Chereads / Kami adalah Aku : Epiphany / Chapter 14 - Setelah Pernikahan

Chapter 14 - Setelah Pernikahan

Penghulu datang terlambat 30 menit dari waktu yang telah disepakati. Keluarga sebelumnya sudah menjadi sangat gusar untungnya keluarga Pangestu dengan cepat mencairkan suasana dengan meminta para tamu untuk karaoke bersama diiringi oleh pemain band yang memang ada di lokasi. Infonya sang penghulu terlambat karena motornya tiba-tiba saja mengalami bocor ban dan harus membawanya ke bengkel terlebih dahulu. Untungnya ijab qabul berjalan lancar. Satu tarikan nafas, Jin dengan jelas dan lantang mengucap janji secara agama di depan penghulu dan saksi. Puji syukur Jin panjatkan saat semua berkata "sah". Barulah Rea keluar dari kamarnya perlahan didampingi oleh Bu Wulan juga tante nya Bu Risma. Wajah yang biasa polos itu sangat cantik dengan riasan make up tradisional dengan sanggul modern juga kebaya berwarna putih dengan hiasan payet berwarna emas buatan ibu Jin.

Kemunculan Rea tentu saja menjadi bahan perbincangan keluarga besar yang memang baru pertama kali melihat istri dari kerabat mereka itu. Nampak para ibu berbisik satu sama lain dan para bapak nampak ikut berbangga. Memuji betapa cantiknya menantu keluarga Joni dan Utari. Tentu saja menantu pertama atau istri Jun yang bernama Arina juga cantik, tapi Rea jelas memiliki pesona yang berbeda. Jin bisa menjabat menjadi CEO saja keluarga besar Jin sangat terkejut apalagi menikah dengan anak dari sang pimpinan perusahaan. Tentu saja menjadi kebanggaan yang luar biasa untuk seluruh keluarga besar Jin. Bahkan kakak tertua dari Pak Joni sudah menawarkan diri untuk mengadakan pesta 3 hari 3 malam yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Jin.

Sesuai prosedur, Jin dan Rea yang sudah resmi menjadi suami istri, menandatangani buku nikah. Rea juga mencium punggung tangan Jin bergantian dengan dia yang mencium kening sang istri. Terlihat bahagia walau masih nampak sangat kikuk. Tim fotografer yang juga masih rekan Jin di bangku kuliah dulu, Namu dan Vante terus mengabadikan momen. Acara berjalan dengan lancar. Semua tamu akhirnya meninggalkan rumah keluarga Pangestu setelah mengucap selamat. Tim katering dan dekorasi masih sibuk membersihkan sisa-sisa pesta pernikahan yang sudah terjadi sebelumnya. Termasuk Pak Joni dan Bu Utari yang terakhir memberikan selamat dan wejangan ditemani anak pertamanya, Jun dan istrinya Arina juga anak mereka yang masih berusia tiga tahun, Aluna.

"Bapak ibu tinggal ya Jin. Kamu baik-baik disini. Sekali lagi selamat. Semoga kalian jadi keluarga yang samawa." Ucap sang bapak.

"Iya pak makasih ya." Kata Jin memeluk Pak Joni.

Bu Utari tersenyum melihat putra bungsunya. "Jaga istri kamu yang bener loh ya!"

"Iya buk, pasti kalo itu." Jin tersenyum melirik ke arah Rea yang tersenyum malu.

"Sukses ya bro. gua pamit dulu anter bapak ibu." Jun memeluk adiknya itu.

"Makasih banyak bro." Jin balas memeluk.

Rea tentu saja terus mendampingi Jin yang sekarang sudah berstatus suaminya. Hanya melempar senyum manis malu-malu nya saja. Semua ini masih terasa sangat asing baginya, suami, keluarga besar, juga kehidupan pernikahan.

Setelah berpamitan, gantian papa dan mama Rea yang mendekat. Tentu saja ada rencana yang sudah mereka susun sedemikian rupa. Sebelumnya Pak Estu sudah bicara pada Jin di kantor. Pak Estu menyerahkan tiket pesawat dan voucher hotel untuk bulan madu sekaligus membahas mengenai prosesi serah terima jabatan CEO. Lima hari empat malam sudah disiapkan sebagai hadiah pernikahan. Bahkan Pak Estu sudah menawarkan mobil dan apartemen tapi tentu saja Jin menolak dengan alasan bahwa dia yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kehidupan Rea.

"Kalian istirahat aja malam ini. Jadi besok kalian bisa fit berangkat ke Bali." Kata ayah Rea.

"Makasih banyak pak." Ucap Jin tanpa sadar.

"Jangan bapak lah, kamu udah bisa panggil suami saya papa." Bu Wulan bicara.

"Iya bener itu. Meskipun agak geli juga ya dengernya. Hahaha." Kata Pak Estu.

"Hehehe. Iya pa. Maaf belum terbiasa." Ucap Jin pada CEO yang sekarang adalah mertuanya itu.

"Lebih baik kamu tandatangi berkas-berkas ini. Nanti setelah kalian pulang dari Bali, kamu bisa langsung kerja lagi sebagai CEO. Papa sama mama bisa langsung berangkat juga ke Singapore." Ujar Pak Estu menyerahkan sebuah map.

"Secepet itu? Terus kapan aku bisa ketemu papa mama lagi?" Rea merengek. Ini adalah perpisahan pertama mereka setelah 15 tahun tentu saja sangat berat bagi Rea.

"Ya kan kamu bisa tetep dateng ke Singapore. Kamu bisa minta Jin temani kamu kalau dia libur." Ujar sang mama menenangkan.

"Nanti kalau Rea kesepian gimana?" Rea masih bersedih bahkan hampir menangis.

"Ya kan ada Jin. Papa sudah atur dan diskusi sama Jin dan semua sekretaris supaya dia bisa lebih sering kerja dari rumah sama kamu. Kamu juga bisa ikut Jin ke perusahaan kalau kamu bosan. Kamu kan bisa nulis dari sana. Jin yang inisiatif bikin ruangan pribadi untuk kamu supaya kamu bisa nyaman disana. Jadi kamu jangan khawatir ya." Pak Estu menjelaskan.

Rea bergerak memeluk sang mama sedikit menangis. Bu Wulan sigap menenangkan dan Pak Estu hanya tersenyum teduh saja meihat sang putri.

"Sekarang status kamu itu sudah jadi istri Rea. Kamu harus belajar jadi istri yang baik paling egak tuh mama kamu sendiri contohnya. Papa yakin kamu sama Jin bisa sama-sama ngejalanin rumah tangga ini. Sementara kalian banyak-banyak mengenal karakter satu sama lain." Wejangan Pak Estu.

"Iya bener papa kamu. Pasti kalian bakal ngelihat ketidaksempurnaan satu sama lain. Tapi ya salah satu tujuannya menikah ya itu, untuk saling melengkapi. Jadi Jin, mama juga pesen, tolong kalau ada kurang-kurangnya Rea, kamu bilang baik-baik sama dia ya. Rea juga gitu sebaliknya ya nak." Pesan Bu Wulan.

"Iya ibu, ehm maksud saya mama. Terima kasih banyak. Saya pasti akan jaga Rea dengan baik." Jin tersenyum melirik Rea.

Pasangan pengantin baru itu memilih memasuki kamar penikahan mereka. Tidak ada dekorasi berlebihan. Hanya beberapa perabotan baru dan tambahan bunga di beberapa titik.

"Jadi ini kamar kamu ya?" Tanya Jin memandang sekeliling.

"Hm, i-iya." Jawab Rea singkat. Menyadari bahwa ini pertama kalinya dia membawa seorang pria ke dalam kamarnya.

Jin tentu saja peka pada perubahan sikap Rea. Dia tentu tidak ingin memaksa Rea untuk langsung menerimanya.

"Kamu mau mandi dulu atau aku?" Tawar Jin.

"Hm, ka-kamu aja dulu. Aku masih mau beresin ini." Rea menunjuk wajahnya sendiri yang masih penuh dengan make up.

"Iya udah ok kalo gitu aku duluan." Jin bergerak membuka koper pakaian yang memang sudah ada di sana.

"Eh by the way, kita belum sempet ngomong apa-apa sejak akad nikah tadi ya. Kayanya kita berdua sama-sama tegang banget dan terlalu sibuk sama acara." Jin meletakkan handuk di pundaknya juga menggenggam peralatan mandi dan pakaian di sisi tangan lainnya. Menatap Rea yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Aku cuma mau bilang, pengantin wanitanya cantiiiik banget hari ini dan aku seneeeeng banget karena aku pengantin prianya." Jin berlalu dengan senyum bangga di wajahnya menimbulkan semburat merah di pipi Rea.