PYL 5
-playlist chapter: Prelude in C Major, BMW 836 by Johann Sebastian Bach, Alistair McGowan
...
Sejak awal sejarah manusia, bagi mereka yang percaya akan karunia Sang Pencipta kalau segala sesuatu yang lahir dan hidup di muka bumi pasti memiliki tujuan hidup. Masing-masing dari mereka ada yang mengingkari atau menerima dengan lapang dada.
Itulah yang Vin lakukan.
Duduk di depan seorang detektif bermata sipit yang lebih dari satu jam lalu terus mengajukan banyak pertanyaan kepada Vin. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Vin. Remaja laki-laki berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun itu tidak berani mengeluarkan suara.
"Pak Polisi, dia hanya anak yatim piatu yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Tolong lepaskan dia." bujuk Pak Tua di samping Vin.
Hingga beberapa saat lalu, saat mereka berhasil menemukan tubuh Bono yang sudah termutilasi secara sempurna menjadi beberapa bagian. Bahkan Vera hampir pingsan saat melihatnya. Belum lagi kematian Bono telah sampai ke Organisasi Hitam yang menampungnya.
Pak Tua hanya bisa merelakan kematian tragis anak laki-laki satu-satunya itu dengan tangis tertahan. Tapi Pak Tua juga tidak bisa menyalahkan Vin yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya karena provokasi Bono.
Pak Tua sangat mengerti betapa susahnya hidup kedua kakak beradik itu. Hidup dalam keterbatasan dan kemiskinan. Mereka tidak memiliki siapa pun karena keluarga telah membuang mereka. Melepaskan diri dari tanggung jawab.
Sama seperti Pak Tua saat melepas Bono kepada Organisasi Hitam.
Pak Tua yang malang. Pak Tua yang larut akan kesedihan ditinggal pergi istri tercinta karena tidak sengaja di cekik hingga mati oleh anak kandung mereka. Bono si penjahat bertopeng bertanduk.
"Jika kamu tetap diam dan tidak menjelaskan kepada kami bagaimana cara kamu melakukan mutilasi terhadap korban, maka kami tidak akan melepaskan dirimu. Hei, anak muda, semakin cepat kamu mengatakan maka semakin ringan hukuman yang akan kamu terima." geram detektif itu menatap tajam Vin.
Bagaimana polisi itu tidak kesal? Setelah menerima suap dari Organisasi Hitam untuk segera menghukum pembunuh salah satu algojo terbaik mereka tanpa ampun. Organisasi Hitam juga tidak peduli jika yang melakukan hal itu adalah anak kecil atau kakek-kakek.
Organisasi Hitam itu memiliki prinsip 'mata dibayar mata, tangan dibayar tangan'.
Sedangkan Vin hanya bisa diam karena tahu betul apa pun yang akan dia katakan tidak akan mengubah keadaan. Justru yang Vin khawatirkan adalah keselamatan Vera dimasa depan. Apa yang akan terjadi dengan Vera jika dirinya dipenjara seumur hidup?
"Pak Polisi, tolong dengarkan..." bujuk Pak Tua untuk ke sekian kali.
"Pak Tua, jangan ikut campur penyelidikan polisi. Bukankah korban adalah anak kandungmu? Kenapa juga orang tua seperti dirimu malah membela sang pembunuh?" kata detektif semakin geram.
Secara singkat mereka bisa memproses kasus tanpa perlu bersusah payah seperti ini. Yang menjadi masalah adalah sorotan media yang tanpa henti memberitakan kejadian tersebut secara berlebihan. Sesuatu yang biasanya akan dianggap biasa di hari-hari sebelumnya.
Tidak jika ada seorang anak laki-laki berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun yang putus sekolah dan terlihat sangat biasa tiba-tiba sanggup membunuh algojo terbaik dari Organisasi Hitam yang melegenda?
Mungkin hanya orang buta dan tuli saja yang tidak akan mengetahui berita kriminal terkini di kota yang tengah di landa krisis kemanusiaan. Kota Forbidden adalah kota metropolitan yang jurang antar kelas sosialnya sangat tinggi dan meresahkan.
Apa pun akan selesai dengan uang. Raja segala raja di Kota Forbidden adalah uang dan uang serta uang. Tidak ada yang lain.
"Kalian adalah polisi bukan? Seharusnya kalian memberi perlindungan bagi rakyat dan bukannya memaksa rakyat untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukan." gertak Pak Tua mulai kesal.
Meski hati Pak Tua terasa seperti di iris-iris saat mengatakan hal itu, Pak Tua tetap bertahan karena Vin dan Vera lebih membutuhkan perlindungan dari pada cercaan. Kedua kakak beradik itu hanyalah korban ketimpangan sosial yang mengakar di Kota Forbidden.
"Kalau begitu, apa anakmu Bono bukan rakyat kota ini? Kenapa pria tua seperti dirimu harus membela pembunuh anakmu?" bentak polisi itu semakin kesal.
Polisi itu juga lelah. Proses interogasi berjalan alot dan seperti jalan di tempat. Belum lagi permintaan dari pihak keluarga yang tidak ingin sang tersangka di hukum karena alasan mash di bawah umur.
Meski polisi itu memiliki sedikit rasa kasihan kepada Vin, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan. Rasa belas kasih tidak bisa memberi makan anak dan istrinya. Itu juga yang menjadi alasan kenapa para polis di Kota Forbidden lebih memihak yang memberi mereka uang banyak.
"Itu, tidak benar." bantah Pak Tua bingung sendiri. Pak Tua tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena akan menjadi sia-sia. Polisi tidak akan mau mendengar semua alasan darinya lagi.
Beberapa saat kemudian.
Seorang laki-laki berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun masuk ke kantor polisi wilayah selatan Kota Forbidden. Tempat di mana mereka sedang menahan Vin.
Memakai setelah jas resmi warna hitam, kaca mata hitam dan sepatu hitam mengkilap. Sebuah tas kerja jinjing terbuat dari kulit ular asli berada di tangan kirinya. Sementara tangan kanannya sibuk memainkan ponsel dan menghubungi seseorang yang kelihatannya cukup penting.
"Tentu, aku sudah mengurusnya. Satu hal sebelum proses transfer maka butuh beberapa pendekatan yang cukup berani. Apa kamu sanggup menanggungnya?" kata Pria Berjas Hitam itu, sangat serius pada lawan bicaranya.
Hingga tiga atau lima menit berselang Pria Berjas Hitam itu akhirnya mengangguk beberpa kali sebelum menutup panggilan teleponnya. Kemudian pandangannya tertuju pada Vin yang terus menunduk ke bawah.
Pria Berjas Hitam itu berjalan mendekati Vin. Menepuk pundak Vin hingga membuat Vin mendongak ke atas sebagai refleks. Dengan tatapan bingung dan wajah pucat Vin bertemu tatap dengan Pria Berjas Hitam tersebut.
"Halo, kenalkan namaku Hojo. Mulai sekarang aku adalah pengacaramu dan aku akan membebaskan dirimu dari tempat ini. Jadi Vin, boleh aku lihat kartu identitasmu?" sapa Pria Berjas Hitam itu tenang.
Pria Berjas Hitam yang bernama Hojo itu mengambil kursi dan duduk di samping Vin untuk berhadapan dengan polisi yang lelah di depan Vin. Tersenyum kecut sebentar sebelum kembali berwajah masam.
"Jadi, berapa juta yang mereka tawarkan padamu untuk membuat bocah ingusan ini mendekap di penjara seumur hidup? Jika jumlahnya terlalu kecil aku bisa memberi tambahan dan kamu hanya perlu membebaskan anak ini serta menghapus semua hal yang terkait dengan kasus ini. Menarik bukan?" kata Hojo tersenyum lebar. Senyum yang dingin dan mengintimidasi.
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan dalam daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya yang menulis jadi tambah semangat.
Terima kasih telah membaca dan semoga harimu menyenangkan.