Kulepas helmku dan memberikannya pada Gavin. Semalam aku sudah bilang untuk tidak perlu mengantarku, tetapi Gavin bersikukuh ingin melakukannya. Entah mengapa perlakuannya sekarang membuatku makin jatuh cinta. Serasa bumi milik berdua, yang lainnya cuma ngontrak. Gavin merapikan rambutku yang berantakan karena tertiup angin. Aku hanya bisa melihat ke bawah karena takut wajah salah tingkahku terdeteksi olehnya.
"Aku pergi dulu," ucap Gavin tersenyum padaku.
"Hati-hati," ucapku sambil mengerlingkan sebelah mata.
Aku berjalan memasuki kantor dengan perasaan tidak karuan. Tadinya aku berusaha menahan diri supaya tidak salah tingkah, tetapi sifat. genitku tidak bisa dihindari. Langkah kakiku baru saja sampai pintu, suara tawa dari perempuan yang tidak asing lagi membuatku menoleh. Siapa lagi kalau bukan musuh bebuyutanku.
"Hai, El. Apa kabar?" Linda mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Baik," jawab singkat tanpa membalas uluran tangan Linda.