Dengan cepat Kirana dapat menguasai dirinya kembali, dia mengambil nampan itu lalu segera pamit dengan membungkukkan badannya sambil mengucapkan permintaan maaf berkali-kali. Tetapi baru saja ia melangkahkan kakinya, Riko mencegahnya.
"Tunggu!" Riko berdiri mendekati Kirana, memperhatikannya dengan seksama. "Apa kau pegawai baru?" tanyanya.
"Iya Pak," Kirana menjawab dengan semakin menundukan kepalanya.
Riko mengangkat dagu Kirana dengan salah satu tangannya, Adrian yang melihat itu bangkit dari duduknya bersikap waspada dengan apa yang akan dilakukan Riko. Wajah Kirana nampak memucat karena merasa tidak aman.
"Kau sangat cantik! Karena itu kau beruntung aku melepaskanmu hari ini, tapi jika lain kali kau melakukan kesalahan ini lagi maka aku tidak akan melepaskanmu!" Riko mengatakan itu dengan menghempaskan dagu Kirana.
"Pak Riko, sudahlah mari kita lanjutakan diskusi kita lagi!" ujar Adrian, sambil menatap Kirana.
Riko masih memandangi Kirana, ia tampak terpesona dengan Kirana dan enggan mengalihkan pandangannya, "Pergilah! Atau aku tidak akan melepaskanmu," perintah Riko pada Kirana.
Dengan sekejap Kirana melangkahkan kaki meninggalakan ruangan itu, tiba di pantry dadanya masih berdegup kencang. Melihat Kirana dengan tergesa-gesa Nita bertanya, "Apa yang terjadi? Kamu tidak melakukan kesalahan 'kan?"
Kirana menenggak segelas air untuk menenangkannya, "Aku membuat kesalahan dan dia marah," jawab Kirana. Dia tidak menceritakan tentang Adrian kepada Nita dan Septi.
"Lalu?" Septi penasaran.
"Dia mengomel dan memperingatkanku," ucap Kirana.
"Karena itu aku takut jika harus ke ruangannya, serasa masuk ke dalam sarang harimau," Nita mengatakan dengan bergidik.
Kirana terdiam, bukan karena kesalahan yang dilakukannya yang membuat resah tetapi memikirkan pertemuannya dengan Adrian yang tanpa ia duga. Dia ingin melupakan laki-laki pengkhianat itu, namun entah mengapa Adrian selalu saja muncul di hadapannya.
Sama halnya dengan Kirana, Adrian tidak dapat fokus dengan perkerjaan. Kepalnya terus berpusat kepada Kirana, apalagi dengan sikap Riko tadi semakin membuatnya risau.
"Sial!" seru Riko tiba-tiba.
"Ada apa Pak Riko?" tanya Adrian dengan. Dengan heran menoleh kepada Riko yang berada di meja kerjanya.
"Ah sorry! Kejadian tadi membuat moodku menjadi buruk," jawab Riko. Sebenarnya ia menjadi kesal karena sosok Kirana yang mulai mengusik pikirannya.
"Kita bisa tunda ini jika suasana hatimu sedang tidak baik," tawar Adrian, dia sendiri sedang merasa kacau. Namun Riko menolak, ia bersikeras untuk melanjutkan pekerjaannya, mengapa hanya karena gadis tidak jelas itu, proyek milyarannya harus tertunda? Pikirnya.
Sarita melangkahkan kaki menyusuri lorong rumah sakit di mana Ratih di rawat dengan didampingi dokter. Di sana ia melihat keadaan Ratih dari pintu besi yang menjadi pembantas ruangan Ratih. Dokter itu menjelaskan kondisi Ratih dari hari ke hari, Ratih yang asik dengan dunianya tampak sesekali cekikikkan sendiri.
"Tolong lakukan yang terbaik untuknya! Masalah biaya perawatan serahkan padaku, jika putrinya mempertanyakan itu Anda bisa mengcari alasan yang tepat padanya!" pinta Sarita.
"Anda tidak usah khawatir tentang itu, kami akan melakukan yang terbaik untuknya!" kata dokter itu.
Sarita menghala napasnya menatap Ratih, sebelum ia meninggalkan Ratih.
Menjelang sore Adrian terburu-buru meninggalkan kantornya, ia menyuruh sopirnya kembali saat siang tadi jadi kali ini dia menyetir sendiri. Tujuannya adalah kembali ke tempat di mana Kirana bekerja.
Ketika tiba, dia sudah melihat Kirana sedang menunggu angkutan umum bersama dua temannya. Ia segera turun dan memanggil Kirana, "Kiran!"
Kirana menoleh ke arahnya namun dia tidak mempedulikan panggilan Adrian dan tetap mengobrol dengan dua orang temannya. Adrian menghampiri Kirana, "Aku perlu bicara denganmu!" ucapnya.
"Aku tidak mau bicara denganmu, tidak ada yang harus kita bicarakan!" Kirana menolak tanpa mengalihkan pandangannya.
Septi dan Nita saling berpandangan, mereka heran dengan Kirana. Dua hari ini didatangi dua laki-laki berbeda yang tampan dan terlihat kaya.
Karena Kesal dengan penolakan Kirana, Adrian menarik tangan Kirana dan memaksanya masuk ke dalam mobil.
"Lepaskan!" teriak Kirana. Nita dan Septi hanya melongo tidak bisa berbuat apa-apa, karena takut mencampuri urusan di antara mereka.
"Aku hanya perlu bicara denganmu, tolong jangan membuatku melakukan lebih dari ini Kiran!" tegas Adrian, ketika berada di dalam mobil.
Mereka lantas pergi meninggalkan tempat itu, Septi dan Nita masih melangah. "Kirana memang bukan gadis biasa. Lihat! Lagi-lagi dia dibawa pangeran tampan dengan mobil mewahnya!" ucap Septi.
"Hmm ... iya kau benar!" timpal Nita manggut-manggut.
Adrian membawa Kirana ke sebuah parkiran gedung yang nampak mulai sepi, mereka berbicara tanpa keluar dari mobilnya, ia mengunci mobilnya berjaga-jaga jika Kirana hendak melarikan diri darinya.
"Sekarang apa yang ingin kau bicarakan?" Kirana bertanya dengan ketus.
"Apa yang kau lakukan tadi di tempat itu?" tanya Adrian.
"Apa kau buta? Tentu saja aku sedang bekerja di sana," jawab Kirana.
"Maksudku mengapa harus di sana dan mengapa kau harus menjadi office girl?" tanya Adrian.
"Memangnya menjadi office girl itu adalah hal buruk? Aku harus melakukannya setelah apa yang dilakukan keluargamu kepada ayahku !" tukas Kirana.
"Aku bisa memberikanmu pekerjaan yang lebih layak, atau jika perlu kau tidak harus bekerja aku akan membiayai semua kebutuhanmu dan calon anak kita," ujar Adrian.
Mendengar itu Kirana tersenyum dengan sinis, "Anak kita yang mana? Aku tidak memiliki anak denganmu, bukankah kau tidak mengakui ini sebagai anakmu?"
"Maaf, aku harus mengatakan itu di depan Sintia ketika itu. Tolong kamu berhenti bekerja di tempat Riko! Ini akan menyulitkanmu apa kau tak tahu orang macam apa dia?" Adrian merasa khawatir.
"Bukan urusanmu!" tukas Kirana.
Adrian menghela napasnya, Kirana menjadi keras kepala pikirnya. Saat mereka masih bertunangan wanita itu selalu menuruti apa yang di katakannya.
"Sejauh apa hubunganmu dengan Zayn?" pertanyaan Adrian yang tiba-tiba tanpa Kirana duga.
"Ha..ha..haa.. itu juga bukan urusanmu Adrian! Untuk apa kau ingin tahu tentang itu? Berhentilah mengurusi kehidupanku!" jawab Kirana.
Adrian menatap Kirana dengan mata cerucup kemudian bertanya, "Apa kau menyukainya?"
Kirana yang membalas tatapan Adrian lantas menjawab, "Memang mengapa jika aku menyukainya?"
Adrian tidak bersuara, ketika mereka saling menatap getar-getar di hati mereka mulai menyeruak. Tidak dapat dipungkiri perasaan cinta yang pernah ada di antara mereka masih sangat rapi tersembunyi di tengah keduanya. Meskipun perasaan itu ternodai dengan pengkhianatan Adrian.
Adrian tidak dapat mengendalikan diri, perasaan rindu kepada gadis yang sedang ada di hadapannya tidak dapat ia bendung lagi, begitupun dengan Kirana perasaan nestapa dalam dirinya meruntuhkan rasa benci yang sempat ia bangun runtuh seketika.
Adrian mendaratkan bibirnya menyentak bibir manis Kirana, Kirana membalas paduan yang di layangkan Adrian seakan lupa atas semua perlakuan yang diberikan Adrian dan keluarganya. Mereka saling terlena menikmati satu sama lain, Adrian menyentuh punggung Kirana membawa ke dalam dekapanya begitu erat.
Mereka terlena untuk beberapa saat sampai suara dering ponsel Kirana di tasnya menyadarkan Kirana. Dia membuka matanya kembali tersadar dan menarik dirinya dari pelukan Adrian.
PLAK!!!
Sebuah tamparan mendarat di salah satu pipi Adrian. "Kau benar-benar berengsek!" ucapnya, dengan genangan bening di kedua matanya.
Adrian tersenyum menyeringai, "Kau masih sangat menikmatinya, apa kau masih sangat mancintaiku Kirana?" ucapnya.
Kirana menjawab dengan mengalihkan pandangannya, "Jangan terlalu percaya diri Adrian!"
Dering ponsel itu kembali mengusik mereka. Kirana melihat ponsel miliknya, nama Zayn terlihat di ponsel itu, Kirana pun sempat melirik ke arah Adrian yang penasaran. Mengetahui Zayn yang menelpon Kirana, Adrian tampak kesal, ia lalu merebut ponsel yang ada di genggaman Kirana.
Adrian menekan ponsel itu dan menjawab panggilan Zayn, "Hallo! Jangan ganggu kami! Dia sedang bercinta denganku!" Lalu ia memutuskan sambungan telepon itu dan kembali menatap Kirana dengan perasaan cemburu.