Dengan sedikit rasa senang sekaligus penasaran, Greysia membuka sedikit demi sedikit kotak yang ada di depannya dengan harap-harap cemas. Ketika kotak itu sudah terbuka lebar …
Mulut Gresyia menganga lebar dengan mata terbelalak setelah melihat seluruh isi kotak yang ada di tangannya. Napas Greysia memburu, tenggorokannya seperti sedang di cekik oleh rasa takutnya sendiri, tak sampai sepuluh detik Greysia langsung melemparkan benda yang membuatnya hampir mati berdiri karena ketakutan. Isinya pun jatuh berceceran di atas mejanya.
"Siapa yang naro itu di sana? Gimana bisa dia masuk ke sekolah ini, bahkan dia juga tau di mana tempat duduk gue," kata Greysia dengan sangat ketakutan hingga seluruh tubuhnya bergetar hebat.
Siapa yang tidak akan terkejut jika mendapatkan sebuah kotak misterius yang berisi sebauh tanah merah dengan taburan bunga Kamboja di atasnya. Ya, isi dari kota yang ada di bangku Greysia adalah segenggaman tanah merah, entah itu diambil langsung dari kuburan atau hanya memakai tanah merah biasa, yang jelas tanah itu sangat mirip dengan tanah kuburan yang masih baru.
Di tambah dengan taburan bunga berwarna putih dan pink yang sangat khas berada di atas kuburan baru, tak lupa di sana juga tertancap sebuah balok kayu bertuliskan nama Greysia, seolah itu melambangkan sebuah batu nisan. Jelas sekali maksud dari orang tersebut adalah menginginkan kematiannya.
Tak ada orang yang bisa melakukan ini selain laki-laki misterius itu, karena hanya dialah orang yang selama ini selalu mengincar kematian Greysia.
Kaki gadis itu masih bergetar, air matanya meleleh karena ketakutan. Greysia sudah mencoba untuk berani menghadapi ini semua, tapi naluri manusiawinya membuat dia harus berkali-kali terlihat lemah karena menangis. Saking lemasnya, Greysia memilih untuk duduk di bangkunya.
Napas Greysia masih naik turun tak karuan, dia mencoba untuk kembali menetralisirkan rasa takutnya. Pada dasarnya Greysia adalah gadis pendiam dan pemberani, dia tangguh dan juga kuat menghadapi banyak masalah sulit, tapi masalahnya ini berurusan dengan hal yang mengancam nyawa, siapa pun tentu akan takut jika menerima hal-hal seperti itu.
Pandangan Greysia tidak bisa berhenti menelusuri sekelilingnya, untuk berjaga-jaga, siapa tau orang itu masih mengintai dan mengawasinya di sana. Tapi tiba-tiba pandangan Greysia justru tertuju pada sebuah kertas putih yang sedikit menyembul di antara tumpukan tanah merah yang berceceran di lantai.
Mata Greysia sangat waspada mengawasinya, tapi sejauh ini tak ada yang mencurigakan. Karena begitu penasaran, Gresyia jongkok untuk mengambil kertas tersebut.
"Ini kertas apa?" Gresyia bertanya-tanya dalam hatinya.
Gadis cantik bermata coklat itu membuka gulungan kertas yang ada di tangannya. Ternyata di dalam kertas itu terdapat tulisan yang berbunyi:
"You Will death in my hand!"
Tinta merah yang dibuat seperti percikan darah menambah efek ketakutan dalam diri Greysia. Namun, dia sudah tak bisa lagi menahan semua ini, Greysia bangkit sambil meremas kertas di tangannya, dia berdiri tegap dengan tatapan mata nanar penuh kebencian.
"Siapa kamu sebenarnya? Kalau kamu mau kematianku, silahkan bunuh aku sekarang. Jangan hanya menakut-nakutiku dengan teror murahan seperti ini! Bunuh aku sekarang! Tunjukkan identitas kamu, jangan jadi pengecut," Gresyia berteriak ke sembarang arah.
Namun itu hanya sebuah ruang kelas yang tidak ada orang selain dirinya di sana, tentu saja dia tak mendapatkan jawaban apapun dari semua pertanyaan. Sekeras apapun dia berteriak, hanya suara gema yang terdengar.
"Selama ini kamu telah menerorku dengan berbagai macam hal, tapi kamu tidak benar-benar membunuhku," teriak Gresyia lagi.
Namun nihil, tetap saja tak ada suara apapun, tak ada siapapun di sana, suaranya hanya hilang terbawa angin.
Tak lama kemudian dia mendengar ada suara dari arah luar, sepertinya beberapa orang temannya sudah mulai berdatangan ke kelas. Dengan segera Greysia membereskan semua kekacauan yang ada. Dia memasukkan kembali semua tanah merah yang berceceran ke dalam kotak beserta bunga dan papan yang bertuliskan namanya, Greysia akan segera membuang itu jauh-jauh. Dia tak mau teman-temannya melihat semua kekacauan ini, karena pasti dia akan dianggap tidak waras oleh mereka.
"Eh, gue ada jadwal piket pagi ini," kata salah teman sekelas Greysia yang baru saja masuk ke kelas bersama teman-temannya yang lain.
"Iya nih, kita kan satu kelompok, ayok kita bersih-bersih," sahut yang lain.
Ketika itu mereka berpapasan dengan Greysia yang hendak keluar dengan mendekap sebauh kotak di tangannya. Tak diragukan lagi, para siswi itu berhenti, mereka tertegun sambil menatap Greysia dengan pandangan aneh.
Bagaimana tidak, mata Greysia yang terlihat sembab dengan wajahnya yang merah padam karena menahan emosi dan rasa takutnya itu membuat Greysia terlihat sangat berantakan, apalagi tanpa ada sedikit pun senyuman yang tersungging di sana.
Greysia hanya menatap mereka sekilas, laku berlalu dengan cepat tanpa memperdulikannya lagi.
"Dih, itu anak kenapa?" tanya seorang siswi.
"Entahlah, makin hari dia makin aneh aja," yang lain menimpali.
"Biarin aja lah, itu kan urusan dia, gak usah terlalu repot ngurusin hidup orang."
Sekilas Greysia masih bisa mendengar semua ocehan dari teman-temannya itu, namun baginya itu semua sudah biasa.
Selama ini bukan tak ingin dia akrab dengan semua teman di kelasnya seperti dulu, bukan dianggap sebagai orang aneh seperti sekarang.
Ya, dulu Greysia adalah seorang gadis yang banyak disukai oleh semua orang terutama teman-temannya, dia punya banyak teman yang menyayanginya. Namun semua itu hilang sejak dia kehilangan ibunya satu tahun lalu, kemudian bersamaan dengan itu mental Greysia semakin ambruk karena teror demi teror yang selalu mengintainya setiap saat. Seolah orang itu benar-benar tau bahwa keadaan mental Greysia masih lemah karena baru saja kehilangan ibunya, di tambah ayahnya sendiri tak percaya akan semua perkataannya ketika dia melaporkan teror itu saat awal-awal terjadi.
Semua kejadian itu membuat Greysia berubah drastis, pribadi yang ramah, ceria, murah senyum, dan cerewet itu hilang sudah. Dia menjadi murung, pemarah, senang menyendiri, dan selalu dipenuhi kesedihan serta ketakutan.
Tiga bulan lamanya, Greysia berusaha untuk mengembalikan semua keadaan seperti semula, namun tidak bisa. Greysia benar-benar sulit menemukan jati dirinya yang dulu, apalagi teror demi teror yang semakin gencar mengincarnya. Mental Greysia timbul tenggelam, meski sekarang dia sudah jauh lebih kuat dan lebih berani menghadapi semua itu dengan caranya sendiri. Ya, Greysia sejatinya adalah gadis yang kuat dan pemberani, jika tidak maka tidak akan mungkin dia bisa bertahan sejauh ini seorang diri.
Sekarang Greysia telah menjadi orang yang sulit bersosialisasi dan teman-temannya pun sudah terlanjur mencap dia sebagai orang aneh, bahkan ada yang pernah mengatakan bahwa Greysia sudah tidak waras karena terlalu sering menyendiri. Sudah terlalu jauh untuk mengembalikan keadaan, maka Greysia memilih untuk tetap melanjutkan hidupnya yang sekarang, dia tak lagi peduli dengan semua pandangan orang terhadapnya.
Setelah keluar dari kelas, Greysia pergi ke taman belakang sekolah, di sana pemandangannya indah namun selalu sepi dan hening, tak terlalu banyak anak-anak yang datang ke sana.