Mamah sedang bersiap-siap di kamarnya. Jujur saja aku sangat sedih, yang lebih menyakitkan lagi aku tidak bisa menunjukkannya di depan mama. Menyadari kehadiranku, mama menoleh ke arahku sambil tersenyum. Senyuman yang sama saat aku berpamitan pada ibu untuk tinggal di sini. Aku tidak bisa bertemu dengan ibu setiap hari, begitu juga dengan mama yang entah kapan kami bisa bertemu lagi. Sekarang aku merasa tidak memiliki siapa pun.
"Nyonya, semua kopernya sudah saya masukkan ke mobil," ucap Pak Hasan.
"Aku akan segera turun," ucap Mama yang dibalas anggukan oleh Pak Hasan.
Dengan membawa tasnya, mama menuruni tangga. Kupikir mama akan sarapan dahulu, tetapi ternyata langsung pergi keluar. Aku tidak akan membiarkan mama pergi dengan perut kosong. Lagipula Argat juga belum sarapan.
"Mama," panggilku yang membuat mama langsung menoleh.