Chereads / Kami adalah Aku : Epiphany / Chapter 23 - Makan Malam Rea

Chapter 23 - Makan Malam Rea

Perjalanan yang teramat jauh tidak membuat mereka terlelap. Pemandangan seperti ini terlalu sia-sia untuk diabaikan. Mobil yang mereka tumpangi perlahan meninggalkan hiruk pikuk Bali dan mulai memasuki wilayah yang masih asri dan hijau. Pura khas Bali selalu nampak di segala sudut. Hingga mereka tiba di tujuan, sebuah desa wisata yang masih kental dengan budaya Bali. Gamelan yang khas sesuai dengan gemuruh ombak khas Pantai Bali terdengar merdu. Gapura berdiri kokoh menyambut mereka. Dua orang pelayan wanita sudah menyambut dari kejauhan. Langit senja mulai nampak menunjukkan semburat orange di ujung langit. Jin menggandeng tangan Rea mesra, menikmati pemandangan indah di kejauhan. Sawah bertingkat yang dipenuhi tanaman padi muda itu bewarna hijau cerah.

"Di tempat kaya gini tuh ide-ide buat nulis langsung muncul gitu deh mas." Rea tersenyum senang.

"Iya, tapi kan kamu disini buat makan malam sama aku. Boleh lah kalau cuman mau catet-catet sedikit. Tapi aku nya jangan dianggurin." Jin sudah merengek saja.

"Iya mas tenang aja." Jawab Rea singkat.

Pelayan mengantarkan mereka ke meja yang terletak di sudut ruangan, sudah ditata khusus untuk mereka berdua yang memang sudah melakukan reservasi sebelumnya, tapi pemandangan di depan terlalu mahal untuk dilewatkan. Sawah yang semakin indah dilihat dari dekat, seperti hamparan permadani hijau yang lembut. Pemandangan yang jelas tidak akan mereka temukan di Jakarta.

"Kita foto-foto dulu yuk mumpung belum sunset?" Jin menawarkan.

"Aduh mas, tapi Rea gak begitu suka di foto." Rea merajuk.

"Astaga Re. Ya aku kan cuman pengen ada kenangan sama kamu. Masa gak boleh sih? Plis ya dua atau tiga kali jepret aja." Pinta Jin memelas.

Rea tidak ada alasan untuk menolak lagi. Jadilah mereka melewati sunset dengan mengabadikan semua momen yang mampu mereka tangkap dengan mata juga kamera.

Saat makan malam pun tiba, makanan laut sudah rapi tersedia di meja mereka. Jin dan Rea yang memang belum menyantap makan siang begitu asik kalap menatap semua yang ada di hadapan.

"Mas suka apa emang laper?" Tanya Rea.

"Hm, laper dan makanan laut emang favorit aku. Ya lagi-lagi karena bapak emang suka banget mancing dan bapak lumayan sering bawa hasil pancingannya pulang ke rumah dan kadang juga dikasih sama nelayan-nelayan yang emang udah kenal deket sama bapak, jadi emang udah biasa makan makanan laut dari dulu." Jin menjelaskan di sela makannya yang lahap.

"Hm, aku seneng jadi tahu mas suka apa. Hehehe. Apa lagi yang mas suka selain itu?" Tanya Rea penasaran.

"Kamu beneran pengen tahu?" Tanya Jin yang dibalas anggukan Rea.

"Hm, apa ya,,," Jin nampak berpikir.

"Nungguin ya?" Goda Jin pada Rea yang melihatnya dengan mata berbinar.

"Ih mas ih serius lah." Rea merajuk.

"Hahaha. Iya iya. Aku sukanya kamu." Jin kembali menggoda.

"Astaga mas aku serius!" Rea ingin marah pada suami gantengnya itu.

"Hahaha. Maaf maaf. Aku tuh suka masak, aku suka mancing nurun bapak, aku juga suka makan makanan enak, aku juga suka segala jenis olahraga air lagi-lagi karena bapak, aku suka warna pink sama biru akhir-akhir ini." Cerita Jin panjang lebar.

"Pink?" Rea tersenyum kecil.

"Dari segitu panjangnya penjelasan aku kamu malah fokus sama kata pink?" Jin bertanya lagi.

"Ya aku bukan menghina kesukaan kamu ya mas. Aku juga suka warna pink. Tapi maksud aku jarang banget loh cowok yang mau terbuka dengan bilang suka warna pink. Kebanyakan orang masih menganggapnya terlalu 'girly', kalau mas paham maksud aku." Terang Rea yang dibalas anggukan dari Jin.

"Justru itu Re. Aku pengen jadi berbeda. Aku pengen mendobrak stigma. So what kalau aku suka warna pink? Buat aku pink warna yang lembut dan menenangkan. Aku juga gak pernah ada masalah kalau mereka mau bilang aku gak macho karena warna kesukaan aku pink. Justru itu nunjukin kualitas diri mereka sendiri yang dengan mudahnya menjustifikasi seseorang hanya karena menyukai hal yang berbeda dari kebanyakan. Iya gak?" Pemikiran Jin yang menurut Rea cukup luar biasa.

"Setuju banget sama mas ganteng. Jujur gak nyangka mas punya pemikiran sedalam itu." Kata Rea.

"Emang apa yang kamu pikirin tentang aku?" Tanya Jin penasaran.

"Hm, apa ya? Narsistik?" Tanya Rea setengah bercanda tentunya.

"Hahaha. Karena aku ganteng gitu? Kalo itu gak sih, karena orang lain udah ngasih bukti sendiri dengan tatapan kagum mereka setiap aku datang. Hahahaha." Jawab Jin dengan kepercayaan dirinya yang super tinggi.

Rea memutar mata malas tapi tertawa saja. Buat apa mengelak toh suaminya ini memang tampan.

"Terus kenapa mas gak punya pacar? Mas kan ganteng tuh." Tanya Rea penasaran.

"Hm, jujur ini pertanyaan yang cukup sulit. Mas gak akan bohong mas juga laki-laki biasa yang tertarik juga sama perempuan, dan sepanjang hidup mas ini beberapa kali mas suka sama perempuan. Tapi egak tau ya mungkin memang belum jodohnya aja atau karena emang sikap aku yang terlalu bersahabat, jadinya mereka cuman anggap aku sahabat." Jin menunjukkan ekspresi bingung sendiri.

"Beneran? Cukup aneh sih harusnya kalo mas yang seganteng ini ngedeketin mereka kan harusnya mereka seneng?" Rea bingung juga.

"Nah itu aku juga gak ngerti. Kalo aku tahu jawabannya ya mungkin aku udah nikah dari dulu kali Re. Hehehe. Ya anggap aja Tuhan emang kasih waktu untuk sendiri dulu sampe aku ketemu kamu." Jin bicara lagi.

"Ih mas malah gombal." Rea bergidik.

"Ya aku juga lagi gak gombal sih Re." Jin menjawab.

"Aku bener-bener bisa belajar banyak dari mas. Selama ini setiap aku nulis cerita, aku selalu pake sudut pandang wanita atau orang ketiga untuk novel aku karena aku sama sekali gak ngerti pikiran cowok. Ya paling dari film atau papa, tapi kan itu semua belum cukup. Sekarang dari mas aku bisa sedikit banyak ngerti jadi bisa buat referensi kapan-kapan kalo aku nulis dengan sudut pandang laki-laki." Jelas Rea.

"Ya gak masalah Re. Kamu bisa ajakin aku ngobrol kapan aja kok kalau kamu mau. 24 jam sehari full pokoknya. Hehehe." Jin menutup pembicaraan.

Jin melihat kondisi sekeliling. Restoran bernuansa tradisional Bali dengan ukiran khas nya memenuhi seluruh ruangan. Cukup ramai dengan para wisatawan baik lokal maupun asing. Langit juga sudah menghitam dan cahaya temaram memenuhi ruangan yang semi terbuka ini. Langit bersih dan memang karena lokasi yang cukup tinggi terletak di perbukitan, Jin bisa melihat bulan dan bintang bertebaran. Ditambah lagi wajah istrinya, Rea yang walau nampak lelah tapi menyemburatkan bahagia. Jin begitu bahagia dan berharap semoga tidak ada akhir untuk malam ini.