Chereads / Penculik yang memikat / Chapter 29 - TITIK TERLEMAH

Chapter 29 - TITIK TERLEMAH

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa hari sudah mulai pagi, waktunya untuk menjalankan aktifitas seperti biasa. Rawnie kini telah siap dengan kemeja kerjanya. Ia mengingat jika hari ini adalah pengesahan tanda kontrak kerjanya di salah satu toko butik yang akan diiklankan olehnya.

Ia pergi membawa mobilnya sendiri. Biasanya dia sering memiliki kontrak kerja bersama Bora, tapi tidak hari ini. Sejujurnya Rawnie lebih senang jika bisa bekerja satu tempat dengan Bora. Tapi bagaimanapun juga kita tidak bisa menolak rezeki, meskipun tidak suka harus tetap dijalani sendiri.

Rawnie sangat terburu-buru hari ini. Ia bangun terlambat lagi, sepertinya karena semalam ia tidur terlalu malam. Mau bagaimana lagi semalam dia harus menunggu di bar hingga dini hari. Seharusnya memang tidak lama, namun karena hujan deras yang tiba-tiba mengguyur kota membuatnya terpaksa untuk singgah di bar sementara. Rawnie memang membawa mobil dia tidak mungkin kehujanan, tapi dia tidak suka jika berkendara ketika hujan. Akan lebih baik menunggu rintik hujan yang nantinya kian pergi.

Sampai ditempat dimana dia bekerja, Rawnie berlari menuju ruangan yang sudah diberitahu sebelumnya. Ia melirik jam tangannya seraya berlari, waktu menunjukkan pukul 08.05 itu artinya dia telah terlambat selama lima menit.

Didepan ruangan itu Rawnie sempat merapikan pakaian terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk ke dalam.

"Permisi," Rawnie mengetuk pintu terlebih dahulu karena sudah ada beberapa orang yang berada di sana.

Beberapa pasang mata menatap dirinya membuat Rawnie merasa ada sesuatu yang mengganjal. Tetapi yang saat ini Rawnie lihat adalah sang pemilik perusahaan yang sedang duduk di depan sana, dia menatap lurus dirinya sebelum akhirnya berjalan mendekat ke arahnya.

"Saya mohon maaf Pak sebelumnya karena terlambat data-"

"Tidak perlu meminta maaf," pria itu menjeda ucapan Rawnie.

Rawnie seketika merasa lega setelah mendengar perkataan pria itu. Namun, beberapa detik kemudian pria itu kembali berkata, "seharusnya kau tidak perlu repot-repot datang ke sini."

Kali ini Rawnie memang tidak paham dengan maksud ucapan pria itu barusan.

"Apa kau tidak mengecek ponselmu?" tanya nya kembali berucap.

Ya, karena terburu-buru gadis itu tak sempat membuka apalagi mengecek isi ponselnya.

Rawnie langsung merogoh saku nya kemudian membuka ponsel miliknya. Benar saja banyak sekali panggilan masuk serta pesan untuk dirinya. Ini semua akibat dia yang memang men-silent ponselnya sehingga tidak dapat mendengar notifikasi yang masuk.

Matanya terbelalak setalah membaca pesan dari Bora. Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Apakah ia tidak salah membacanya. Rawnie sangat tertampar saat itu juga.

"Maaf nona Rawnie perusahaan saya ini tidak menerima seorang model cantik, namun berhati kejam seperti anda. Jadi lebih baik kau pergi dari tempat ini sekarang sebelum saya yang akan memaksa anda keluar dari tempat ini."

Gadis itu tidak bisa membalas cacian yang diungkapkan seseorang didepannya. Tidak seperti biasanya, dirinya berani membela diri jika memang itu sebuah kebenaran. Untuk kali ini dia tidak bisa melakukannya, apa yang dikatakan olehnya itu memang sebuah kebenaran. Semua kebusukannya kali ini akhirnya terbongkar juga.

Rawnie memundurkan beberapa langkah ke belakang. Pandangannya tunduk ke bawah tidak siap melihat tatapan orang-orang kepadanya. Setelah berbalik ia segera berlari meninggalkan tempat itu. Rawnie benar-benar merasa malu saat itu juga. Haruskah ia menangis terus terang saat itu juga. Sungguh ini begitu menyesakkan dadanya ketika harus menahan isak tangis yang ingin keluar.

Masuk ke dalam mobil kemudian ia membanting setir. Tidak tahu arah kemana Rawnie akan pergi sekarang. Dia belum siap menerima kenyataan ini. Untuk sementara ia akan mencari tempat lain, terlalu takut dirinya untuk bertemu dengan orang lain saat ini.

***

"Harsya! Dimana Rawnie berada sekarang?" Bora menyelonong masuk ke dalam mansion.

Harsya yang mendengar teriakkan suara milik Bora segera mematikan kompor dan menghampiri gadis itu.

"Ada apa, Bora? Kau terlihat begitu panik."

"Rawnie ada dimana?" Bora bertanya dengan keadaan cemas.

"Dia sedang ada meeting pagi ini, ada apa kenapa kau begitu panik, Bira."

"Astaga mereka pasti akan mempermalukan Rawnie." Ia duduk dengan pikiran yang acak-acakan.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada Rawnie?" sungguh Harsya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia menjadi ikut cemas melihat Bora sekarang.

"Apa kau tidak melihat ponselmu juga?" tanya Bora dan Harsya pun mengangguk.

Bora menghembuskan nafasnya kasar. "Seseorang telah mengetahui identitas Rawnie yang sebenarnya dan berita itu sudah tersebar dimana-mana."

"Maksud kamu tentang penculikan yang dia lakukan?" Bora mengangguk lemah.

"Apa?" Seseorang ternyata tengah menguping pembicaraan mereka berdua.

"Ansel," ucap mereka berdua berbarengan.

"Bora bisakah kau menghubungi dia? Aku yakin Rawnie sangat membutuhkan kita untuk saat ini."

"Ponsel nya sudah tidak aktif. Aku sudah meneleponnya berkali-kali," ungkap Rawnie yang bingung harus bagaimana. Dia merasa gagal menjadi teman terdekatnya Rawnie. Disaat kacau seperti ini seharusnya ia bisa menemani gadis itu dan tentunya memeluknya untuk menyalurkan kekuatan.

Ansel tampak sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu. Meskipun ia juga korban dari penculikan tersebut, tapi sungguh ia sudah tidak mempermasalahkannya sekarang. Ia sudah mengetahui banyak hal tentang alasan Rawnie mendirikan club malam itu. Beberapa waktu yang lalu Ansel mendengarkan perbincangan antara Rawnie dan Harsya. Dari perbincangan itu dia mengetahui jika dana yang dihasilkan dari bar itu ia gunakan untuk membantu para orang-orang susah terutama mereka yang tinggal di panti asuhan.

Ansel tahu niat baik Rawnie, tapi sepertinya gadis itu salah dalam melaksanakan tugasnya dalam membantu mereka semua. Sekarang bukan hanya kehilangan dananya tetapi karier nya mungkin akan meredup.

"Aku akan pergi mencari dia. Aku takut hal buruk akan menimpanya."

"Harsya, bisakah kau mengambil kunci motor milik Rawnie. Aku akan meminjamnya sebentar untuk mencari keberadaannya."

"Ansel, kau bisa menggunakan mobilku. Kita akan mencarinya bersama-sama," tawar Bora, namun ditolak oleh Ansel.

"Tidak Bora aku akan menggunakan motor saja. Itu jauh lebih cepat daripada mengendarai mobil. Jika kau ingin mencarinya sebaiknya kita berpencar, kau bisa pergi bersama dengan Harsya."

Harsya setuju untuk ikut mencari Rawnie, tapi ia tidak seharusnya membiarkan Ansel juga ikut tindak dalam hal ini. Lelaki itu baru saja sembuh dari sakitnya.

"Ansel kurasa kau tidak perlu untuk ikut mencarinya, lihatlah kondisi mu sekarang. Kau baru saja mengalami kecelakaan aku tidak ingin jika hal itu kembali terulang."

"Benar Ansel, biar aku dan Harsya saja yang akan mencarinya. Kau bisa menunggu kami disini."

Ansel bersikeras menolak perkataan mereka. Dia tidak mungkin bisa untuk diam saja seperti ini. Selama ini juga Rawnie ada ketika dia membutuhkan bantuannya.

"Tidak! Aku akan tetap mencari dirinya. Berikan kunci itu kepadaku Harsya. Kumohon, kau juga pasti mengkhawatirkan Rawnie bukan?"

Harsya akhirnya memberikan kunci itu kepada Ansel. "Pergilah dan hati-hati saat berkendara. Kau tidak perlu mengebut saat mengendarainya."

"Kalian tidak perlu khawatir aku akan membawanya dengan hati-hati."

"Aku pergi duluan." Ansel segera keluar saat itu juga di ikuti pula oleh Harsya serta Bora.

Kumohon jangan lakukan hal bodoh untuk saat ini, Rawnie.