Chereads / Kami adalah Aku : Epiphany / Chapter 19 - Dinner with Gia

Chapter 19 - Dinner with Gia

Sudah terlalu letih dengan kegiatan hari ini belum lagi sakit di dadanya yang tidak juga hilang, Jin minta Gia untuk makan malam di hotel saja, dan Gia pun menurutinya. Saat ini, Jin menatap pantulan dirinya di depan cermin yang berada di dalam kamar mandi. Badannya sedikit menjadi lebih coklat karena selancar tadi siang namun tentu saja tidak mengurangi ketampanan wajahnya. Sebuah tato wajah Rea yang memegang dua buah topeng di kanan dan kirinya tentu itu Gia dan Uri hampir sebesar telapak tangannya. Sebuah tulisan kecil di bawah nya bertuliskan "remember us". Sederhana tapi punya arti yang sangat dalam. Seperti sebuah pengingat kecil untuk dirinya.

"Gak kurang gede ni tato? Tapi Gia bikin tato muka dia juga di dalam sini? Apa ini artinya dia pelan-pelan udah bisa nerima gua?" Batin Jin.

Jin sengaja meminta layanan room service. Dua piring steak dan satu piring pasta juga beberapa makanan penutup sudah tersedia di kamar mereka. Gia sudah siap di kamar tidur mereka menahan lapar.

"Lama banget sih lu Jin? Bertapa lu?" Teriak Gia dari dalam kamar.

Tak lama Jin membuka pintu kamar mandi. Hanya mengenakan celana pendek kasual dengan kaos putih polos saja. Rambutnya masih tampak basah dan berantakan. Dia tahu istrinya itu sudah berusaha menunggunya selesai mandi jadi dia tak ingin merusak suasana. Bahkan sengaja tak melirik agar omelannya tidak makin panjang.

"Lah pake pura-pura budge segala!" Gia tahu Jin sengaja menghindar.

"Iya iya gua juga laper kok ayo makan." Jin langsung saja duduk di seberang Gia dan mulai menyantap makanan diikuti pribadi lain istrinya itu.

"Laper banget lu? Banyak baget pesen makanan?" Tanya Gia dengan mulut penuh.

"Hm, heem iya. La,,," Jin menengadahkan wajahnya melihat sosok Gia yang memang belum dilihatnya setelah keluar dari kamar mandi tadi.

Jin secara naluriah meihat tubuh Gia. Tidak, dia tidak mengenakan pakaian yang seksi. Itu hanya sebuah kaos berwarna putih yang bahkan super besar tapi karena bahan yang jatuh dan lembut, Jin bisa melihat bahwa tubuh istrinya itu tidak mengenakan bra. Lagi-lagi membuat wajah dan telinganya memerah. Bentuk payudara Gia atau Rea bahkan Jin tidak bisa berpikir jernih lagi, nampak jelas disana dan pikiran kotor itu mau tidak mau menyerang otaknya. Gia yang tidak mendengar jawaban balik melihat Jin.

"Apaan sih lu? Belum puas lu liat gua di kamar mandi tadi pagi?" Tanya Gia yang jelas tahu kemana arah Jin mencuri pandang.

"Sorry sorry." Jin mengaku salah.

"Ya udah gak masalah kok. Gua ngerti itu kebutuhan lu. Apa lagi Rea emang istri lu. Gua udah cukup berterima kasih karena lu gak sentuh dia sebelum dia siap." Gia nampak lebih lembut.

"Ya kalo gitu mestinya lu bantu gua dengan egak pakai pakaian kaya gitu." Jin bicara lagi.

"Hahaha. Sorry. Kebiasaan." Jawab Gia singkat merasa tidak bersalah.

Tidak mau terus terpaku ke tubuh Gia, Jin menghela nafas sebelum bicara. "Tapi gua juga makasih sih kayanya pelan-pelan lu bisa liat gimana niat baik gua sama Rea."

"Tidak semudah itu Fergusso!" Jawab Gia.

"Ok gak apa-apa. Awal yang baik." Komentar Jin dengan cengiran di wajahnya.

Setelah cukup hening karena konsentrasi pada makanan masing-masing, Gia bicara lagi.

"Gimana lu suka sama tatonya?" Tanya Gia.

"Iya suka kok. Bukan satu tapi tiga. Hahaha." Jawab Jin.

"Ya bagus deh kalo suka. Gua gak tau apa yang bakalan terjadi sama kita bertiga akhirnya. Tapi yang pasti lu akan selalu ingat kalo istri lu si Rea itu bukan cuman dia seorang, tapi ada gua dan Uri juga. Jadi makanya jangan pernah lu ada niatan sedikit pun untuk berbuat yang egak-egak. Gua yakin lu bakalan habis dengan walau bukan di tangan gua!" Jelas Gia.

"Ngeri amat bos." Jin sempatnya melawak.

"Gua serius anjir! Rea, dia udah ngelaluin banyak hal selama ini. Hidupnya udah cukup sulit. Gua cuman pengen dia bahagia dan gak akan pernah lagi menderita." Gia menunjukkan raut wajah yang kali ini berbeda, ada kesedihan di sana.

"Ya, gua gak mau bikin janji yang gak bisa gua tepatin Gi. Tapi gua janji akan berusaha semampu gua untuk jadi suami yang baik buat Rea dan lu bisa nilai sendiri nantinya." Jin menutup pembicaraan tidak lama dengan selesainya makan malam mereka.

"Thanks for today ya." Kata Jin ramah melangkah ke arah ranjang.

"Thanks thanks thanks segala mau kemana lu?" Gia mengeluarkan lagi mode galaknya.

"Ya tidur lah Gia. Mau kemana lagi gua masa berenang?" Jawab Jin.

"Jangan harap lu bisa tidur satu ranjang sama gua ya! Najis lu!" Gia sedikit berteriak.

"Ya ampun pelit banget! Masa penganten baru udah pisah ranjang aja? Uri aja gak masalah kok tidur sama gua dan gua juga gak ngapa-ngapain dia!" Jin membela diri.

"Bodo amat pokoknya sofa!" Gia mendorong tubuh Jin lalu melempar sebuah bantal ke arahnya.

Masih dengan tatapan memelas tak percaya Jin bersandar di sofa lalu menyalakan TV.

"Masih untung gua biarin lu tidur di kamar. Daripada gua suruh lu tidur di teras belakang mau?" Tantang Gia.

"Ya ya udah. Gua juga udah anteng di mari." Jin tidak ingin berdebat sedangkan Gia melangkah kea rah ranjang membuka laptop dan sepertinya mulai menulis sesuatu di sana. Tentu saja diari mereka.

Lebih lama dari biasanya, kali ini Gia menulis sedikit panjang menceritakan hari yang luar biasa ini pada Rea dan Uri. "Luar biasa? Ah apaan sih." Gia mengusir jauh-jauh pikirannya sendiri lalu merubah beberapa kalimat di dalamnya agar tidak terkesan terlalu bersemangat.

Gia sempat melirik kearah sofa dimana sebuah dengkuran halus terdengar. "Lah udah molor aja itu orang." Gia lanjut menulis beberapa kalimat dan menyimpannya. Niat hati ingin membaca diari Uri kemaren tapi dia tertidur.

Posisi tubuh yang masih bersandar di kepala ranjang, membuat kepala Gia sempat terantuk sedikit ke samping dan membuatnya terbangun. Memeriksa kondisi ruangan sebentar dan melihat laptop yang masih menyala di depannya, dia berakhir dengan membaca isinya. Menatap kearah Jin yang sudah pulas di dalam tidurnya walau nampak tidak nyaman karena kakinya terlalu panjang. Cukup lama menimbang apa yang akan dia lakukan. Memutuskan pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaian dan sedikit membersihkan diri. Kembali ke kamar dan memutuskan untuk mendekati Jin.

"Mas,,"

"Mas bangun mas, ayo pindah ke ranjang." Menepuk pundak Jin pelan hingga pria itu benar-nbenar bangun.

Jin bangun dengan mudah dan mengusap matanya sendiri agar bisa melihat lebih jelas. "Rea?"