PYL 3
-playlist chapter: Prelude in C Major, BMW 836 by Johann Sebastian Bach, Alistair McGowan
...
Mata merah menyala Bono melihat apa yang terjadi.
Sementara gerimis turun di halaman belakang rumah Pak Tua yang biasanya tertata tapi, kini berubah menjadi simulasi ruang angkasa. Semua benda melayang di udara. Bahkan Vera dan Pak Tua.
Bagi Vera, gerimis adalah salah satu momen kesukaannya. Dalam gerimis pasti akan ada pelangi yang menyusul. Tapi tidak untuk hari ini.
Vera semakin sedih. Air matanya semakin deras mengalir. Vera bisa melihat dengan jelas Vin kesakitan dan salah satu tangannya mengejang tidak terkendali. Begitu juga dengan benda-benda yang melayang tidak terkendali.
Vera yang mengerti betul dengan Vin, tahu bahwa akan ada sesuatu terjadi. Sesuatu yang sama sekali tidak indah bak pelangi tempo hari.
"Kakak, tolong kendalikan dirimu!" seru Vera sekuat tenaga. Vera berusaha menyadarkan Vin dan apa yang sebenarnya terjadi.
Vera tahu jika Vin adalah anak yang baik. Selama ini Vin selalu menyembunyikan kekuatannya demi Vera. Vin juga ingin hidup seperti remaja normal lainnya. Juga demi Vera.
Bagi Vin tidak ada yang baik terjadi setelah Vin menggunakan kekuatannya. Tidak ada yang memuji. Hanya semakin banyak penghinaan dari paman dan bibinya. Vin dan Vera terpaksa harus tinggal di rumah orang tuanya yang bobrok setelah bertahun-tahun terabaikan.
"Kamu ternyata sama sepertiku?" raung Bono, penjahat bertopeng bertanduk. Mulut Bono melngkung ke atas
"Jangan pernah menyamakan diriku dengan dirimu. Kita sama sekali berbeda!" teriak Vin, akhirnya terlepas dari cengkeraman kuat Bono.
Secepat kilat, Vin melayang menjauh. Menjaga jarak aman antara dirinya dengan Bono. Vin juga harus memastikan keselamatan Vera dan Pak Tua. Mengirim mereka ke tempat yang aman.
"Apa pun alasanmu, jangan pernah mencoba memungkiri takdir sebagai manusia yang berbeda. Kau anak paling pengecut yang pernah aku temui. Kenapa kamu bersembunyi di balik wajah lemah itu? Kau tidak punya harga diri atau memang kau pengecut?" kata Bono mencibir.
Vin hanya diam. Vin sangat tahu jika itu hanya gertakan dari orang yang akan kalah. Akan tetapi, Vin juga remaja biasa yang selama ini selalu menahan diri. Menghadapi orang seperti Bono tidak cukup dengan hanya terus menahan diri.
"Pengecut? Apa tidak terbalik? Kamu lah yang pengecut. Kenapa menyalahkan Pak Tua ketika kamu memiliki kemampuan untuk menolak. Aku juga tidak peduli dengan organisasi yang merekrutmu seperti apa dan siapa mereka. Tapi jangan pernah mengganggu adikku!" raung Vin, batas kesabarannya telah menipis.
Vin juga belum bisa mengontrol kekuatannya. Karena itu secara serampangan Vin melempari Bono dengan semua benda yang dia buat melayang. Semudah itu juga dapat di tangkis Bono.
"Permainan bocah ingusan seperti mu tidak akan sanggup mengalahkan diriku yang bertahun-tahun berada di medan tempur yang sebenarnya." kata Bono mencibir secara nyata.
"Benarkah?" Vin sama sekali tidak terprovokasi.
Dalam kondisi di luar kendali Vin benar-benar bisa berubah dan berbeda dari Vin yang biasa dia tunjukan. Vin yang ini dikuasai oleh amarah dan luapan energi tidak terbatas. Ibarat kekuatan yang selama ini Vin pendam tiba-tiba muncul dalam sebuah ledakan statis.
Tiba-tiba sebuah mobil bekas melayang menghantam Bono dengan kecepatan tinggi. Dalam jarak pandang Vin yang 15 meter di atas permukaan tanah, tentu mudah saja melihat area sekitar. Rumah-rumah bobrok tidak terhitung jumlahnya. Mobil-mobil tua tanpa tua teronggok di tepi jalan.
Dentuman keras menerjang tubuh besar Bono. Manusia setengah kerbau dan banteng itu segera menutup kepala dengan ?ala dan Bono harus menjaga kepalanya tetap di tempatnya.
"Anak kurang ajar. Beraninya kau!" raung Bono setelah bangkit di atas puing-puing mobil yang remuk dan terbelah menjadi beberapa bagian.
"Pikirkan saja dirimu sendiri." balas Vin tersenyum licik.
Tanpa memberi jeda Vin kembali melemparkan mobil bekas ke arah Bono. Susah payah Bono menghindar, membelah dan berusaha bergerak meraih Vin yang ada di 15 meter diatas tanah.
"Kurang ajar!" kata Bono meraung di tengah kesibukannya menghindari serangan Vin yang tiada henti.
Dalam sekejap, halaman belakang rumah Pak Tua menjadi lahan tempur dan kuburan mobil usang. Retakan dan patahan besi-besi tua serta kaca-kaca memenuhi setiap sudut halaman itu. Pemandangan yang sangat mengganggu mata orang normal.
"..."
Lalu, Bono tiba-tiba bergerak keluar halaman. Dengan kecepatan tinggi Bono menuju tempat Pak Tua dan Vera berada. Dalam hitungan menit, Bono sudah mencengkeram leher Vera.
"Kakak, tolong aku." pekik Vera dengan suara tertahan. Tenggorokannya tercekat oleh sesuatu yang besar karena kekuatan tangan Bono luar biasa kuat.
Mendengar adik perempuannya merintih kesakitan, Vin bergerak cepat ke arah asal suara. Tatapan nanar Vin mengisi seluruh wajahnya yang berubah pias. Saat itu Vin merasa telah gagal menjaga adiknya.
Bisa saja Bono membunuh adiknya dalam hitungan detik. Mematahkan leher Vera dengan tangan besar Bono bukan masalah besar untuknya. Semudah mematahkan pensil rapuh.
"Kau memang amatir, anak muda. Sekarang turun dan menunduk mohon ampun padaku. Kalau tidak maka adikmu akan mati ditanganku sekarang juga." kata Bono dengan suara penuh kemenangan.
Vin tertunduk dan jatuh tersungkur, tepat setelah mendapat pukulan keras dari salah satu tangan Bono yang bebas. Vin hanya bisa mengendalikan benda, bukan berarti tubuhnya akan sekeras baja.
Darah mengalih di antara mata dan mulut Vin. Masih dalam kondisi terkejut dan khawatir akan keselamatan Vera, dia berlutut di depan Bono yang tertawa puas.
"Seharusnya kamu tidak melawanku, bocah ingusan." tawa Bono membahana.
"..."
"Lepaskan adikku terlebih dulu. Setelah itu kau boleh melakukan apa saja kepadaku." bisik Vin kehabisan tenaga.
Vin yang tidak pernah menggunakan tenaga sebanyak itu untuk menggerakkan mobil-mobil berukuran besar tentu sangat kelelahan baik fisik maupun psikis. Keringat dingin bercucuran membasahi pakaian Vin. Tangan Vin pun ikut bergetar.
Hanya dalam hitungan detik menunggu Vin tidak sadarkan diri karena kehabisan tenaga.
"Kakak, bangun. Tolong selamatkan Pak Tua." isak Vera mencoba membuat mata Vin tetap terbuka.
Bukan itu saja masalahnya. Tubuh Vin yang tidak terbiasa dengan perubahan besar saat menggunakan kekuatan perlahan semakin lemas. Vera semakin kencang menangis.
"Bono, tolong sudah hentikan. Untuk apa kamu menyiksa dua anak tidak bersalah ini? Jika kamu ingin membunuhku maka cepat lakukan. Lepaskan mereka dan biarkan mereka hidup." kata Pak Tua terbatuk-batuk.
"Kamu pikir aku akan melakukannya setelah bocah ingusan ini mencoba menguburku hidup-hidup dengan besi tua itu?" bantah Bono marah.
"Jika kau tidak sudi terkubur oleh besi tua, masih ada tanah yang mungkin dengan senang hati menerima dirimu." bisik Vin dengan mata tajam yang aneh.
...
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan dalam daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya yang menulis jadi tambah semangat.
Terima kasih telah membaca dan semoga harimu menyenangkan.