Chereads / The Cupid's Arrow : A Choice of Love / Chapter 40 - Bab 40 : Wanita cantik (1)

Chapter 40 - Bab 40 : Wanita cantik (1)

Anjani. Adalah nama yang cantik dari seorang wanita yang sedang duduk anggun di lobi hotel berbintang. Beberapa pasang mata selalu menatapnya tanpa berkedip dan memberinya senyuman. Terutama spesimen laki-laki, karena Anjani adalah seorang wanita yang memiliki penampilan yang tidak hanya anggun, namun juga sangat menarik, enak dipandang, serta cantik alias good looking.

Anjani selalu membalas sapaan mereka dengan anggukan singkat. Tidak lupa memberikan sedikit senyuman manis pada setiap laki-laki yang menyapanya. Bahkan Anjani juga menanggapi dengan sopan dan ramah, obrolan unfaedah yang dilakukan oleh para pria itu dengannya. Tidak dipungkiri, Anjani juga seorang yang good attitude.

"Sedang apa anda disini, nona?" tanya seorang pria parlente yang mengenakan jas berwarna abu-abu. Pria itu duduk di sebelah Anjani. "Tidak baik untuk seorang wanita secantik seperti anda, duduk sendirian di lobi hotel seperti ini. Ada asumsi yang buruk untuk wanita ketika berada di hotel tanpa seorang pendamping," lanjutnya sambil menangkup punggung tangan Anjani.

Anjani tersenyum lembut atas perhatian laki-laki yang mempunyai maksud untuk merayunya. Bahasa tubuh pria parlente ini berbicara keras dan lantang, bahwa dia menginginkan Anjani menjadi miliknya. Anjani membalik tangannya sehingga punggung tangannya yang berada di atas. Jemari lentiknya menggoda telapak tangan pria parlente itu.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku," ucapnya mendayu. "Aku sedang ada pekerjaan disini."

"Oh," gumam pria itu sedikit kecewa. "Tapi bukan pekerjaan yang menimbulkan suara yang berisik kan?" tanyanya lagi, khawatir jika seorang mahkluk yang cantik ini merupakan wanita panggilan.

Anjani menggeleng pelan. Dikeluarkannya sebuah kartu nama dari dalam tasnya yang limited edition, lalu diberikan pada pria parlente itu. "Aku seorang programmer. Jika anda membutuhkan jasaku, dengan senang hati aku akan melayani," katanya yang mengandung makna terselubung.

"Programmer?" ulang pria parlente itu heran. "Wow, programmer bukanlah pekerjaan yang mudah. Anda benar-benar wanita yang langka. Anda tidak hanya cantik, tapi juga jenius," pujinya dengan kagum.

Programmer adalah jenis pekerjaan yang berhubungan dengan komputer. Dia harus menganalisis, menyusun, mengedit, dan menguji kumpulan bahasa pemrograman untuk kemudian menghasilkan sebuah program software yang menggunakan kombinasi berbagai programming language. Hasil dari software itu diharapkan bisa menjalankan suatu tugas tertentu secara otomatis, sehingga dapat memudahkan sebuah pekerjaan, baik dalam penerapannya maupun sistem kontrol.

"Aku salut."

"Anda memujiku terlalu berlebihan," balas Anjani sambil memasukkan anak rambut ke belakang telinga.

"Aku serius. Tidak kusangka, akhirnya aku menemukan wanita yang sempurna. Cantik dan pintar. Benar-benar seorang wanita idaman," katanya yang semakin terpesona dengan kualifikasi Anjani. "Oya, perkenalkan namaku Tommy. Aku seorang marketing asuransi. Ini kartu namaku."

"Aku Anjani," jawabnya sambil menerima kartu nama itu, kemudian menyambut uluran berjabat tangan dari pria parlente itu. "Salam kenal."

"Namamu pun juga cantik seperti nama dewi pewayangan. Dewi Anjani," rayunya sambil merapatkan duduknya hingga salah satu sisi tubuh keduanya saling menempel. "Boleh kita berteman? Aku.. aku belum pernah bertemu dengan wanita secantik dirimu. Aku sangat berharap, kita dapat memiliki sebuah hubungan."

"Tentu Tommy, tentu. Aku selalu senang bertemu dan berteman dengan banyak orang," kata Anjani lembut seraya mengangguk. Kemudian Anjani memundurkan posisi duduknya sehingga menyisakan jarak diantara tubuh mereka. Siang adalah waktu untuk bekerja. Malam adalah waktu untuk bersenang-senang. Anjani selalu memisahkan hal yang sangat krusial ini.

"Kalau begitu, malam ini Anjani akan selesai bekerja jam berapa? Biar aku jemput. Kita bisa mengobrol lebih lama untuk bisa saling mengenal," tawar pria parlente itu antusias.

Anjani menggeleng. "Aku tidak bisa memastikan jam berapa aku selesai bekerja atau bertemu dengan klien."

"Lalu?" Pria parlente itu menggigit bibir, sedikit kecewa.

"Jika anda ingin bertemu denganku, jangan menelponku. Kirimlah pesan. Jika aku bisa, aku akan datang menemui anda. Tapi jika aku sibuk, aku akan menggantinya dengan hari yang lain."

"Jadi, kita tidak bisa mengobrol melalui telpon?"

"Aku lebih suka bertemu langsung ketika aku berteman dengan seseorang, terutama dengan laki-laki tampan seperti anda," kata Anjani yang langsung membuat ego pria parlente itu melambung ke langit ketujuh belas.

"Menurutmu, aku tampan?" Well, dipuji tampan oleh wanita secantik Anjani, membuat Tommy segera memperbaiki kerah kemejanya. Tommy terpesona dengan gelak tawa renyah dari Anjani.

"Kenapa tidak percaya diri?"

"Aku selalu percaya diri, Anjani. Tapi jika kamu yang mengakui bahwa aku tampan, maka kepercayaan diriku serasa dipompa penuh hingga nyaris meledak," sesumbar pria parlente itu sambil menepuk dadanya.

"Ck, ada-ada saja."

Pria parlente itu kembali meraih tangan Anjani dan menangkupnya dengan kedua tangannya. "Hadiah apa yang Anjani suka? Aku ingin memberikan apa yang Anjani inginkan pada pertemuan kita yang berikutnya."

"Hadiah? Aku selalu menyukai hadiah. But, at the first.. No-no. Aku tidak akan memberitahumu apa yang kuinginkan."

"Ayolah, biarkanlah pria malang ini menyenangkan hatimu," rengeknya.

Anjani kembali tergelak dan pria parlente itu terpaku pada deretan gigi putih bersih bak mutiara milik Anjani. "Baiklah, kalau kamu memaksa. Tapi, aku hanya akan memberikan huruf depannya saja."

"Cepat katakan," serunya tidak sabar.

"B."

"B? Berlian? Baju?" tanya pria parlente itu berusaha menebak.

"Pikirkan sendiri. Aku akan memberitahumu jika sudah tiba waktunya," jawabnya sambil menatap ke arah belakang sosok pria parlente ini. Orang yang ditunggunya sudah datang.

"Nona Anjani, maafkan saya membuat anda lama menunggu," sesal seorang pria berpakaian resmi, ketika berdiri di dekat keduanya.

"Baiklah Tommy, aku harus pergi. Ada pekerjaan yang sedang menantiku. Sampai ketemu lagi," kata Anjani sambil berdiri. Dan ketika hendak melangkah pergi, pria parlente itu menghalangi langkahnya. "Ya?"

"Anjani serius kan mau berteman denganku?" desaknya was-was.

"Tentu. Anda boleh mengirim pesan padaku kapan saja," jawab Anjani sambil mengangguk. "Aku permisi dulu."

Anjani berjalan mengikuti manager personalia yang sudah ditunggunya lebih dari setengah jam. Ketika tiba di depan kotak lift, Anjani berdiri menunggu di sebelah seorang pelanggan hotel yang sedang menggendong seorang bayi berusia kurang lebih satu tahun. Tiba-tiba...

"Hiks-hiks.. huuuaaaaa...."

Isak tangis keras dari bayi itu membuat semua orang yang berdiri di depan kotak lift itu melonjak terkejut. Ibu muda yang panik itu segera menenangkannya, namun bayi itu meraung semakin keras. Terpaksa ibu bayi itu mundur dari antrian itu.

"Maaf, bayiku tiba-tiba rewel dan membuat keributan," ucapnya sambil mengangguk pada setiap orang di sana untuk meminta maaf.

"Bikin kaget saja," gerutu orang yang awalnya berdiri didepan ibu dan bayi itu.

"Mungkin banyak orang, jadi bayinya jadi terasa pengap. Tapi kita disini hanya beberapa orang saja," sahut yang lain.

"Ck, mungkin hanya lapar atau buang air," komentar jengkel seorang wanita.

Ting.. Pintu lift terbuka.

Anjani tersenyum misterius melihat kejadian bayi menangis itu. Anjani menyadari bahwa auranya memang bisa memikat para pria, namun sesuatu dalam dirinya membuatnya tidak bisa berdekatan dengan seorang bayi kecil yang masih polos. Karena dapat dipastikan, bayi itu akan segera menjerit histeris jika berdekatan dengannya.

Bersambung...