Dini hari pagi ketika ayam jago sudah mulai berkokok, seorang gadis baru saja membuka matanya. Hal pertama yang dia ingat adalah tentang kematian. Ya, dia belum bisa melupakan teror yang baru saja menimpanya semalam, tentang seseorang yang sudah mempunyai niat untuk membunuhnya.
Entah jam berapa gadis itu terlelap semalam, mungkin karena terlalu lelah over thinking yang diselimuti ketakutan berhasil membawanya ke alam mimpi. Greysia bersyukur karena dia masih diberikan kesempatan untuk bisa tertidur di tengah teror yang sedang dialaminya. Tentu kebanyakan orang atau mungkin hampir seluruh orang yang mendapatkan teror seperti itu tak akan bisa tidur dengan nyenyak. Hal itu wajar karena mereka sedang dihantui oleh ketakutannya sendiri.
Greysia segera bergegas ke kamar mandi lalu bersiap-siap untuk pergi sekolah, dia akan berangkat lebih pagi hari ini. Alasannya hanya satu karena Greysia ingin segera bertemu dengan sahabatnya.
Saat ini, hanya ada satu orang yang dibutuhkan oleh Greysia untuk bisa menjadi tempatnya berkeluh kesah, di saat ayahnya sendiri pun tak percaya dengan perkataannya, maka hanya ada satu orang yang tepat untuk dijadikan sebagai tempat bersandar.
Tepat pukul 6 pagi, Greysia sudah siap berangkat ke sekolah. Tak lupa dia mengambil sebuah pisau lipat dan juga gunting di dalam lacinya, karena keadaan sedang rawan dan genting seperti ini tentu dia harus bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Apalagi di lingkungannya ini hanya dia seorang yang bersekolah ke SMA negeri 1 Rajawali, mau tak mau dia harus berangkat dan pulang sekolah seorang diri.
"Pokoknya gue enggak boleh takut, hidup gue itu ada di tangan Tuhan bukan di tangan manusia iblis itu," tekad Greysia. Sebenarnya gadis itu telah dibekali ilmu bela diri oleh ayahnya sejak kecil, hanya saja dia tak pernah mengasahnya lagi. Tapi mungkin ini akan cukup untuk hanya sekedar membela diri.
Ketika Greysia keluar dari kamarnya, dia berpapasan dengan Agung di ruang tamu sepertinya Agung baru saja kembali dari arah dapur. Agung tampak terkejut melihat putrinya yang sudah siap berangkat sekolah.
"Grey, kok kamu udah siap? Ini kan masih pagi banget, Nak?" tanya Agung.
Greysi tak langsung menjawab, dia diam karena masih merasa kesal akan sikap ayahnya semalam.
"Grey, kamu masih marah ya, sama ayah gara-gara semalam? Ayah minta maaf, Grey. Ayah nggak ada maksud buat marahin kamu," ucap Agung, agaknya dia sudah paham kalau Greysia masih kesal padanya.
"Enggak, siapa juga yang marah sama Ayah," jawab Greysia dengan wajah cemberut.
"Kamu nggak bisa bohong sama Ayah! Ayah tahu kalau kamu pasti masih kesel kan? Ya udah, Ayah minta maaf ya, kamu jangan salah paham dulu, Grey. Ayah itu cuma gak mau kalau kamu jadi anak yang enggak nurut sama ayah." Agung akhirnya minta maaf karena tak ingin melihat Greysia marah terlalu lama kepadanya.
"Emangnya kenapa sih, Yah? Kenapa aku selalu gak boleh tahu tentang ruangan itu? Emangnya ada apa di dalam sana? Padahal aku juga gak akan ngacak-ngacak ruangan itu, aku cuma mau masuk ke dalam dan ngeliat isinya aja," tukas Greysia, rasa penasarannya akan ruangan aneh itu masih sangat besar, selama dia belum berhasil membuktikan sendiri apa yang ada di dalam sana.
"Ayah kan udah pernah kasih tahu kamu, kalau ruangan itu cuma gudang. Isinya cuma barang-barang bekas aja, nggak perlu kamu ceritain kayak gitu," jawab Agung dengan santainya.
"Kalau emang cuman itu, terus kenapa aku nggak boleh masuk ke sana? Kan, Ayah sendiri yang bilang kalau isinya cuman barang-barang bekas, gak masalah dong kalau aku masuk ke sana," cecar Greysia.
Agung berpikir sejenak, kemudian dia berkata, "Oke, kalau kamu emang bersikeras mau masuk ke sana, hari Minggu nanti kita masuk ke sana dan bersih-bersih ruangan itu. Tapi inget, jangan sampe kamu nyesel kalau nanti udah liat dalamnya kayak gimana." Agung menyanggupi permintaan dari putrinya, dia ingin membuktikan bahwa di dalam ruangan itu memang tidak ada apa-apa.
"Ayah seriu? Jadi aku boleh masuk ke sana?" Greysia berbinar senang, sudah sekian lama dia ingin masuk ke ruangan itu.
"Iya, Ayah serius. Tapi kamu jangan marah lagi ya, sama ayah," pinta Agung sambil tersenyum.
Setelah kepergian istrinya tak ada lagi harta yang paling berharga bagi Agung selain Putri satu-satunya itu meski dia terkadang bersikap tegas tapi kasih sayang-nya kepada Greysia tak bisa diragukan lagi.
"Iya, Ayah, aku nggak marah lagi," jawab Greysia sambil menunjukkan senyum termanisnya.
"Nah, itu baru anak Ayah." Agung mengusap rambut Greysia dengan lembut. Sontak saja Greysia segera berhambur ke pelukan ayahnya.
Greysia tahu bahwa Ayahnya itu terkadang tegas kepadanya tapi dia juga yakin bahwa ayahnya sangat menyayangi dia.
Meskipun ayahnya itu tak percaya dengan ucapannya mengenai teror yang diceritakan oleh Greysia sebelumnya, tapi itu bukan karena Agung tak sayang kepada Greysia. Hanya saja Agung memang orang yang tidak mudah percaya pada sesuatu, sebelum dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Jadi wajar jika Agung tak mudah percaya begitu saja pada apa yang diceritakan oleh Greysia.
"Ya udah, Yah. Aku mau pergi sekolah dulu." Greysia berpamitan kepada ayahnya.
"Loh, kok kamu berangkatnya pagi banget?" tanya Agung.
"Iya, Yah. Hari ini aku ada piket kelas," jawab Greysia berbohong.
"Oh gitu, ya udah hati-hati di jalan ya. Atau kamu mau Ayah antar ke sekolah?" Agung menawarkan bantuan.
"Eggak usah, aku bisa berangkat sendiri. Lagian Ayah kan juga harus kerja," tolak Greysia.
"Iya sih. Ya udah kalau gitu, pokoknya kamu harus hati-hati di jalan ya, Sayang." Agung kembali mengingatkan.
"Siap, Ayah. Aku pergi dulu." Greysia mencium tangan ayahnya, kemudian dia berjalan keluar rumah.
Sebelum membuka pintu pagar, Greysia menarik nafas dalam-dalam seolah menguatkan hatinya dan menetapkan langkahnya, menciptakan keberanian yang timbul tenggelam dalam dirinya.
"Oke, pokoknya gue harus berani," batin Greysia, dengan langkah mantap Greysia berjalan menuju ke sekolahnya.
Sementara itu Agung segera bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya, dia mempunyai sebuah perusahaan yang cukup misterius. Nama agensinya adalah the black warlords atau panglima perang hitam. Entah apa maksudnya dari nama tersebut, yang jelas agensinya itu bergerak di bidang penyediaan jasa spy, bodyguard, dan semacamnya.
Agung cukup ditakuti oleh banyak orang yang mengenalnya, seperti seorang ajudan yang memiliki banyak anak buah. Ada beribu rahasia yang dia sembunyikan dari putrinya. Bahkan, perihal rumah pun dia sembunyikan.
Di tengah masyarakat Agung hanya dikenal sebagai warga biasa seorang ayah tunggal yang bersusah payah dan berjuang keras untuk membesarkan putrinya seorang diri pada pangkat lebih pada kekayaan berlimpah semuanya biasa saja.