PYL 2
-playlist chapter: Prelude in C Major, BMW 836 by Johann Sebastian Bach, Alistair McGowan
...
Krosak!!!
Suara bagian tubuh manusia berbenturan dengan pintu dapur terbuat dari bahan alumunium.
Baik Vin atau yang lainnya terkejut. Vin tidak sadar kalau dirinya lah yang tanpa sengaja mundur beberapa langkah dan mengenai panci yang tergeletak di lantai.
"Siapa itu?" teriak penjahat bertopeng terkejut. Seketika bergerak kesana kemari mencari sumber suara.
Vin gemetar ketakutan karena persembunyiannya diketahui. Vin semakin erat menggenggam patu. Sedangkan otak Vin berputar cepat mencari cara untuk menyelamatkan Vera dan Pak Tua tanpa perlu menggunakan kekuatannya.
Vin selalu tertekan jika membahas tentang kekuatannya. Kekuatan yang tidak bisa Vin kontrol dengan baik dan selalu berakhir dengan kecelakaan. Keringat dingin Vin bercucuran saat langkah kaki penjahat bertopeng itu semakin mendekati pintu.
"Rupanya kamu memungut beberapa bocah ingusan untuk menggantikan diriku, Pak Tua?" kekeh penjahat bertopeng itu keras.
Hanya dalam hitungan detik, pintu dapur terangkat begitu saja seolah pintu tersebut terbuat dari kertas yang ringan. Mata Vin terbelalak melihat betapa kuatnya penjahat bertopeng di hadapannya.
Topeng yang menutupi hampir seluruh permukaan wajahnya. Terbuat dari kulit imitasi warna hitam, rambut panjang hitam yang ujung-ujungnya berwarna merah kecokelatan. Tatapan matanya merah seperti kerbau marah.
Gumpalan asap keluar dari hidung penjahat bertopeng dengan intensitas tinggi. Hanya satu yang bisa Vin simpulkan kalau penjahat bertopeng yang ternyata memiliki dua tanduk seperti banteng atau kerbau. Panjangnya tidak lebih dari tiga puluh centimeter. Melengkung dan runcing diujungnya,
'Makhluk apa ini? Kenapa ada manusia kerbau atau banteng hidup di dunia ini?' bisik Vin kepada dirinya sendiri.
Vin yang terlalu sibuk bekerja demi sekolah Vera, tidak pernah tahu dunia luar kecuali rumah, tempat perkerjaan dan rumah. Vin hanya bisa bersekolah hingga SMP dan itu pun dengan nilai yang sangat buruk.
Bukan karena Vin tidak pandai tapi karena Vin jarang sekali masuk sekolah waktu itu. Vin lebih memilih menunggu Vera di gerbang sekolah dasar sambil berjualan koran dan majalah, dari pada mementingkan sekolahnya sendiri.
"Kamu tidak tahu siapa aku? Berani-beraninya mengganggu acaraku?" geram penjahat bertopeng dan bertanduk kerbau atau banteng itu. Matanya tertuju pada Vin.
"Lepaskan adikku." balas Vin memberanikan diri.
Jika harus mengorbankan nyawa demi menyelamatkan Vera maka akan Vin lakukan. Karena Vera memiliki cita-cita yang sangat mulia. Menjadi dokter yang bisa menyembuhkan banyak orang dan mungkin bisa menghilangkan kekuatan Vin.
"Jadi gadis kecil sombong ini adalah adikmu?" kekeh penjahat bertopeng bertanduk. Salah satu tangannya memegang perut. Seolah itu adalah sebuah lawakan yang sangat lucu.
"Anakku, tolong lepaskan anak-anak ini. Mereka tidak bersalah." bisik Pak Tua memelas.
Tangan Pak Tua yang tidak terluka terjulur pada kaki penjahat bertopeng bertanduk itu. Meminta belas belas kasihan pada anaknya sendiri untuk melepaskan Vin dan Vera. Namun, bukan namanya penjahat bertopeng bertanduk yang terkenal kejam akan mendengarkan permintaan ayah yang membuangnya pada organisasi.
"Aku tidak salah dengar? Kamu memohon padaku demi dua anak ingusan yang bukan siapa-siapa? Apa kamu tidak berpikir jika mereka akan melaporkan kepada polisi tentang keberadaanku di tempat ini? Apa kamu mau tanggung jawab?" balas penjahat bertopeng bertanduk geram.
Menatap mata Pak Tua yang salah satunya terpejam, memar akibat luka tonjokkan.
Vin menelan ludah. Meski Vin bisa menelaah apa yang sedang terjadi antara ayah dan anak itu, Vin tidak bisa mengambil risiko dengan membiarkan Vera yang seragam sekolahnya telah terkoyak akibat cakaran dari salah satu tangan berkuku tajam penjahat itu.
"Aku akan bertanggung jawab. Aku bersedia di penjara jika itu bisa membuatmu bebas. Salahku telah membuangmu tapi tolong biarkan mereka pergi." pinta Pak Tua terus berusaha, sementara matanya mulai mengeluarkan air mata.
"Tangis palsumu tidak akan bisa meluluhkan hatiku yang telah lama mati. Karena kamu juga ibu meninggal dunia. Apa kamu tidak sadar kejahatan terbesarmu?" bentak panjahat bertopeng bertanduk.
Pria besar itu menghentakan salah satu kakinya ke tanah dan ajaib! Tanah di sekitarnya bergejolak seperti gempa bumi. Vin dan Vera yang setengah berdiri langsung jatuh tersungkur ke depan.
"Liha Pak Tua. Mereka lebih lemah darimu. Untuk berdiri saja tidak sanggup." lolong penjahat berpuas diri.
Hanya dalam hitungan detik, salah satu tangan penjahat meraih kerah baju Vin. Mengangkat Vin hingga berdiri dan lima centimeter di atas tanah. Vin gelagapan hingga palu ditangan kirinya jatuh tanpa daya.
"Kakak, tuan putra Pak Tua tolong lepaskan kakak saya." rintih Vera memohon.
Vera merangkak mendekati kaki penjahat bertopeng untuk memohon agar kakak satu-satunya dilepaskan. Air mata kesedihan terus mengalir di pipi putih Vera. Pipinya menjadi kotor bercamput tanah. Tidak lebih buruk dari kondisi bagian tubuhnya yang lain. Terluka akibat cakaran.
"Bono, tolong dengarkan pria tua ini. Tolong lepaskan mereka." rengek Pak Tua mencoba meraih kaki penjahat bertopeng.
"Berhenti memanggilku dengan nama itu. Bukankah aku bukan lagi menjadi bagian dari keluarga Hanzo? Jangan membuatku tertawa. Bono Hanzo telah lama mati karena kau yang menukar dengan sekotak emas untuk dirimu sendiri." raung penjahat bertopeng yang rupanya bernama Bono.
Sementara Vin terus berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Bono, lehernya semakin sakit dan hanya beberapa menit lagi sebelum Vin kehabisan napas.
Salah satu tangan Vin yang bebas terbuka, jari jemari Vin yang panjang tegang seperti sedang berusaha memanggil sesuatu secara paksa. Telekinesis yang Vin dapatkan sejak lahir tidak pernah dia asah dengan baik. Vin hanya menggunakan kekuatannya jika sangat terpaksa.
Dan hari ini adalah hari di mana Vin mungkin akan menggunakan kekuatannya lebih dari yang pernah dia lakukan. Sedangkan Vin tidak memiliki ide sama sekali. Vin hanya berusaha memanggil semua benda tajam untuk menyerang Bono.
"Lepaskan aku." kata Vin serak. Tenggorokannya kering dan Vin semakin kehilangan napas. Kepalanya pusing dan berat.
Vin sulit untuk berkonsentrasi dengan benar.
"Aku akan melepaskan mu setelah menjadi mayat. Maafkan aku, bukan aku menaruh dendam tapi aku ingin memberi Pak Tua ini sebuah pelajaran berharga jika anak yang dia buang bertahun-tahun lalu saat ini sedang menuntut balas dan menginginkan kematian paling mengerikan yang bisa dia bayangkan." balas Bono, suaranya mendesis penuh kebencian.
Rasa kebencian yang Bono pendam selama bertahun-tahun dan itu sudah cukup menjadi alasan baginya datang menyiksa ayah kandungnya sendiri.
"Bono, tolong lepaskan dia." kata Pak Tua memelas.
"Tidak akan pernah."
"Lepaskan aku!" erang Vin. Di belakang, diatas, dan di samping kanan-kiri mereka melayang segala benda, siap untuk menghajar Bono.
...
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan dalam daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya yang menulis jadi tambah semangat.
Terima kasih telah membaca dan semoga harimu menyenangkan.