PYL 7
-playlist chapter: Linkin Park - In The End (Mellen Gi Remix)
...
"Academy...? Departemen khusus pembantu? Apa maksud Anda? Tolong jelaskan!" seru Vin panik.
Vin yang semula sangat senang tiba-tiba tubuhnya merosot dari kursi. Vin tidak mengerti apa yang Hojo katakan. Bukan Vin tidak cerdas, tapi Vin hanya tidak mengerti apa yang Hojo katakan.
"Bukan di tempat ini aku menjelaskan hal itu. Sebaiknya kita keluar dari sini dan menemui adikmu." sahut Hojo, berdiri dan berjalan keluar ruang interogasi dengan cepat.
Buru-buru Vin mengikuti Hojo di belakang. Vin bertanya-tanya dalam hati tentang ucapan Hojo sebelumnya. Tentang Academy of Superhuman Forces. Tempat apa itu?
Samar-samar Vin merasa pernah mendengar nama itu. Tapi di mana?
"..."
Pak Tua dan Vera menunggu Vin di luar kantor polisi dengan gelisah. Mereka duduk pada sebuah kursi kayu panjang yang cat warna hijau telah banyak mengelupas. Terutama Pak Tua yang merasa tidak asing dengan sosok Hojo.
Hojo, yang pernah dia lihat bertahun-tahun lalu.
Orang yang pernah datang kepadanya di masa lalu dan bertanya tentang Bono, anaknya. Namun Pak Tua mengabaikan rasa penasaran yang dia miliki. Melihat fakta bahwa Vin berhasil keluar dari kantor polisi dengan selamat membuat Pak Tua sangat terharu.
Meski Vin yang telah membunuh Bono namun itu pun tidak sengaja. Pak Tua pun akan melakukan hal yang sama jika ada anggota keluarga yang terancam bahaya. Terlebih dia memiliki kemampuan Super-human. Seperti Bono, anaknya.
"Kakak, kamu tidak apa-apa?" kata Vera, terkesan sangat gembira. Bergegas berlari mendekat.
Bagaimana tidak, kakak laki-laki satu-satunya yang Vera miliki telah berhasil bebas dari segala tuduhan. Vin tidak mungkin bisa berjalan melenggang bebas jika tidak dinyatakan tidak bersalah?
Vin mengangguk pelan sebagai balasan.
"Terima kasih telah membantu membebaskan anak ini." kata Pak Tua, seperti seorang kakek yang ikut bergembira dengan dibebaskannya Vin.
Hojo tertawa. Tidak bisa menyembunyikan wajah penuh senyum anehnya. Baik Vin, Vera atau Pak Tua hanya bisa melihatnya penuh rasa heran.
"Jangan seperti itu. Yang menjadi pahlawan disini adalah Vin. Aku hanya sedikit membantu sesuai dengan pekerjaanku saat ini. Dan untukmu, Pak Tua, jika saja dulu aku datang lebih cepat mungkin Bono akan menjadi anak yang bisa kau banggakan. Aku yang seharusnya meminta maaf." kata Hojo dengan segala kerendahan hati.
Pak Tua terharu. Isak tangisnya keluar begitu saja. Bagaimana Hojo bisa tetap mengingat dirinya setelah pertemuan singkat mereka bertahun-tahun yang lalu.
Pak Tua, jauh dalam lubuk hatinya ada sedikit rasa penyesalan karena memilih uang dan amarahnya dari pada merawat Bono yang saat itu membutuhkan kasih sayang orang tua. Akan tetapi, Pak Tua juga tidak bisa menerima Bono yang secara tidak sengaja telah membunuh istrinya.
"Mungkin inilah yang disebut suratan takdir. Aku tidak bisa berkata apa-apa selain terima kasih. Tolong jaga anak ini baik-baik. Jangan sampai nasib seperti Bono terjadi kepada dia." balas Pak Tua terbata-bata.
Tanpa sadar, Pak Tua kembali menangis. Entah berapa liter air mata sudah Pak Tua tumpahkan hanya untuk hari ini saja?
"Itu tidak akan terjadi. Bisa aku pastikan kalau Vin akan menjadi salah satu manusia yang berguna. Pak Tua tidak perlu mencemaskan dua anak ini lagi mulai sekarang. Aku akan membawa mereka ke Academy." Hojo terkekeh, seperti sedang membicarakan soal cuaca atau salah satu hewan di penangkaran tiba-tiba lari dari kandang!
"Maksud Anda, Academy yang itu?" Pak Tua kaget, matanya melotot sebagai reaksi.
"Benar. Aku tidak percaya kalau Pak Tua masih mengingatnya." balas Hojo tersenyum masam.
"Kalau begitu, aku bisa tenang mulai sekarang."
"Tentu saja."
"..."
"Vin, Vera, paman ini adalah orang yang baik. Dia akan membawa kalian ke tempat terbaik untuk masa depan cerah. Kalian tidak perlu lagi memikirkan diriku yang renta ini. Sekarang pergilah." kata Pak Tua melepas kepergian Vin dan Vera.
Di dalam mobil, Hojo tidak banyak bicara. Meski Vin kembali menanyakan pertanyaan yang sama, Hojo hanya mendeham sebagai jawaban. Vin kesal. Sedangkan Vera menatap dua orang itu dengan kebingungan.
"..."
"Kakak, tolong katakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi? Kemana kita akan pergi? Lalu bagaimana dengan Pak Tua dan sekolahku?" rengek Vera, terus memaksa Vin untuk berbicara.
Lama Vin diam menunduk. Vin menatap ke luar jendela. Pohon-pohon yang mereka lewati terlihat samar dari kaca jendela yang gelap. Vin sebenarnya tidak tahu apa yang akan dia katakan kepada adik perempuannya.
"Vera, sabarlan sebentar. Paman Hojo akan mengatakan semuanya nanti." balas Vin, tanpa bisa melihat pada mata Vera yang menuntut penjelasan.
"Kak Vin." Vera mendesah menyerah.
Jika Vin sudah berkata dengan nada tanpa daya seperti itu maka bisa dipastikan Vin tidak berbohong. Untuk itu, Vera menatap Hojo yang terus fokus memegang kemudi di kursi depan.
Sesekali Hojo melirik Vera yang terus menatapnya tanpa berkedip. Lalu berbalik melirik Vin yang terus menunduk lemah. Tanpa sadar, seulas senyum licik mengembang di wajah kaku Hojo.
"Vin, apa yang kamu pikirkan. Bukankah kamu harus menjelaskan sesuatu kepada adik perempuanmu?" lecek Hojo.
"Paman, kemana kita akan pergi?" kata Vin balik bertanya.
Vin sedikit mendongak untuk bertukar tatap dengan Hojo melalui spion. Sebelum akhirnya Vin kembali menunduk.
"Academy. Kemana lagi tujuan kita selain itu." Hojo tidak bisa tidak tertawa.
Baru kali ini, Hojo melihat remaja laki-laki yang usianya tidak lebih dari tujuh belas tahun seperti Vin. Duduk diam tanpa semangat sementara ada kekuatan besar di dalam dirinya. Meski, Hojo sedikit paham alasan Vin tidak ingin memamerkan kekuatannya.
"Academy apa kak Vin?" desak Vera.
"Aku juga tidak tahu, Vera. Sebaiknya kita lihat saja nanti. Hojo berkata kita akan aman di tempat itu. Dan kamu bisa tetap melanjutkan sekolah dan menjadi dokter. Selama itu yang terjadi maka aku akan melakukan apa pun."
"Kak Vin, bukan itu yang aku inginkan sekarang!"
"Lalu apa?" Vin tersentak dengan jawaban Vera.
"Bagaimana bisa kakak bisa percaya begitu saja kepada orang ini?" Vera ingin sekali menangisi kakak laki-lakinya yang sering kali berbuat bodoh.
"Jika Hojo berniat jahat, sejak awal kita tidak dibiarkan berbicara seperti ini. Jadi, dimata letak salahnya?" Vin mengembalikan pertanyaan dengan pertanyaan.
"Bisa saja orang ini akan membuat kita menjadi budak."
"Tidak. Setidaknya kamu tidak akan menjadi budak. Vera, kamu akan menjadi dokter seperti cita-citamu. Biarkan aku yang membayarnya."
"Kak Vin. Kamu tidak perlu melakukan itu."
"Kenapa?"
"Karena aku hanya ingin tetap bersama kak Vin selamanya." balas Vera terisak. Sementara Hojo meledak tertawa. Dan Vin menatap Vera kebingungan.
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan dalam daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya yang menulis jadi tambah semangat.
Terima kasih telah membaca dan semoga harimu menyenangkan.