Tiga bulan lamanya, Greysia berusaha untuk mengembalikan semua keadaan seperti semula, namun tidak bisa. Greysia benar-benar sulit menemukan jati dirinya yang dulu, apalagi teror demi teror yang semakin gencar mengincarnya. Mental Greysia timbul tenggelam, meski sekarang dia sudah jauh lebih kuat dan lebih berani menghadapi semua itu dengan caranya sendiri. Ya, Greysia sejatinya adalah gadis yang kuat dan pemberani, jika tidak maka tidak akan mungkin dia bisa bertahan sejauh ini seorang diri.
Sekarang Greysia telah menjadi orang yang sulit bersosialisasi dan teman-temannya pun sudah terlanjur mencap dia sebagai orang aneh, bahkan ada yang pernah mengatakan bahwa Greysia sudah tidak waras karena terlalu sering menyendiri. Sudah terlalu jauh untuk mengembalikan keadaan, maka Greysia memilih untuk tetap melanjutkan hidupnya yang sekarang, dia tak lagi peduli dengan semua pandangan orang terhadapnya.
Setelah keluar dari kelas, Greysia pergi ke taman belakang sekolah, di sana pemandangannya indah namun selalu sepi dan hening, tak terlalu banyak anak-anak yang datang ke sana.
Gadis itu bermaksud ingin menelpon sahabatnya, Kevin. Ya, Greysia bersyukur karena masih ada orang baik yang mengerti akan kondisinya, masih ada teman untuknya berbagi, hanya Kevin lah satu-satunya orang yang masih mau dekat dengannya dan hanya Kevin pulalah orang yang selalu percaya pada semua ceritanya.
Padahal Kevin adalah anak baru, dia datang saat Greysia berada di titik terendah hidupnya, saat semua orang menjauh darinya, tapi Kevin datang sebagai anak baru dan malah mengulurkan tangannya untuk Greysia. Entah ini hanya sebuah kebetulan atau memang Kevin ditakdirkan untuk menjadi malaikat penolong bagi Greysia.
Dengan segera dia mengambil handphone di dalam sakitnya, lalu menghubungi Kevin.
Tut … Tut … Tut
Lama sekali Greysia menunggu, tak ada jawaban.
"Kevin ke mana? Kenapa dia tidak mengangkat teleponku?" Greysia bertanya-tanya dalam hatinya.
Dia mencoba menelpon sekali lagi.
"Hallo," sapa seorang laki-laki yang suaranya sudah sangat tidak asing lagi dengan suaranya.
"Kevin," panggil Greysia.
"Iya, Grey. Ada apa kamu menelpon pagi-pagi?" tanya Kevin dari sebrang telepon.
"Pagi? Aku rasa ini sudah tidak bisa disebut pagi, matahari saja sudah berada setinggi galah," bantah Greysia.
"Benarkah?" Kevin segera mengintip di balik tirai, ternyata matahari memang sudah sangat terang hingga cahanya menyusup lewat celah gorden, Kevin segera menutupnya kembali. Bukannya segera bergegas bangun, Kevin malah melanjutkan tidurnya.
"Iya, jangan katakan kalau kamu sekarang masih berada di kamar dan baru bangun tidur?" tebak Greysia, dari nada bicara Kevin, dia bisa tau kalau laki-laki itu masih berada di peraduannya.
"Seperti biasa, kamu selalu bisa menebak dengan benar apa yang sedang aku lakukan," Kevin terkekeh.
"Cepatlah bangun, sebentar lagi gerbang akan di tutup. Nanti kamu akan dihukum jika terlambat."
Kevin malah menggeliat malas sampai suara erangan nikmatnya terdengar ke telinga Greysia dan berhasil membuat gadis itu geleng-geleng kepala karena tak habis pikir.
"Aku tak akan pergi ke sekolah hari ini," jawab Kevin dengan santainya.
"Apa? Kenapa kamu tidak sekolah hari ini? Ayolah, jangan terlalu malas, kamu tidak bisa seperti ini terus. Sekolah seenaknya, libur sesukanya," Greysia mengomel seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya karena membandel.
Greysia hanya bisa seperti ini kepada Kevin, dia bisa berekspresi semuanya, dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus merasa canggung. Itu semua karena selama ini Kevin selalu memberikan ruang untuknya, Kevin selalu menjadi pendengar setia jika Greysia Sedang bercerita, apapun yang Greysia katakan Kevin selalu percaya.
Selain itu, Kevin adalah orang yang paling bisa memahami keadaan Gresyia, itu sebabnya Greysia begitu nyaman bersama Kevin, dia seperti kembali pada jati dirinya yang dulu.
Mungkin Greysia sebenarnya bisa kembali ramah dan berteman dengan siapa pun seperti dulu, asalkan mereka juga bisa seperti Kevin yang telah percaya sepenuhnya kepadanya dan bisa membuat dia merasa nyaman untuk berekspresi.
Maka dari itu, terkadang Kevin hanya tersenyum tipis saat ada teman-temannya yang mengatakan hal buruk tentang Greysia karena Kevin tau bahwa sebenarnya Greysia itu bukan gadis yang seperti mereka bilang.
"Hey, jangan dulu berpikiran negatif seperti itu. Aku tidak pergi ke sekolah hari ini bukan karena aku malas, tapi karena aku sedang sakit," jelas Kevin.
"Apa? Kamu sakit? Sejak kapan kamu sakit?" tanya Greysia penuh kekhawatiran.
"Kamu tau, kemarin aku bertemu dengan preman jalanan, lalu mereka memukulku secara bersamaan, aku dikeroyok hingga babak belur, dan sekarang luka lebamku masih sangat terasa sakit, wajahku membengkak. Jadi sepertinya untuk beberapa hari aku tidak akan pergi ke sekolah dulu," terang Kevin dengan suara yan g dibuat memelas.
Greysia sangat terkejut mendengarnya, dia tak menyangka sedikit pun kalau ternyata saat ini Kevin sedang sakit, apalagi Kevin mengatakan kalau dia dipukuli oleh preman, itu membuat Greysia merasa sangat khawatir. Jika tidak ada Kevin, pada siapa lagi dia harus bercerita.
"Lalu Bagaimana keadaanmu sekarang, Vin?" tanya Greysia.
"Wajahku masih penuh lebam, Grey. Aku malu jika pergi ke sekolah," jawab Kevin.
"Oke, kalau begitu istirahatlah saja dulu sampai lukamu sembuh. Lain kali, kamu harus belajar bela diri. Aku pun akan mengasahnya lagi agar aku bisa melindungi diriku sendiri," ujar Greysia.
"Iya kamu harus bisa bela diri supaya aku tak perlu melindungimu selamanya,"
"Jangankan melindungiku, melindungi dirimu sendiri saja tidak bisa," tukas Greysia.
Kevin malah tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Jadi mau apa kamu meneleponku?" tanyanya.
"Tadinya aku ingin menceritakan sesuatu, tapi karena kamu tidak sekolah dan sekarang kamu juga sedang sakit, aku tidak jadi menceritakannya sekarang, nanti saja," jelas Greysia.
"Kamu mau cerita tentang apa? Pasti tentang orang misterius itu lagi, kan?" Kevin seperti sudah mengetahui arah pembicaraan Greysia. Selama ini yang Greysia ceritakan kepadanya selalu tentang teror, orang misterius, ruangan aneh di rumahnya, hanya itu dan itu saja. Mungkin jika orang lain akan sangat bosan mendengarnya, tapi tidak untuk Kevin, dia merasa senang ketika mendengarkan Greysia bercerita terlepas dari apapun yang diceritakannya.
"Iya bener, aku mau cerita soal itu," Greysia membenarkan.
"Kenapa lagi? Apa dia menerormu lagi? Lalu kali ini apa yang telah dilakukannya? Apa kamu baik-baik saja, Grey?" sekarang giliran Kevin yang mencemaskan keadaan Greysia.
Kevin sudah tau tentang ini cukup lama, tepatnya ketika dia dan Greysia sudah menjalin hubungan persahabatan. Kevin sering mempunyai pemikiran bahwa dia ingin melaporkan semua ini kepada yang berwajib, tapi Greysia selalu melarangnya. Setelah Kevin pikirkan lagi, keputusan Greysia ada benarnya. Gadis itu tak punya bukti kuat, apalagi orang-orang sekitarnya selalu memandangnya sebelah mata.
Kevin sendiri tak bisa membantu banyak karena setiap kali Greysia di serang oleh orang itu, Greysia selalu dalam keadaan seorang diri. Sulit untuk Kevin menolongnya cepat waktu, lagipula kebanyakan teror itu dilakukan secara diam-diam, seolah orang itu benar-benar tau segala hal tentang Greysia.