Malam ini Jin memilih rebahan di kamarnya. Begitu banyak pertanyaan yang belum mendapat jawaban. Justru semakin bingung setelah dia sengaja bertanya pada Arjun nama anak perempuan Pak Estu. Dia menjawab Edrea Leta Qirani atau biasa dipanggil Rea dan usianya 25 tahun. Satu-satunya anak Pak Estu dan tidak ada yang lain. Apalagi setelah Jin sukses mengingat perempuan yang dirasanya mirip dengan Uri yaitu Gia yang dia temui di angkringan Suga beberapa waktu lalu. Tapi Rea, Uri, dan Gia? Siapa mereka sebenarnya?
"Lah Uri yang usianya 17 tahun ngaku anak Pak Estu itu siapa? Terus Gia yang seniman tato itu siapa? Apa bener dia punya kepriadian lain? Kok bisa mirip begitu?" Batin Jin.
Tangannya sibuk mencari tahu tentang kepribadian ganda di internet. Nama medisnya adalah gangguan kepribadian disosiatif atau DID disorder untuk istilah kerennya. Bukan bidang yang biasa Jin baca tentu saja membuat Jin cukup terkesima ternyata gangguan kepribadian memiliki banyak bentuk. Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengembangkan satu atau lebih kepribadian alternatif yang diketahui secara sadar maupun tidak. Kepribadian alternatif bisa memiliki ciri individu dan cara berpikir bahkan jenis kelamin yang berbeda. Penyebabnya adalah pengalaman traumatis seperti penganiayaan, pelecehan, pola asuh orang tua yang salah, bencana alam, hingga perang. Sedangkan pengobatannya juga berbagai jenis mulai pemberian obat-obatan hingga psikoterapi jangka panjang dengan harapan semua kepribadian itu akan menjadi satu kembali.
"Apa bener ini yang anak Pak Estu alamin? Separah apa?" Tanya Jin lagi dalam hati.
"Ah bodo amat mending gua ke tempat Suga aja lagi. Kali aja gua ketemu sama cewek yang kapan hari itu. Gua harus buktiin sendiri apa itu emang cewek yang sama." Tekad Jin.
Walau belum tentu takdir berpihak padanya, tapi apa salahnya mencoba, begitu pikir Jin. Dia segera meraih jaketnya yang di gantung di balik pintu. Mengambil kunci motor juga dompet dan ponsel untuk dimasukkan ke tas selempang kecilnya yang selalu di bawa kemana-mana. Pamit kepada bapak ibunya yang sedang menonton sinetron di TV.
Tiba di lokasi, Jin segera mengintip ke dalam takut ada pelanggan dan ternyata sepi. Suga sedang menyeduh teh di sebuah termos besar.
"Bro!" Jin sengaja mengagetkan.
"Setan lu! Gua siram teh panas baru tau rasa lu!" Ucap Suga.
"Yaelah becanda doing kali. Ya masa muka cakep gini lu siram air panas. Luntur nanti ketampanan hakiki gua." Jin percaya diri.
"Alay lu! Ngapain kemari?" Tanya Suga sinis.
"Kan gua emang biasa kemari. Tapi yaa, hm, ya ada sedikit yang gua mau tanyain. Hehehe." Jin akhirnya bicara. Dia bukan tipe basa-basi atau malu-malu. Tentu saja dia menyampaikan maksudnya.
"Udah apal gua kalo lu senyum-senyum gak jelas gitu." Tebak Suga.
"Hehe. Gini bro. Cewek yang namanya Gia itu. Dia gak kesini lagi?" Tanya Jin.
"Lah, gua kira lu udah move on kepo ma tuh cewek. Taunya belom?" Suga bertanya.
"Bukan gitu. Tadi pagi gua ketemu cewek persis banget kaya dia. Anak bos besar di kantor gua. Ya kali aja ada hubungan saudara atau gimana gitu. Soalnya miripnya keterlaluan." Jin menggebu.
"Iya kah? Bukannya lu aja yang kepikiran?" Goda Suga.
"Gua serius elah." Jin bicara lagi.
Suga melihat ke dalam mata Jin. "Nih cowok emang penasaran beneran kayanya."
"Gia itu emang jarang ngmong. Kalo kesini ya paling pesen terus makan habis itu bayar terus pulang. Kalo kesini juga selalu sendirian. Pernah sih tapi gua denger dari obrolan dua temennya di tempat tato yang emang juga sering makan disini. Kata mereka Gia itu anak yatim piatu. Tapi sekarang dia tinggal enak di rumah mewah. Katanya sih ya yang ngerawat dia dari kecil. Itu kenapa anaknya rada-rada rebel. Karena masih marah sama orang tua kandung yang ngebuang dia. Anaknya sih baik kok sering ngasih gua duit lebih pas bayar. Cuman kalo sampe ada yang ganggu, beeh." Cerita Suga yang hanya didengar seksama oleh Jin.
"Kenapa kalo diganggu?" Jin masih ingin menggali tentang Gia lebih dalam.
"Beberapa bulan lalu dia berantem sama preman di deket tambal ban sana tuh. Gara-gara tuh preman malak Pak Amin ya tukang tambal ban itu. Si preman marah karena Pak Amin gak mau kasih dia duit eh akhirnya Gia yang maju. Preman dua orang badan keker itu babak belur dihajar sama Gia. Gila tuh cewek emang kuat banget." Suga bercerita. Tentu saja sosok yang Suga ceritakan berbeda jauh dari sosok Uri yang dia lihat di kantor tadi pagi.
"Malah ngelamun lu?" Tanya Suga yang kini sibuk mengelap gelas-gelas di depannya.
"Hahaha. Egak kok. Gua bikin kopi ya? Belum sempet ngopi tadi dirumah." Ijin Jin yang langsung saja menyeduh gula dan kopi.
Keheningan sempat terjadi sampai suara motor berhenti dekat warung angkringan mereka. Empat orang pelanggan masuk ke dalam warung dan langsung penuh karena memang kapasitas yang tak banyak. Suga otomatis langsung menyiapkan minuman pesanan mereka dan membakar beberapa lauk usus dan telur puyuh sesuai permintaan. Tak lama sebuah suara knalpot khas motor besar terdengar lagi berhenti tak jauh dari mereka.
"Nongol juga tuh yang lu cariin dari tadi." Suga menyenggol Jin dan menunjuk dengan dagunya apa yang dilihatnya tak jauh dari sana.
Gia sedang turun dari motornya menuju tambal ban Pak Amin yang berjarak sekitar 15 meter dari sana. Memang wajahnya tidak terlalu terlihat jelas karena malam tapi dari motor juga perawakan nya Jin tahu itu memang dia.
"Ngapain dia disana?" Jin lirih bertanya karena motor Gia memang kelihatan baik-baik saja. Dia malah terlihat duduk di depan Pak Amin dan mengobrol dengannya.
"Ya emang dia kadang suka duduk disitu ngobrol doang. Bawain Pak Amin makanan kadang juga ngasih duit. Ya kaya yang gua bilang emang baik aja anaknya asal lu baik sama dia. Pak Amin kan udah tua dia juga ga ada anak disini. Istrinya sakit-sakitan di rumah. Sedih sih emang." Jelas Suga.
Cahaya lampu di tambal ban cukup menunjukkan wajah Gia walau jarak lumayan jauh. Tidak ada penghalang pandangan walau jalanan cukup ramai. Jin bisa mengamati dan memastikan bahwa Gia sama persis dengan Uri. Tidak hanya wajah tapi juga tubuh yang sama persis walau penampilan mereka berdua berbeda jauh. Bukan persis, tapi mereka memang orang yang sama, Jin meyakini. Begitu serius nya Jin memperhatikan sosok Gia hingga ternyata gadis itu menyadari dan mendekat ke arah warung angkringan Suga.
"Bro, jangan lu pelototin Gia nya tuh dia kesini. Aduh berabe nih warung gua." Jin yang melamun tidak menyadari kalau Gia sedang menuju ke arahnya dengan langkah tegap.