Jin dan Rea duduk di bangku bisnis pesawat yang akan membawa mereka ke Bali. Bulan madu hadiah pernikahan dari papa dan mama yang tidak mungkin untuk ditolak. Jin nampak tampan dengan celana pendek berwarna putih dan hem biru langit. Sedangkan Rea, ah tidak tapi Uri cantik dengan gaun kerut selutut berwarna putih dan biru tua. Pakaian mereka pun sengaja Uri yang memilih agar telihat serasi. Uri tiba-tiba muncul semalam saat Jin baru saja merebahkan diri di samping Rea. Nampaknya Uri muncul karena Rea teralu grogi dengan kehadiran Jin di dalam kamarnya dan bahkan diranjangnya. Tidak! Tentu saja mereka tidak melakukan apapun karena Jin tahu Rea pasti masih merasa kurang nyaman dan dia tak akan memaksanya walau jujur saja Jin ingin melakukannya, malam pertama bersama Rea.
"Om, ini pertama kalinya loh aku pergi sama orang lain selain mamih sama papih." Uri tersenyum girang.
"Ya bagus kalau gitu. Kita bisa seneng-seneng nanti di sana. Tapi ngomong-ngomong, bisa gak kamu panggil aku Jin aja gitu. Gak usah pake om." Pinta Jin yang berulang kali melihat orang-orang menatap aneh padanya.
"Emang kenapa? Kan gak sopan kalo aku panggil nama aja. Kan om ini suami Rea. Umurnya juga jauh di atas aku. Jadi ya udah seharusnya kan aku panggil om?" Uri bicara dengan polosnya.
"Hm, iya iya ngerti. Tapi setau saya kamu juga manggil Rea cuma nama aja kan? Jadi mestinya kamu panggil saya juga nama aja? Kan saya suami Rea kaya yang kamu bilang tadi." Jin mencoba memberi penjelasan.
"Hm iya juga sih." Uri nampak berpikir. Memanyunkan bibirnya sendiri.
"Ya udah deh aku panggil Jin aja. Hehehe. Ya kan om ini suami Rea, yang berarti bisa dibilang suami Uri juga." Uri nampak girang.
"Nah gitu dong sip." Jin mengelus pundak kepala Uri yang membuatnya senang.
"Tapi kalo lagi berdua aku balik panggil om ya. Aku panggil Jin kalo di temat rame aja biar gak mencurigakan." Uri mengedipkan sebelah matanya.
"Ya udah deh setuju." Jin pasrah saja. Uri memang sulit untuk dibantah. Benar-benar seperti papihnya alias Pak Estu.
"Ih, kamu tuh kalo makin diliat makin ganteng loh." Uri menatap lekat ke arah wajah Jin.
"Y-ya iya lah. Muka saya kan emang udah ganteng dari orok." Kepercayaan diri Jin tentu saja mencuat. Mendorong kepala Uri sebagai kamuflase terhadap keinginannya mencicipi bibir tipis berwarna pink yang mengkilap karena lip gloss itu.
"Sabar Jin sabaaar. Dia Uri. Dia bukan Rea. Dia bukan istrimu sekarang." Jin menghela nafas panjang menatap ke arah luar jendela mengelus dadanya sendiri.
Walau tentu saja sulit memposisikan diri di depan istri spesialnya itu, karena bagaimanapun yang ada di pandangan matanya adalah Rea. Tapi Jin berusaha sebisa mungkin menganggap Uri seperti adiknya sendiri. Bu Utari memang pernah hampir memiliki anak perempuan, adik dari Jin yang sayang sekali harus gugur karena kandungan yang lemah. Sebaliknya Uri juga menganggap Jin adalah kakak laki-lakinya. Sosok yang di rasa bisa melindunginya dari laki-laki brengsek di luaran sana. Uri bahagia saat membaca diari Rea yang mengatakan bahwa dia memilih Jin untuk menjadi suaminya. Sejak awal entah kenapa perasaannya kuat pada Jin dan ingin Rea memilih Jin. Tak sia-sia usahanya membuat Jin terlihat menonjol di antara kandidat lainnya saat itu.
Pada akhirnya sepanjang perjalanan yang terlihat hanyalah kakak laki-laki dan adik perempuan yang berlibur bersama. Uri memang sangat manja, bahkan untuk pergi ke kamar mandi umum saja dia minta Jin menemaninya. Bukan karena tidak mampu tentunya, ya hanya karena dia membutuhkan perhatian saja. Mereka dijemput oleh supir dari hotel bernama Pak Made yang akan mengantar mereka kemanapun selama berada di Bali. Jin dan Uri langsung menuju ke hotel yang sudah di pesan oleh Pak Estu yang ternyata konsepnya adalah cottage. Sebuah rumah minimalis dominan kayu bernuansa khas Bali dengan sentuhan modern dengan kolam mini pribadi di halaman belakangnya. Hanya satu kamar, tentu saja karena mereka sedang berbulan madu.
"Jadi aku harus tidur sama om nanti malem?" Uri bertanya dengan polosnya.
"Ya kalau kamu keberatan saya bisa tidur di kursi situ." Jin menunjuk sebuah bale yang terbuat dari kayu cukup untuk dirinya sendiri.
"Aduh jangan deh om. Nanti bangun-bangun om malah sakit semua badannya." Uri nampak sedikit berpikir dan Jin masih sibuk meregangkan badannya.
"Ya udah gak apa-apa om tidur sini aja. Aku yakin kok om gak akan macem-macem sama aku." Uri bicara lagi.
"Iya iya lah. Aku maunya macem-macem sama Rea bukan sama bocil kaya kamu." Jin menggoda.
"Ih, om nih nyebelin banget sih!" Uri menghadiahi Jin dengan lemparan bantal.
Uri memilih untuk menyalakan laptop dan membuka diarinya. Mulai menulis sedangkan Jin baru saja keluar dari kamar mandi.
"Aku boleh baca gak sih?" Jin iseng bertanya. Mengintip Uri yang sedang sibuk mengetik entah apa.
Uri sigap menutup layarnya. "Ya ga boleh dong om. Ini tuh girls talk tahu gak!"
Jin hanya tertawa saja melihat respon Uri yang berlebihan.
"Boleh titip pesen gak?" Jin bertanya.
"Pesen apaan om?" Uri balik bertanya.
Jin menarik kursi putar yang digunakan Uri untuk duduk agar menghadap padanya. Jin berlutut di hadapan Uri yang nampak kebingungan sekarang.
"Sebenernya sih saya pengen ngomong langsung sama Rea. Tapi saya yakin kamu bisa ngomong juga ke dia sekaligus Gia." Jin mulai bicara membuat kening Uri berkerut.
"Apa sih om? Bikin penasaran aja." Uri bicara.
"Jadi gini. Saya terima kasih banget keluarga Pak Estu udah nerima saya jadi bagian keluarga mereka. Saya juga tersanjung banget karena bisa menjabat sebagai CEO menggantikan Pak Estu di perusahaan. Tapi sebagai suami Rea yang sah sekarang, saya pengen bertanggung jawab sepenuhnya sama kehidupan Rea. Makanya itu, saya pengen ngajak dia, kamu, juga Gia hidup di rumah yang sudah saya beli. Ya rumahnya memang gak terlalu besar, jauh lebih kecil dari rumah Pak Estu, tapi lokasinya strategis juga gak terlalu jauh sama kantor. Kira-kira Rea mau gak ya?" Jin tersenyum tampan.
"Aduh duh. Om ini ternyata so sweet juga ya. Padahal kalo om mau tuh om bisa nempatin rumah papih cuma-cuma, tapi om milih beli dengan uang om sendiri. Respect." Uri bertepuk tangan tanda bangga.
"Gak jelas banget lu bocil!" Jin lagi-lagi menggoda Uri yang merespon berlebihan.
"Ah om ini ngerusak momen banget siiih!" Uri melampiaskan amarah dengan memukul lengan Jin berkali-kali mengundang gelak tawanya.