Chereads / The wound in my heart / Chapter 7 - Bertemu rival

Chapter 7 - Bertemu rival

Bab 7

"Ayah! kita langsung pulang ya?" tanya Raka.

"Enggak, kita jalan-jalan lagi kok," jawab Bang Beni.

Aku hanya membawa Raka dan Nina, karena Sinta sudah besar, sudah SMA juga. Ia selalu kebagian menjaga rumah. Lagian mana muat naik sepeda motor berboncengan lima. Hee ... heee.

"Bang, kita mau jalan ke mana nih? kok arahnya ke daerah sekolah SMA ku dulu," tanyaku penasaran.

"Kita cari alamat kontrakan Rani, sepertinya daerah sini. Biar kalian saling kenal," jelas Bang Beni.

"Anaknya baik kok, setahuku dulu, ia tak sombong, mudah bergaul. Sepertimu juga."

Bang Beni berhenti di depan sebuah rumah yang berjejer lima pintu, sepertinya ini rumah kontrakan yang di carinya. Ia pun turun dari sepeda motor, lalu bertanya pada seorang wanita muda yang sedang menyapu, di sebutnya nama Rani. Hmm ... ternyata benar. Di tunjuk nya rumah di jejeran  yang pertama.

Bang Beni melangkah ke arah rumah yang di sebutkan, lalu mengetuk pintunya. Tak lama keluar seorang wanita bertubuh tinggi semampai, berkulit putih, berambut panjang. Ia menyipitkan kedua matanya, lalu terdiam memandang ke wajah Bang Beni, sementara aku masih menunggu di dekat sepeda motornya. Ku perhatikan mereka  dari jarak tak begitu jauh. Wanita itu melihat juga ke arahku.

Bang Beni melambaikan tangan ke arahku. Ia memanggil untuk mendekat ke arah mereka. Lalu ku datangi mereka sambil mengajak Raka dan Nina. Kami pun saling berkenalan. Lalu aku dan Bang Beni di persilakan masuk dan duduk di ruang tamunya. Bang Beni yang banyak bertanya, sedangkan wanita itu sedikit acuh. Kesannya tak suka di tanya soal pribadinya. Aku lebih banyak diam, karena baru kenal juga kan.

Ku lihat dari cara berpakaiannya sih, kurang sopan. Dengan memakai baju dan celana hot pants hampir menunjukan separuh pahanya yang putih mulus. Menurutku terlalu seksi, apalagi ku lihat dia tinggal bersama adik perempuan dan adik laki-laki nya yang telah dewasa. Setengah jam kemudian kami pun berpamitan.

******

Sesampainya di rumah, anak-anak langsung ku mandikan karena sudah seharian berpanasan di atas sepeda motor.

Tak lama Magrib pun tiba, aku selalu salat berjamaah mengimami ketiga anakku. Ayahnya jarang salat, tak mau kalau di suruh jadi imam, karena belum fasih bacaan salat, selalu itu alasannya. Melihat kenyataan ini, anak-anak ku wajibkan masuk sekolah madrasah. Biar faham ilmu agama, karena itu untuk bekal hidupnya di dunia dan akhirat.

Mulai usia lima tahun anak-anak ini ku ajarkan mengenal huruf abjad, huruf hijaiyah, belajar menulis dan berhitung. Setahun lamanya ku ajarkan di rumah, hingga mereka masuk SD. Begitu ku daftarkan masuk ke Sekolah Dasar, Alhamdulillah, Sinta dan Raka lulus seleksi masuk di sekolah tersebut. Mereka mampu menjawab tes yang di berikan pihak sekolah. Padahal ketiga anak ini tak ku masukkan sekolah TK.

"Kau kan di rumah saja, tak bekerja keluar rumah, jadi ... ajarkan saja anak-anak ini sampai pintar. Tak usah masuk sekolah TK, biar hemat biaya," ucap Bang Beni saat itu. Aku menurut saja dengan ucapannya.

Anak-anak pasti bisa pintar, kalau ibunya sendiri yang membimbing. Itu sudah niatku sejak punya anak. Jadi setiap selesai tugas rumah, ketiga anak ini ku bimbing untuk belajar ilmu akademik dan ilmu agama. Walau pun aku hanya lulus SMA, tetapi mereka harus bisa lulus sampai sarjana. Itu sudah menjadi doa di setiap salatku.

Alhamdulillah ... Hingga kini Sinta dan Raka masih menjadi bintang di kelasnya. Tahun ini si bungsu masuk SD, ia pun sudah mulai pintar membaca iqra, menulis dan berhitung. Sedang kan Sinta berhasil masuk ke SMA Negeri. Karena nilainya tinggi, ia lulus masuk SMA Negeri pavoritenya. 

******

Sekarang ketiga anakku sudah sekolah semua. Otomatis biaya pendidikan pun bertambah. Aku mulai mencari kesibukan dengan berjualan online melalui hape, aku share ke seluruh medsosku produk kosmetik yang lagi naik daun itu. Sambil nungguin si bungsu keluar kelas, ku sapa ibu-ibu yang lagi nongkrong di depan pagar sekolah, sambil menunjukan buku katalog ke mereka. Siapa tahu mereka punya hobi dandan dan tertarik untuk order kosmetik padaku.

Alhamdulillah rezeki, mereka tertarik dengan produk yang ku tawarkan. Apalagi melihat wajah dan kulitku, cocok lah jualan kosmetik, komentar mereka. Satu persatu mereka mulai order, aku jadi bersemangat mencari konsumen lagi. Setiap ada ibu yang menjemput anak, pasti ku tunjukan katalog kosmetik ini. 

Hingga bu guru di sekolah pun aku tawarkan. Beberapa bulan ini, aku mencapai target penjualan. Maklum lah masih member baru, lagi semangatnya kerja. Aku berhasil naik peringkat ke manajer promosi. Syaratnya harus ajak member baru sebanyak-banyak untuk memasarkan produk kosmetik tersebut. Lumayanlah dapat penghasilan setiap bulan, walau tak banyak.

Melihat aku punya kesibukan baru, Bang Beni mulai kumat julidnya. Setiap aku pegang hape, ia selalu curiga. Di pikirnya aku sedang chatingan dengan orang tak jelas. Padahal aku sedang mengecek orderan dari teman medsos. Susah memang kalau punya suami yang gaptek dan sok tau, batinku.

Semakin hari sifatnya semakin menyebalkan. Herannya lagi semua sifat Ibu yang dulu tak di sukai nya, malah di tirunya. Apa ini karma buatnya, atau cobaan buat ku. Aku harus hati-hati dengan sikapnya. Bisa mendatangkan dosa buatku. Setelah Ibu, surga istri ada pada suami juga. Apalagi sejak punyabisnis online ini, pertemananku semakin banyak.

Kalau Bang Beni sedang di rumah, hape ini ku getarkan tanpa suara. Cari aman saja, aku malu ribut terus, anak-anak sudah besar. Tak baik juga untuk mental mereka, bila mendengar pertengkaran orangtuanya. Kemaren hapeku di sita nya, gara-gara aku telfonan dengan teman SMA, padahal itu teman wanita. Kok cemburu dengan wanita, dasar manusia aneh, batinku.

******

Beberapa bulan kemudian, aku di ajak Bang Beni berkunjung lagi ke rumah Ibu angkatnya itu. 

"Bawa aja katalog kosmetik itu, siapa tau mereka berminat untuk order produknya," saran Bang Beni.

"Oh iya juga, besok kan hari libur, bisa sekalian bawa anak jalan-jalan," jawabku bersemangat.

Eh, tapi tunggu dulu, tumben Bang Beni ngajak ke sana lagi. Ahh, tak boleh suuzon. Mungkin saja hendak silaturahmi. Aku selalu berpikiran positive ke semua orang. Kadang itu lah kelemahanku. Tak pernah berburuk sangka, maka nya aku selalu menikmati hidup, padahal tak kaya. Sampai salah satu teman ada yang julid, tanpa sebab memutuskan komunikasi denganku. Tapi ya sudah lah, sifat orang kan beda-beda, tak sama dengan aku.

Keesokan harinya, kami pun datang bersilaturahmi ke rumah Ibu angkat Bang Beni. Ibu nya sangat senang lihat kami berkunjung lagi. Kebetulan hari libur, ku lihat Rani dan dua adiknya pun ada di rumah ibunya. Tiba-tiba ibunya keceplosan berbicara dengan mengatakan.

"Coba saja dulu kalian berjodoh ya, pasti Ibu senang sekali punya menantu seperti Beni ini. Ibu lihat sayang sama anak dan istri. Menantu idaman mertua lah," ucapnya.

Hah ... ternyata mereka pernah pacaran. Ketemu mantan lagi nih ceritanya.  Sejauh ini jalani saja. Selagi tak merugikan kami, apa salahnya bersilaturahmi, manfaatnya bisa melancarkan rezeki dan membuat panjang umur, itu yang ku fahami sejak dulu.

Ternyata benar dugaan Bang Beni, begitu di jelaskannya kalau sekarang aku bisnis kosmetik, mereka tertarik untuk melihat katalog dan langsung order produknya. Selain kosmetik, ada juga minuman kesehatan bernutri. Nah, Rani order beberapa kosmetik dengan harga yang lumayan mahal. Sedangkan ibunya order minuman nutri shake untuk menurunkan kolesterol. Memang rezeki tak ke mana ya pembaca. Hee ... heee.

Bersambung ....