PYL.9
-playlist chapter: Leaving So Soon by Robert Castilone
...
Hojo terbangun karena mencium bau sedap dari arah dapur.
Secara naluri, Hojo berjalan menuju ruang dapur yang tidak jauh dari kamarnya. Sudah lebih dari tiga hari Hojo tidak menggunakan dapur kecuali untuk mengambil air minum atau membuat kopi instan atau mie instan.
Meski Hojo bisa menebak siapa yang sedang sibuk di dapur. Namun, Hojo tetap merasa penasaran dengan mereka. Bagaimana kedua anak ini bisa menggunakan dapur pribadinya tanpa meminta ijin terlebih dahulu?
"Anda sudah bangun rupanya. Padahal baru saja aku berniat untuk membangunkan Anda." sapa Vin ramah. Tidak lupa ada senyum di wajah lelah Vin yang putih pucat.
Vin menggunakan celemek warna cokelat yang Hojo beli di pasar malam beberapa bulan lalu. Hojo membeli celemek itu tepat sebelum dirinya berangkat dalam misi. Celemek dari kain flanel dipadu kain katun dengan kesan oriental, sangat cocok di kenakan oleh Vin.
"Kamu sangat cocok memakai celemek itu. Apa kamu mau ganti profesi sebagai tukang masak saja?" kata Hojo mencibir Vin secara sarkas.
Hojo langsung duduk di kursinya. Satu-satunya kursi besar yang ada di dapur. Hojo mengambil sendok untuk mencicipi sup sayur yang Vin buat. Hojo mengerjap-ngerjapkan mata seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Jika tidak suka dengan masakan Kakak Vin, jangan memakannya. Asal Anda tahu kalau masakan yang selalu Kakak Vin adalah yang terbaik yang pernah aku makan. Berhenti berbohong dan Anda sebaiknya duduk tenang saat makan." nasihat Vera ketus.
Hojo mendengus kesal. Salah satu sudut bibir Hojo tertarik ke atas, membentuk sebuah garis lurus.
Vin tertawa lalu mengacak-acak rambut sebahu Vera dengan gemas. Vin sama sekali tidak mengira kalau Vera akan bersikap lancang kepada Hojo. Tetapi, Vin tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat Hojo makan dengan lahap.
Dalam hatinya Vin merasa senang. Setidaknya Hojo menerima masakan buatannya.
Hojo tidak peduli dengan ocehan Vera, Seolah suara itu hanya angin lalu yang berhembus dan kini telah menghilang. Hojo terlalu lapar dan tanpa dia sadari telah menghabiskan satu mangkok sup hangat buatan Vin.
"Hojo, kapan kita akan berangkat ke akademi yang kamu maksud?" tanya Vin, mencoba mengalihkan perhatian Vera yang entah kenapa terus saja tidak suka kepada Hojo.
"Oh itu, kita akan pergi besok." sahut Hojo singkat. Hojo masih sibuk menghabiskan isi piringnya, mengabaikan tatapan menusuk Vera dan raut wajah tidak sabar Vin.
"Akademi apa itu, Kakak Vin?" pekik Vera, berjalan cepat ke arah Vin untuk meminta penjelasan lebih banyak.
"Aku juga tidak tahu pasti. Hojo hanya mengatakan kita akan aman di sana. Kita tidak perlu memikirkan tentang yang. Dan yang lebih penting adalah kamu bisa sekolah kedokteran seperti cita-citamu selama ini." jawab Vin, sesekali melirik ke arah Hojo. Vin berharap Hojo dapat membantunya memberi penjelasan kepada Vera.
"Dan kakak tidak keberatan?" desak Vera dengan tatapan galak.
"Apalagi yang bisa kakak lakukan? Keluar dari penjara setelah membuat Bono tewas mengenaskan dan aku tidak punya muka untuk terus menerima belas kasihan Pak Tua. Semua itu tidak mudah, Vera.
Tapi, aku lebih khawatir pada masa depanmu. Kamu tidak seharusnya memiliki kakak tidak berguna seperti diriku. Hanya terus bersembunyi dan tidak bisa memberi pendidikan yang layak untukmu. Bagaimana aku bisa menghadap ayah dan ibu di akhirat kelak?" balas Vin.
Tenggorokan Vin tercekat saat menyebut ayah dan ibunya. Orang tuanya meninggal saat Vera masih sangat kecil. Bahkan Vin tidak ingat secara jelas bagaimana orang tua mereka dulu. Ingatan Vin terlalu samar untuk hal sensitif tersebut.
"Seharusnya kakak meminta pendapatku lebih dulu." bentak Vera tidak terima.
"Jika aku dipenjara, apa yang akan kamu lakukan, Vera?" balas Vin dengan nada tinggi.
Vera terdiam.
"Aku akan..." Vera tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
Vera bingung sendiri. Sejatinya Vera juga tidak tahu jika Vin tidak bersamanya. Bagaimana jika Vin benar-benar di penjara seumur hidup? Bagaimana Vera akan melanjutkan hidupnya?
Hidup seorang diri bukanlah ide yang pernah Vera pikirkan selama ini!
"Lihat, kamu tidak bisa menjawabnya. Akan aku pastikan tidak akan terjadi apa-apa pada dirimu atau diriku. Meski penampilan Hojo tidak meyakinkan, aku bisa tahu kalau Hojo tidak memiliki niatan buruk kepada kita." balas Vin lembut.
Yang selalu Vin lakukan adalah mengusap ujung kepala Vera dengan lembut. Itu akan sangat membantu untuk menenangkan Vera.
"..."
"Sepertinya pertanyaanmu sudah dijawab oleh kakakmu. Sebagai adik perempuan yang baik, aku hanya akan memberikan satu saran. Yaitu belajarlah dengan giat di akademi nanti. Buatkan kakak laki-lakimu bangga. Buatkan mendiang orang tuamu bangga di alam baka." kata Hojo sebelum meninggalkan dapur dan kembali ke kamarnya lagi.
...
Di pagi buta, Hojo membangunkan Vin dan Vera yang masih nyenyak tidur di kamar dekat dapur dengan percikan air dingin. Vin dan Vera langsung terbangun dengan wajah kusut.
"Ada apa, Hojo?" tanya Vin dengan suara serak.
"Bersiaplah. Kita akan berangkat sekarang." balas Hojo singkat. Meninggalkan Vin dan Vera yang masih setengah mengantuk.
"..."
"Vera, ayo bangun. Bereskan buku-bukumu." perintah Vin yang sudah sibuk dengan melipat baju-bajunya sendiri dan Vera.
Vera masih duduk diatas tempat tidur. Rambut Vera terlihat acak-acakan, serta salah satu tangannya memegang buku pelajaran. Vera tidak bisa tidur jika tidak membaca salah satu buku pelajaran.
"Dasar anak aneh. Apa kamu tidak bisa menghilangkan kebiasaan burukmu membaca buku pelajaran?" keluh Vin masih sibuk membereskan barang-barang mereka yang tidak banyak.
"Apa yang salah dengan membaca? Justru kakak yang tidak mau melanjutkan sekolah. Kakak Vin lah yang bodoh disini." gerutu Vera, berdiri dan membereskan dirinya.
"..."
Udara pagi hari saat matahari belum terbit di tengah hutan pinus adalah dibawah nol dejarat celcius. Vin dan Vera menggigil karena tidak memiliki pakaian hangat. Hojo melarang mereka membawa apapun yang ada di kastil kecuali barang-barang mereka sendiri.
"Tunggu disini sebentar, aku akan memandu pesawat jet itu mendarat di tanah yang cukup lapang." perintah Hojo meninggalkan mereka di tepi jalan.
Di depan mereka terhampar tanah lapang yang dipenuhi bunga edelweiss. Lautan bunga warna putih itu bergerak-gerak saat angin meniupnya dengan kencang. Hojo berdiri di tengah-tengah.
Hingga saat itu datang.
Tiba-tiba suara gemuruh itu muncul di atas mereka bertiga. Sebuah pesawat jet berbentuk segitiga aneh. Pesawat Jet yang belum pernah Vin atau Vera lihat seumur hidup mereka.
"Apa itu benar-benar pesawat yang akan membawa kita ke akademi?" bisik Vera, bertanya kepada Vin dengan suara takut-takut.
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan di daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya penulis jadi tambah semangat. Terima kasih telah membaca. Semoga harimu menyenangkan.