gia yang tanpa sadar tertawa.
"Cie, ketawa juga lu akhirnya sama gua." Jin menggoda.
"Jangan GR. Gua gak ngetawain lu, tapi Uri." Elak Gia.
"Gua mau sea papan selancar dulu." Pamit Gia.
"Ya bareng dong. Ngapain sendiri-sendiri sih?" Jin bingung.
"Lah emang lu mau ikut gua surfing?" Tanya Gia jelas meragukan sosok di hadapannya ini.
"Lah emang lu kira gua gak bisa surfing?"Jin malah bertanya balik mengundang raut wajah meremehkan dari Gia.
"Nih ya, gua emang bukan dari keluarga kaya. Tapi kalo bapak gua mancing di laut, kadang gua suka ikut tapi gak mancing, ya olahraga air. Apaan aja sih tergantung yang kebetulan ada di sana itu apa. Snorkling, diving, jetski, kano, apa aja. Karena bapak gua emang terlalu sering mancing, temennya jadi banyak dan mereka pasti kasih gua gratisan." Wajah Gia masih terus meragu. Mencoba mencari tanda-tanda kebohongan dari wajah Jin.
"Alah udah deh. Kita liat aja nanti." Jin melengos.
Mereka berdua berganti pakaian. Jin menyisakan boxer melekat di tubuhnya. Dia memang tidak terlalu kurus juga tidak telalu kekar tapi memiliki bahu yang sangat lebar. Walau Jin tidak pernah berolahraga, tapi tubuhnya jelas cukup menjadi incaran beberapa pria dan wanita. Paling tidak itu yang Jin rasakan dan selalu ia bangga-banggakan tiap ada kesempatan termasuk kali ini. Tapi ternyata Jin tidak bisa lagi fokus pada citra dirinya sendiri. Jin dibuat melongo oleh pemandangan Gia yang hanya mengenakan bikini warna navy didepannya. Walau saat ini Gia sedang berusaha mengenakan pakaian renang yang lebih tertutup sebagai lapisan luarnya. Pandangan mata Jin jelas tertangkap oleh seorang pria yang menyewakan papan selancar pada mereka di sana. Pria berambut gondrong dan berambut gelap yang sekaligus adalah seorang instruktur surfing bernama Wayan.
"Itu teman atau pacarnya bli?" Tanya Wayan iseng.
"Teman saya bli." Jawab Jin ramah.
"Owh gitu. Tapi sampe melongo begitu liat temen sendiri bli?" Goda Wayan.
"Ya temen seumur hidup bli, alias istri. Hahaha." Jin balik mengerjai.
"Ah bli ini bisa saja." Responnya. Sebuah tepokan didapat Jin dari sang instruktur.
Jin dan Gia mulai berjalan mendekat ke arah laut meletakkan papan selancar mereka dan mulai melakukan pemanasan. Karena sudah dianggap mampu mereka memilih untuk tidak didampingi oleh Wayan. Apalagi memang ada penjaga pantai yang selalu mengawasi.
"Yakin bisa lu?" Gia bertanya.
"Harusnya gua yang tanya begitu." Jin berkomentar.