Chereads / The Misterious Man / Chapter 6 - 6. Menginginkan Kematian

Chapter 6 - 6. Menginginkan Kematian

Seorang gadis dengan piyama sedang berjalan mondar mandir di dalam kamarnya sambil memainkan handphone. Pikirannya di penuhi dengan berbagai macam dugaan. Ada dua hal yang menggangu pikirannya saat itu.

Pertama tentu saja Greysia memikirkan tentang orang yang hampir membunuhnya tadi. Semua hal tentang teror yang dia alami masih menjadi teka teki besar.

"Aku yakin kalau semua teror ini saling berkaitan satu sama lain. Tapi apa yang salahku sampe ada orang yang menerorku seperti ini?" tanya Greysia pada dirinya sendiri.

"Terus siapa pula laki-laki yang tadi menyelamatkanku dari orang itu?" gumam gadis itu lagi.

Sekeras apa pun dia memeras otaknya untuk berpikir, namun hasilnya tetap nihil. Tak ada satu pun jawaban yang bisa dia temukan.

Kemudian Gresyia mengambil sebuah buku catatan untuk membuat semacam grafik.

"Ini aku, di sini orang yang sering menerorku, dan ini orang yang tadi telah menyelamatkan nyawaku," gumam Greysia.

Tak lupa dia juga menuliskan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi sebuah latar belakang dari semua peneroran ini.

"Apa ya alasan orang itu pengen celakain aku? Apa aku pernah berbuat salah kepada seseorang?" tanya Greysia lagi.

Ketika Greysia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri sambil membuat coretan-coretan kecil di bukunya, tiba-tiba saja handphone-nya berdering.

"Ini siapa lagi? Kenapa nomornya di private? Padahal aku baru saja mengganti nomor teleponku 3 hari yang lalu," tanya Greysia kepada dirinya sendiri.

Karena takut gadis itu tidak mengangkat telpon dari orang tak di kenal itu, membiarkannya begitu saja sampai berhenti dengan sendirinya. Namun beberapa saya kemudian nomor tak dikenal itu menelpon lagi.

"Ini siapa ya? Apa mungkin ini telpon penting, tapi kenapa harus diprivate. Atau jangan-jangan orang itu." hati Greysia berdebar-debar tak karuan sambil menatap layar handphonenya dengan ketakutan.

"Angkat atau jangan? Bagaimana kalau orang ini benar-benar laki-laki yang sering menerorku itu?" tanya Greysia. Membayangkannya saja sudah membuat Greysia bergidik ngeri.

Hingga telponnya berhenti berdering, Greysia masih tetap tidak berani untuk mengangkatnya. Kemudian ada sebuah notifikasi pesan masuk yang bisa dia lihat dilayar handphonenya.

Nomor Tak Dikenal :

"Angkat telpon ini sekarang jika kamu masih ingin hidup!"

Mata Greysia terbelalak, napasnya terasa tercekat di tenggorokan, bahkan dia sampai melemparkan handphone tersebut ke atas tempat tidur karena ketakutan.

"Tuh kan benar dugaanku, itu pasti telpon dari dia. Tapi bagaimana bisa dia mendapatkan nomor teleponku lagi. Aku sudah 3 kali berganti nomor telpon, tapi orang itu selalu bisa menemukan nomornya.

Napas Greysia semakin naik turun tak beraturan dengan ritme jantung yang semakin berpacu dengan cepat begitu nomor tak dikenal itu menelponnya lagi.

Dengan tangan bergetar hebat dia mengambil handphonenya, menarik napas panjang untuk mengumpulkan keberanian yang cukup agar dia bisa mengangkatnya.

Ibu jari Greysia sudah tepat berada di atas tombol hijau, sekali sentuhan maka telpon tersebut akan terjawab.

"Angkat atau enggak?" Greysia masih sangat ragu karena dia diserang rasa takut. Belum habis ketakutannya tentang kejadian tadi, sekarang ditambah lagi dengan teror telpon ini. Jika begini terus siapa pun akan mengalami depresi.

"Aku coba angkat aja deh, gimana kalau nanti dia bener-bener serius sama ancamannya."

Greysia sudah memutuskan untuk menjawab telpon itu, perlahan gadis itu menggerakkan ibu jarinya hingga menyentuh tombol hijau di layar handphone sambil memejamkan mata dan meletakkan handphone di samping telinganya.

"Akhirnya kamu mengangkat telpon dariku. Baguslah, aku jadi tidak perlu membunuhmu cepat-cepat," kata suara di sebrang telpon.

Greysia sama sekali tidak bisa mengenali suara tersebut karena orang itu memakai fitur pengubah suara sehingga suara yang Greysia dengar di sini sangat sulit untuk dikenali.

"Siapa kamu sebenernya? Kenapa kamu terus neror aku?" Greysia memberanikan diri untuk bertanya, dia berusaha menekan perasaan takutnya. Meski dengan tangan bergetar dan jantung yang berdegup hebat, dia masih mencoba untuk menghadapinya.

"Sudah sering kukatakan kepadamu, kalau kau tidak perlu tau siapa aku. Hanya ada satu hal yang ingin aku katakan kepadamu, sebaiknya kamu menikmati setiap detik dalam hidupmu, karena tak lama lagi aku akan merenggutnya. Hahahaha," gelak tawa kemenangan menggema di telpon. Orang itu sepertinya begitu puas telah mengatakan hal itu kepada gadis itu.

Greysia hanya bisa menutup mulut yang menganga sempurna dengan tangannya, ancam yang diucapkan oleb orang itu membuat Gresyia semakin takut, tenggorokannya terasa tercekik hingga dia tidak tau harus bagaimana lagi.

"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu selalu mengganggu hidupku? Apa yang kamu inginkan dariku? Aku mohon berhenti menerorku seperti!" seru Greysia, nadanya bergetar menahan marah, sedih, dan takut secara bersamaan. Bahkan, buliran air bening di pelupuk matanya sudah meleleh.

"Kematianmu dan kehancuran keluargamu, itu yang aku inginkan. Tak ada yang lain, sisa hidupku telah aku dedikasikan untuk itu. Jangan banyak bicara karena aku tak akan mendengarkanmu,"

Tut … Tut … Tut

Telponnya terputus begitu saja.

"Hallo … hallo, hallo?"

Tak ada jawaban lagi karena memang telponnya sudah tidak tersambung lagi. Seketika Greysia jatuh terduduk di lantai sambil menggenggam erat handphonenya.

"Kenapa Tuhan? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini," rintih Gresyia.

Apa yang telah dikatakan oleh orang tersebut masih terngiang-ngiang di telinganya, tak ada orang yang akan baik-baik saja setelah di teror seperti itu. Begitu pun dengan Greysia, entah kesalahan apa yang telah diperbuatnya sampai dia harus menerima teror seperti ini.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku mulai menghitung setiap waktu yang kujalani ini dengan air mata? Entah esok atau bahkan malam ini, aku mungkin sudah tak lagi hidup. Apa aku akan benar-benar menyerah dan pasrah begitu saja ketika ada orang yang secara terang-terangan menginginkan kematianku?" Gresyia berkata dengan sangat lirih sambil menjambak rambutnya sendiri.

Bukan tak ingin dia melaporkan tentang ini kepada polisi, hanya saja Gresyia takut kalau tidak akan ada yang mempercayai dirinya karena dia tak punya bukti yang kuat. Jika ayahnya sendiri saja tidak bisa mempercayainya, lalu bagaimana mungkin orang lain akan percaya kepadanya?

Begitulah yang gadis itu pikirkan selama ini, ketika pertama kali dia menerima teror ini, Greysia langsung memberitahu ayahnya tapi justru Agung tidak mempercayainya. Bukan satu kali, bahkan yang kedua dan ketiga kalinya pun masih tetap sama. Bahkan Agung justru malah memarahi Greysia karena terlalu banyak berimajinasi katanya. Sejak saat itu Greysia tidak pernah berani lagi untuk mengatakan apa pun kepada siapa pun.

Malam itu terasa merangkak begitu lama, seseorang yang sudah tau kapan ajalnya akan tiba, tentu dia tak akan mampu duduk dengan tenang. Bahkan untuk memejamkan mata pun Greysia tidak bisa. Kejadian itu terbayang begitu jelas di benaknya dan juga kata-kata dari orang misterius tadi terus saja terngiang di telinganya, membuat Greysia sama sekali tidak bisa tidur