"See? Payah lu." Jin bicara.
"Ok. Gua akuin ternyata selancar lu lebih jago dari gua." Gia bicara.
"Hahaha. Tapi gua salut juga sama lu sih. Maksudnya ya gua bener-bener ngeliat sisi yang beda aja dari Rea dan Uri di lu." Jin menyambut dengan tawa.
Jin dan Gia sedang duduk di pinggir pantai. Hari semakin terik dan mereka memutuskan untuk berhenti berselancar. Tubuh mereka nampak sedikit kecoklatan. Setelah beberapa kali mencoba menyusaikan diri dan papan selancar dengan ombak di Pantai Kuta siang itu, Jin dan Gia sukses berselancar dan memang Jin nampak lebih mampu bertahan di gulungan ombak sedangkan Gia beberapa kali jatuh dan tergulung ombak. Bahkan Jin harus menolongnya sekali saat Gia terlalu dalam masuk ke dalam laut.
"Harusnya karena gua menang, lu harus kabulin satu permintaan dari gua." Kata Jin.
"Kita gak lagi berkompetisi dan kita gak pernah sepakat tentang apapun di awal tadi." Gia mengelak.
"Tapi harga diri gua sebagai laki-laki tercoreng kali karena lu ngeraguin kemampuan gua. Gini aja deh, karena gua lagi seneng, lu boleh pilih satu hal yang bisa kita lakuin berdua. Kegiatan apapun yang bisa kita lakuin mumpung di Bali." Jin menoleh dan menaikturunkan kedua alisnya bersamaan.
"Kenapa begitu sih muka lu?" Gia malah gagal fokus.
"Ok ok nanti gua pikirin. Yang jelas sekarang kita ganti baju terus ke tempat tato. Tapi jangan bilang lu suami gua! Bilang aja lu adik gua. Kalo lu gak mau mending gua pergi sendiri!" Perintah Gia yang membuat Jin tidak bisa menolak.
Hanya berjalan dari Pantai Kuta, mereka berdua tiba di sebuah tempat tato di Jalan Legian. Sebuah tempat sederhana bernuansa industrial dengan dominasi dinding bata dan lantai semen. Jin memang bukan seseorang yang terlalu mengerti mengenai seni tapi dia jelas menghargainya. Apalagi tato ini jelas bidang yang begitu disukai Gia, salah satu kepribadian istrinya. Begitu masuk, sebuah suara menyambut mereka dari dalam.
"Hal-, wow Gia is that you?" Sebuah suara berat menyambut.
"Bobby, how are you?" Gia datang dan segera memeluk pria sedikit tambun namun tampan itu membuat Jin sedikit melotot.
"Im fine Gia and how about you?" Sang pria yang ternyata bernama Bobby itu balik bertanya.
"Fine too. Long time no see ya." Kata Gia.
"Yas, its almost two years. But btw who is this guy?" Tatapan Bobby berpindah.
"Ah im Jin. Im her husband by the way. We just married about a week ago and that's why we are here." Gia melirik dan melotot tajam pada Jin yang berdiri santai disampingnya memberi salam pada Bobby.
"What?? Husband? Since when? Owh My God Gia you never mention about this before. Congratulation you two. I should give you a wedding gift." Bobby bicara ramah.
Sebuah rencana muncul di dalam pikiran Gia saat itu anggap saja sedikit balas dendam karena Jin tidak mengaku sebagai adiknya sesuai dengan yang dia katakan sebelumnya di pantai.
"Ah wedding gift, that sweet Bobby. But first, I really want to meet your tatto artist upstairs. Can i?" Tanya Gia namun menggandeng lengan Bobby menuju lantai atas. Meninggalkan Jin sendiri di sana dan satu orang resepsionis yang memang sedang bekerja dan satu orang pelanggan lainnya yang sedang menunggu.
Jin tidak memaksa diri toh Gia tidak ingin mengajaknya. Santai saja dia mengambil majalah dari rak dan mulai membacanya.
"Jin." Panggil Gia.
"Sudah?" Tanya Jin yang tidak melihat sosok Bobby.
"Itu Bobby, dia salah satu guru terbaik gua. Dia dan keluarganya juga udah baik banget sama gua selama gua disini. Mix blood sih, bapaknya Australia ibunya asli Bali. Kalo mau tato di Bobby, tarifnya mahal banget dan antri jadwalnya juga harus minimal dua bulan sebelum." Jelas Gia yang masih berdiri di hadapannya tiba-tiba.
"Terus?" Jin masih bingung kemana arah pembicaraan ini.
"Bobby kan tadi bilang pengen kasih kita hadiah penikahan. Lu juga kan tadi bilang pengen ngelakuin hal berdua sama gua. Tato itu hal yang paling gua suka di muka bumi ini. Jadi,,," Gia menggantung ucapannya dan segera menarik Jin ke sebuah ruangan di dekat resepsionis.
Jin yang nampak mulai sadar dengan kemungkinan yang akan terjadi nampak gusar. "Eh bentar bentar,,,"
Gia membuka pintu dan Bobby sudah disana dengan masker menutup wajahnya juga tangannya sibuk mengenakan sarung tangan.
"He is ready." Gia tersenyum penuh kemenangan di dalam sana.
"Gia Gia, tunggu. Gua gak pernah bilang apapun tentang mau atau ingin tato." Jin bicara lagi tapi sedikit berbisik.
"Makanya lain kali ati-ati sama omongan sendiri." Gia ikut berbisik. Tersenyum penuh kemenangan. Mendorong tubuh Jin ke arah ranjang dan membantunya membaringkan di sana. Mau tidak mau Jin menurut saja. Bahkan Gia memberinya penutup mata dan menyalakan music agar Jin lebih tenang. Bagaimanapun ini pengalaman pertama untuk Jin dan Gia ingin membuatnya nyaman.
Aww.
Aduuh.
Aww.
Entah sudah berapa kali Jin merengek siang itu. Sedangkan Gia setia menemaninya bahkan kadang membantunya menepuk tangannya. Seakan memberi tahu bahwa dia ada di sana mendampingi. Sedangkan sebuah tato di dada kanan Jin mulai terlihat menyunggingkan senyum puas di wajah Gia.
"Jangan manja." Goda Gia.
"Masih lama?" Tanya Jin.
"Sejam lagi kayanya." Jawab Gina santai.
"Serius? Aww." Tanya Jin yang sepertinya sudah seharian berada di sana.
"Kalo mau hasilnya bagus ya harus sabar. Udah deh santai aja gua temenin lu kok. Kan gua juga yang bikin lu ada disini sekarang." Respon Gia santai.
Sepanjang waktu itu Gia habiskan bicara dengan Bobby. Bernostalgia masa lalu juga tidak lupa Bobby menceritakan tentang keluarganya. Ya Bobby sudah menikah dan bahkan memiiki seorang bayi perempuan lucu yang berusia delapan bulan sekarang. Jin yang mencuri dengar setidaknya merasa sedikit lega karena ya jujur saja dia cemburu. Baru kali ini dia melihat sosok istrinya dekat dengan laki-laki selain papanya tentu saja. Ternyata juga dua tahun lalu Gia memang sempat datang dan tinggal di Bali selama 6 bulan dan saat itu dia belajar membuat tato walau sebelumnya dia memang sudah belajar tato di Jakarta.
Setelah total waktu 3,5 jam mereka habiskan untuk membuat tato, Bobby akhirnya menyelesaikan tato di dada Jin. Lagi, Gia berterima kasih dan berjanji akan mengatakan berkunjung ke rumah Bobby saat mereka datang lagi di Bali. Berdebar Jin masih belum siap melihat hasil tato yang memang Gia rahasiakan. Belum lagi dadanya masih terasa nyeri bukan main.
"Salut dah gua sama mereka semua yang mau ngerasain sakit buat dapet tato di badan mereka."Jin masih mendesis beberapa kali.
"Jadi mau bikin lagi?" Tanya Gia.
"Ah egak egak makasih. Cukup satu untuk seumur hidup." Tutup Jin.