Chereads / The Misterious Man / Chapter 4 - 4. Suara Aneh

Chapter 4 - 4. Suara Aneh

Greysia Putri adalah seorang gadis kelas 3 SMA yang baru berusia 17 tahun. Selama ini hidupnya memang tidak selalu berjalan mulus, dia hanyalah anak yang berasal dari keluarga menegah ke atas dan sudah tidak memiliki seorang Ibu.

Ibunya itu meninggal ketika dia berusia 12 tahun akibat terjatuh dari tangga, kini dia hanya tinggal berdua dengan sang ayah yang amat di sayanginya. Mesku begitu hidup Greysia selalu tenang dan bahagia, dia tidak pernah merasa kekurangan apa pun terutama kasih sayang, karena ayahnya begitu menyayangi Greysia.

Namun, akhir-akhir ini semuanya berbeda, tepatnya semenjak Greysia sudah berusia 17 tahun, dia mulai mengalami kejadian-kejadian yang di luar nalar. Tak jarang dia mendapatkan teror lewat telpon, SMS, atau akun social media lainnya. Bahkan, Greysia pun pernah mendapatakan sebuah paket yang berdiri tanah merah dari kuburan dengan taburan bunga kamboja. Seolah yang melakukannya itu adalah orang yang sudah tahu banyak hal tentang dirinya. Gadis itu sempat berpikir bahwa selama ini ada orang yang memata-matainya.

Dan malam ini, orang itu justru secara terang-terangan ingin membunuhnya. Untung saja Greysia adalah wanita cukup punya nyali karena masih bisa melakukan aktivitas di luar rumah seperti biasanya, dia juga sama sekali tidak pernah menceritakan semua yang dia alami pada sang Ayah. Greysia bertekad akan mengungkap semuanya sendiri dengan meminta bantuan dari sahabatnya.

Greysia masuk ke dalam rumah dengan sedikit tergesa, dia sudah menggigil kedinginan sejak tadi. Ketika masuk ke dalam, rumahnya yang lumayan besar itu begitu hening seperti tak berpenghuni.

"Ayah …!" panggil Grey. Tapi takk kunjung ada jawaban dari sang Ayah. Greysia pikir mungkin ayahnya sudah tidur di kamar.

Kemudian dia segera masuk ke dalam kamar, maksud hati ingin segera mengguyur badan dengan air hangat, namun ternyata kran di kamar mandinya mati. Jangankan air hangat, air dingin pun tidak ada.

"Ah, astaga. Gimana gue mandinya," gerutu Greysia dari dalam kamar mandi, dia masih berusaha memutar-mutar kran, tapi hasilnya nihil. Mungkin karena hujan deras saluran air yang menuju kamar mandinya menjadi tersumbat. Sialnya, dia pun lupa mengisi bak mandi sebelum berangkat siang tadi.

"Kalau kayak gini caranya terpaksa deh gue harus mandi di kamar mandi belakang," keluh Greysia. Dia segera keluar dengan membawa handuk dan peralatan mandinya yang lain.

Di rumah itu ada dua kamar mandi, satu di kamar Greysia dan satu lagi berada di dekat dapur. Greysia hamper tidak pernah mandi kamar mandi belakang, dia lebih senang menggunakan kamar mandiinya sendiri. Jadi kamar mandi itu hanya di gunakan oleh ayahnya saja dan biasanya bak kamar mandi belakang selalu penuh setiap saat.

Greysia berjalan gontai menuju ke kamar mandi. Rumah Greysia itu ibarat sebuah leter L, beberapa meter dari dapur dan kamar mandi ada sebuah ruangan yang terpisah. Dia sempat menatap sekilas sebuah pintu kayu dari ruangan yang selalu terkunci. Terkadang Greysia begitu penasaran apa saja isi di dalam ruangan itu, dia sempat berkali-kali menanyakan kepada ayahnya tentang itu, jawaban sang ayah selalu sama bahwa ruangan itu hanyalah sebuah gudang.

Tapi setiap kali Greysia meminta izin untuk masuk kedalamnya dan membersihkan ruangan tersebut, tapi ayahnya selalu melarang degan alas an di dalam sana banyak barang-barang yang tidak boleh dia sentuh.

Persetan dengan ruangan itu, Greysia buru-buru melanjutkan langkahnya karena dia sudah tidak tahan kedinginan dan ingin segera membersihkan diri.

Ketika Greysia hendak membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba saja dia mendengar ada suara orang menangis. Saat itu hujan sudah mulai reda, hanya rintik-rintiknya saja yang terdengar, maka dari itu suara sekecil apa pun bisa terdengar meski samar-samar.

Greysia mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi, jiwa penasarannya begitu menggebu-gebu mendorongnya untuk mengikuti sumber suara. Greysia harus memasang telinga tajam-tajam agar dia bisa mendengar suraya yang begitu sayup-sayup itu, terkadang suara tersebut hilang di telan suara rintik hujan.

Tapi Greysia yakin kalau telinganya masih berfuingsi dengan sempurna, apa yang dia dengar barusann memang sungguhan.

"Gue rasa, suaranya itu dari gudang itu deh," kata Greysia.

Dia mebenarkan letak rambutnya yang basah agar tidak menghalangi telinga. Lalu Greysia berjalan selangkah demi selangkah secara perlahan menuju arah suara itu. Dia sangat yakin bahwa suara orang menangis itu memang berasal dari dalam gudang yang selalu di kunci.

Semakin dekat, suara itu semakin jelas terdengar. Menurut pendengaran Greysia itu adalah suara seorang wanita.

"Ini suara siapa ya? Suara manuisa apa bukan? Atau jangan-jangan suara kuntilanak lagi," kata Greysia dalam hati. Kini bulu kunduknya sudah berdiri meremang.

Greysia berdiri cukup lama di depan pintu itu, dia sampai menempelkan daun telinganya di pimtu hanya agar bisa mendengar lebih jelas lagi. Tetapi, ada sesuatu yang aneh kali ini, di pintu tersebut ada kunci yang menyantel sepertinya ayahnya baru saja ke luar dari dalam sana dan lupa membawa kuncinya. Ini sungguh tidak biasa.

"Tumben kuncinya ada di sini. Kayaknya Ayah kelupaan deh. Ini bisa jadi kesempatan yang bagus buat gue masuk dan liat ada apa di dalem sini, sekalian memastikan suara tadi," pikir Greysia.

Namun sayangnya suara itu tiba-tiba saja berhenti.

"Ih, kok suaranya berenti sih. Gue yakin banget kalau asal suaranya dari dalem sini," ujar Greysia pelan.

Jantung Greysia berpacu lebih cepat dari sebelumnya, bagaimana pun dia masih memiliki rasa takut pada makhluk tak kasat mata. Saking takutnya dia sampai menelan ludah berkali-kali.

Tiba-tiba suara yang sempat berhenti itu terdengar lagi, kali ini sedikit lebih jelas. Tak salah lagi itu memang suara perempuan menangis. Greysia sebenarnya tidak terlalu percaya pada makhluk bernama hantu karena dia belum pernah melihat wujudnya secara langsung. Tetapi jika pun itu suara manusia, siapa orang ada di dalam sana? Setahu Greysia gudang itu jarang sekali di buka, dia sendiri pun belum pernah masuk ke dalam sana. Jadi, itu terasa sangat mustahil.

Greysia memangdang sekelilingnya, khawatir kalau tiba-tiba ada makhluk yang menerkamnya dari belakang. Lagi pun rumah Greysia memang terasa sedikit mencekam dari rumah pada umumnya, karena rumah itu hanya di isi oleh dia dan ayahnya, apalagi ibunya juga meninggal di sana.

"Dari pada gue mati penasaran, lebih baik gue masuk dan liat sendiri ada apa di dalem," kata Greysia lagi.

Gadis itu menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan untuk meyakinkan hatinya bahwa tidak aka nada apa-apa di dalam. Perlahan, Greysia menyentuh kunci yang menyantel di pintu dia akan memutarnya sedikit sambil menahan napas, tangannya sedikit bergetar karena ritme jantungnya yang berdegup semakin kencang. Tiba-tiba …