Matahari sudah mulai memunculkan cahayanya. Pagi ini mentari terlihat lebih cerah, seolah memberikan semangat kepada makhluk di bumi untuk menjalani pagi. Udara perkotaan masih terasa sejuk jika dihirup pagi hari seperti ini. Jalanan masih terlihat normal, belum banyak kendaraan yang berlintasan di jalan, namun besar kemungkinan jika sebentar lagi jalanan tersebut menjadi padat pengendara dan menggantikan kesejukan menjadi polisi udara.
Berbeda dengan Ansel yang mengawali pagi harinya tanpa memiliki rasa semangat pada dirinya. Melalui celah kecil ruangan Ansel bisa melihat secercah cahaya pagi ini. Kepalanya begitu terasa cengang serta pening, tubuhnya juga merasakan nyeri sendi akibat posisi tidurnya yang salah. Ingin rasanya ia berdiri namun tak bisa, kakinya masih terikat begitu juga dengan tangannya. Sungguh sekarang ia merasa seperti orang yang sedang lumpuh. Semalam Ansel kira dirinya bisa tidur dengan nyenyak tapi ternyata sama sekali tidak. Ia sempat bangun beberapa kali karena merasa kedinginan dan kadang juga karena gigitan nyamuk yang berada di sekeliling nya.
Beberapa waktu kemudian seseorang pria bertubuh kekar itu masuk ke dalam ruangan Ansel. Dia merupakan salah satu orang yang sama dengan kemarin. Ia membawakan beberapa makanan serta minuman untuk dirinya.
"Buka mulutmu, aku tau kau lapar." Pria itu memberikan sesuap makanan pada sendok yang dipegangnya.
Ansel tidak bisa berpikir lebih dari ini. Wanita itu memang sengaja mengawasi dirinya dengan ketat. Bahkan untuk makan saja, dia tidak dibiarkan untuk melakukannya sendiri.
Sebenarnya Ansel tidak mau disuapi dengan kasar seperti ini. Tapi dia menyayangi perutnya. Ansel tidak yakin bisa bertahan lebih lama tanpa adanya pasokan makanan di dalam perutnya. Sekarang saja tenaganya sudah begitu lemah.
Pria itu meliriknya, mungkin saja Ansel terlihat menjijikan dihadapannya. Cara makanya yang berlebihan mungkin itu alasannya. Ansel tidak mempedulikan hal itu, dia tetap asik memakannya. Nyatanya juga dia sangat kelaparan karena tidak makan selama beberapa waktu.
Ansel sempat bersendawa, setelah itu ia mengatakan sesuatu kepada pria itu, "tolong berikan aku minum." Pria itu menurut, memberikan sebotol air mineral yang sudah diberi sedotan agar memudahkan dirinya untuk minum. Merasakan perutnya kenyang perlahan tenaganya mulai terasa kembali.
"Cara makan mu persis sekali seperti orang jalanan," sindir wanita itu.
Tiba-tiba wanita bertopeng itu kembali menghampirinya. Ansel sangat tidak suka melihat kehadiran wanita itu.
Anak buahnya itu pergi meninggalkannya ketika wanita itu memberikan kode melalui pandangan mereka.
"Bagaimana? Apa kau sudah siap dengan awal barumu ini?"
Ansel menengok ke arah lain. "Tanpa bertanya harusnya kau sudah paham dengan jawabanku."
"Ya, benar. Tetapi apapun jawabanku sekarang keputusan tetap berada di tanganku."
Hidup Ansel mulai sekarang seolah sudah diatur olehnya. Haruskah dia menuruti semua perintahnya padahal dia sendiri tidak ingin melakukan hal tersebut. Dirinya benar-benar seperti seorang budak sekarang. Mengajukan argument pun tidak akan dipedulikan oleh wanita itu.
"Remo, Lio! Cepat kemari."
Dua orang yang sedang asik mengobrol diluar sana segera menghampiri sang bos nya. Mereka harus selalu tepat waktu ketika wanita itu menyuruh mereka mengerjakan sesuatu, jika tidak maka mereka akan mendapatkan balasan yang menyakitkan darinya.
Mereka menghampiri bosnya dan membisikkan sebuah perintah kepadanya.
"Apa yang mau kalian lakukan?" Ansel panik saat salah satu pria itu menutup matanya kembali.
"Hey buka penutup mata ini brengsek!" serunya marah.
Percuma saja Ansel memberontak, sebab mereka terus memaksa dirinya. Jelas Ansel kalah, dia dihadapkan dengan dua orang sekaligus dengan kondisi yang lemah seperti saat ini.
Setelah itu Ansel digiring keluar ruangan. Percayalah, dirinya diperlakukan layaknya sebuah mainan truk, diseret begitu saja. Selain pasrah adakah hal lain yang bisa dilakukan Ansel pada saat itu? Tentunya tidak. Setelah berada di luar, mereka membawa Ansel masuk ke dalam mobil putih yang cukup besar. Sangat muat jika ditumpangi oleh mereka berempat. Sepanjang perjalan tidak ada yang berbicara, kecuali Ansel yang terus menyeru marah kepada mereka.
Sampailah mereka pada sebuah pekarangan yang luas. Ketika itu juga mereka melepaskan penutup mata Ansel. Sebuah mansion yang bisa dikatakan memiliki nilai estetika yang tinggi. Begitu mewah dan indah jika dipandang oleh mata. Ansel tidak menyangka jika ternyata ada sebuah rumah bak istana di bumi ini. Katakan saja jika dirinya berlebihan, namun nyatanya sebelumnya dia tidak pernah menjumpai mansion semegah ini di Indonesia.
Ansel sempat berpikir jika dirinya akan dijual kepada sang pemilik mansion tersebut.
"Selamat datang nona Rawnie, kami telah menyiapkan semua hal yang nona minta," kata salah seorang pelayan dari mension itu.
'Tidak mungkin! Jangan katakan bahwa dia yang memiliki mansion ini.' gumam Ansel dalam batinnya.
Rawnie Allesandra, seorang model ternama di kota San Fransisco. Wanita berparas cantik yang dikenal dengan sikap dinginnya itu masih berumur 25 tahun. Meskipun berbeda dengan model wanita lainnya yang murah senyum, Rawnie yang menonjolkan sikap tegas serta lebih banyak diam itu banyak memikat para khalayak umum. Jadwal pemotretannya bahkan hampir tiap hari ada, bukan hanya satu tempat saja. Dalam kurun waktu satu hari mungkin bisa sampai tiga kali pemotretan di tempat yang berbeda.
Selain menjadi seorang model, dia juga memiliki sebuah klub yang dimana didalamnya terdapat penyewaan laki-laki. Star Night, adalah nama klub miliknya. Tidak semua orang mengetahui hal ini, sebab boy rent yang dia lakukan merupakan privasi terbesar dalam hidupnya sekarang. Jika orang-orang tahu akan hal ini, tentu akan menimbulkan banyak desas-desus tentangnya dan dia yakin karir nya akan terancam saat itu juga.
"Bawa masuk dia masuk ke dalam kamar lantai dua!" titah Rawnie.
"Baik nona." Pelayan mension itu segera membawa Ansel masuk.
Pantas saja wanita itu seolah menyepelekan dirinya kemarin. Ternyata dia memiliki kekayaan jauh lebih banyak darinya. Melihat seisi mansion membuatnya menjadi terkagum-kagum.
Ketika baru sampai di sebuah kamar, Rawnie membawa sebuah handuk kemudian melemparkannya kepada Ansel. "Bersihkan tubuhmu! Lalu pakai pakaian yang sudah aku siapkan di atas ranjang tidurmu."
Ansel melengos ke arah kiri. "Kau siapa berani mengatur ku? Aku tidam mau memakai baju dari penculik kejam sepertimu!"
"Mandi dan pakai baju itu!" seru Rawnie.
"Apa kau tidak dengar jika aku tidak mau melakukannya?" balas Ansel keras kepala.
Karena geram Rawnie menarik kerah baju Ansel membuat pria itu memundurkan kepalanya kebelakang. "Kau tahu harga baju ini sangat mahal dan aku yakin kau tidak akan bisa membelinya."
"Itu urusanmu, aku sendiri tidak pernah memintamu untuk membelikan baju itu."
Brughh
Rawnie mendorong Ansel hingga ia tersungkur ke belakang. Tangan yang masih terikat itu tertindih oleh tubuhnya sendiri, membuat berdenyut sakit. Wanita itu terlalu keras mendorong dirinya ke belakang.
Ansel bisa merasakan deru nafas wanita yang menatap dirinya dari atas. Dia tidak bisa berdiri karena tangan kirinya menahan dirinya untuk bangkit. Beberapa detik kemudian wanita itu melepas topengnya. Ansel bisa melihat bola mata yang tajam serta wajah yang merah padam akibat kemarahannya.
"Dari kemarin kau selalu membantahku. Aku kan sudah pernah bilang jika kau tidak boleh menyepelekan ku. Ingat aku adalah bos mu sekarang!"
Percayalah bahwa menatap Ansel sedekat ini membuat jantung wanita itu berdegup kencang. Rawnie seketika mengumpati dirinya sendiri.
"Aku tunggu 15 menit lagi dan setelah itu kau harus sudah rapi," ucap Rawnie sebelum meninggalkan ruangan itu.